BTLY - Chapter 20

1.5K 122 6
                                    

KETAHUAN

Selesai menikmati sunset di candi Ratu Boko, Wira mengajak Shafa untuk makan sate di daerah selatan. Mereka tampak lebih rileks. Shafa bahkan menceritakan tentang Ayah, Ibu, dan dua adiknya yang kembar selama menunggu makanan mereka dibuat. Wira baru memulangkan Shafa pukul sepuluh malam.

Mood Shafa sejak dari candi Ratu Boko kemarin sangat baik. Maka pagi ini ia terbangun dengan cerah ceria. Ia bahkan merapikan kamarnya dengan senyum sudah ada di wajahnya dan senandung kecil terdengar di sana.

Begitu selesai dengan membereskan kamarnya, gadis itu segera menghampiri Mamanya yang sedang menikmati sarapan di meja makan. Sudah ada soto di atas meja. Shafa mengambil roti tawar dan selai strawberry sebelum ia mengisi mangkuknya dengan nasi dan soto.

"Kemarin pergi ke mana aja kok pulang sampai malam?" tanya Mama kemudian menyendokkan soto ke dalam mulutnya.

Dengan wajah penuh senyum Shafa mulai bercerita dengan antusias. "Ke Boko kemarin. Asyik tahu Ma kemarin. Langitnya cerah, seger anginnya. Terus bisa nontonin matahari terbenam. Untung kemarin nggak mendung jadi bagus langitnya."

"Pantes kamunya cerah banget ya pagi ini."

Kekehan keluar dari Shafa. "Habis dari Boko Mas Wira ngajakin makan sate kambing yang di Imogiri. Jadi ya agak malam Ma sampai rumah."

Posisi duduk Shafa yang membelakangi dapur membuatnya tidak tahu jika sudah ada Adisa dan Abel yang berdiri di sana. Mama yang sadar jika seharusnya Adisa tidak tahu, akan memberi kode pada Shafa. Namun Adisa lebih dulu meletakkan telunjuk di depan bibir meminta Mama untuk tidak memberi tahu Shafa.

Adisa dan Abel yang tengah memasukkan beberapa belanjaan di kulkas tentu tak terlihat oleh Shafa ketika gadis itu datang dari arah tangga. Adisa segera mendekat dan berdiri tepat di belakang Shafa dengan jarak yang cukup aman. Ia mendekat karena mendengar suara Shafa yang terdengar antusias dan nama Wira yang disebut olehnya.

Adisa menginstruksikan Mama melalui gerak bibir tanpa suara agar Mama menanggapi Shafa dan menanyakan lebih lanjut. Mama merasa serba salah. Maka ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan agar Shafa tidak lagi menyebutkan nama Wira sembari menunggu Shafa dapat membaca kode darinya.

"Tadinya mau ke Obelix Hills, tapi nggak jadi. Takut macet dan rame sampai sana." Shafa masih asyik menggulir ponselnya. "Kemarin Adek juga ambil banyak foto. Bukan Adek sih, kebanyakan Mas Wira yang ambil foto. Hehe"

Shafa lalu tiba-tiba berdiri kemudian mendekat pada Mamanya untuk menunjukkan ponselnya.

"Foto sunset-nya bagus lho Ma, ini Mama li-" Shafa berdiri mematung begitu melihat Adisa dan Abel di depannya. "-hat fotonya." suara Shafa semakin lirih.

Beberapa kali mengerjapkan mata kemudian ia menggaruk belakang lehernya. "Kak Disa sama Mbak Abel pagi-pagi kok udah di sini?"

"Biasanya juga Kakak ke sini pagi. Mana lihat Kakak foto kamu di Boko."

Shafa tampak salah tingkah.

"Eh itu, em-" Shafa kesulitan menolak permintaan Adisa.

Mama pun segera menengahi karena melihat Shafa yang salah tingkah dan kebingungan.

"Udah terlanjur Dek. Yang ini detektifnya bakal nyecer terus kalo belum dapat jawaban memuaskan." Mama memberi kode agar Shafa menceritakan yang sebenarnya.

Shafa pun mengangguk. Ia tidak punya pilihan lain. Ia akan kesulitan mengarang cerita dengan tatapan penuh selidik dan intimidasi dari Adisa.

"Kak Dimas sama Bang Damar di mana Kak?"

Brave to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang