OUR MOMENTS
Wira kembali bertingkah ketika ia juga akan mengikuti rapat yang sama dengan Shafa. Ia sudah lama tidak memancing emosi gadisnya. Ide usilnya pun muncul. Laki-laki itu terus mengganggu pekerjaan Shafa ketika gadis itu tengah menyiapkan ruangan rapat. Ia yang memang juga salah satu peserta rapat sudah lebih dulu ke ruang rapat karena pekerjaannya sudah ia selesaikan.
Laki-laki itu tahu jika Shafa sedang menata print out materi rapat dan menyediakan air minum di meja. Maka ia berinisiatif untuk membantunya. Setelah meletakkan laptop di sisi meja yang bersebrangan dengan di mana Shafa nanti duduk, ia berdiri mengekori Shafa dengan box berisi botol air mineral.
"Sebenarnya Pak Wira mau bantuin apa mau ngerecokin sih?" dumel Shafa setiap kali menerima uluran botol dari Wira.
Wira malah terkekeh dan terus mengekorinya. "Ini bantuin kan."
Shafa mendengus mendengar respon Wira. Pasalnya Wira bukannya langsung meletakkan air minum di meja, ia malah mengulurkannya pada Shafa agar gadis itu yang meletakkan. Sehingga pekerjaan itu bukannya cepat selesai tapi malah berbelit-belit.
Merasa tidak diacuhkan oleh Shafa, ia kembali mengerjainya. Ketika Shafa mengulurkan tangan bukan botol air minum yang ia terima namun pulpen. Gadis itu menggeram dan Wira hanya tertawa. Sekali lagi Wira mengusilinya dan memberikan tangannya ketika Shafa menengadahkan tangannya.
Sontak Shafa semakin marah dan segera berbalik hendak mengamuk.
"Pak Wiraaa! Mending duduk deh Pak, daripada ganggu pekerjaan orang!"
Bukannya mengalah Wira malah menjulurkan lidahnya berniat mengejek Shafa. Sepertinya mood Shafa yang tidak terlalu baik membuatnya semakin emosi pada Wira. Ia kembali meneriakkan nama Wira dan melempar pulpen yang tadi ia terima. Hal itu bersamaan dengan Dimas yang masuk ke dalam ruangan.
"Shafa ini kantor!" suara tegas Dimas memutus sejenak amukan Shafa.
Wira yang merasa dibela Dimas, malah mengejek Shafa. Maka gadis itu segera mendekat dan menginjak kakinya.
"Nyebelin!"
"Kalian kenapa lagi sih? Kemarin-kemarin juga udah jarang gontok-gontokan, kenapa sekarang balik lagi?" Dimas menarik satu kursi dan duduk di sana.
"Gue cuma bantuin, dia aja yang lagi sensi."
Shafa memang masih kesal dengan Wira yang tiba-tiba ketus padanya Sabtu kemarin. Ia hanya mengikuti sikap Wira dan berakhir mendiamkannya hingga hari ini.
"Ini masih hari Senin dan kalian udah memulai minggu ini dengan berantem. Nggak capek apa kalian berantem mulu?"
Adik Dimas itu hanya mengabaikan komentar sang kakak dan melanjutkan pekerjaannya untuk menyiapkan proyektor, materi, dan laptop yang nanti akan digunakan untuk menampilkan paparan dari Damar.
Akhirnya Wira duduk di samping Dimas tak lagi mengganggu Shafa. Ia hanya mengamati gadis itu yang masih tampak cemberut sejak melihat wajahnya tadi. Ia baru sadar jika ini aksi saling diam mereka untuk pertama kalinya.
Wira kemudian hanya diam mendengarkan Dimas dan sesekali menanggapi dengan tangan yang sibuk dengan laptopnya. Pria itu tengah membuka halaman spreadsheet di laptopnya. Dan membuka beberapa file yang memang akan ia gunakan selama rapat berlangsung.
Ruang rapat siang ini sudah terisi oleh para manajer tiap divisi dan beberapa staf yang memang rutin mengikuti rapat internal mingguan. Damar sudah lebih dulu mengawali rapat pada hari ini dengan menyampaikan hal-hal urgen yang harus segera mereka follow up. Selama rapat berlangsung Shafa tampak serius dan fokus untuk menuliskan notulen rapat hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave to Love You
Chick-LitShafa kecil tak pernah tahu awal mula ia bisa tinggal di Anugerah. Menjadi bagian keluarga Papa Juan dan Mama Tasya merupakan hadiah terbaik seperti yang Shafa dambakan sejak dulu. Dari keluarganya, Shafa merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus...