BTLY - Chapter 19

1.3K 122 2
                                    

Ada yang kangen sama interaksi Shafa dan Wira nggak? 😊😊

JALAN-JALAN

Hubungan Shafa dengan keluarga kandungnya semakin baik. Usulan Mama Tasya untuk selalu bepergian bersama di akhir pekan cukup membantu bungsunya mengakrabkan diri dengan Ayah, Ibu, dan kedua adiknya bahkan dengan keluarga Papa Juan juga. Di hari biasa, Shafa akan meluangkan waktu untuk sekedar menghubungi melalui pesan, telepon, atau makan malam bersama di luar.

Meski belum merasa nyaman jika ia harus menginap di rumah Ayah dan Ibunya, Shafa tidak menutup kemungkinan di masa mendatang. Setelah semua hal terungkap, hidup Shafa sudah mulai kembali tenang. Ia tak lagi uring-uringan ataupun mood yang berubah anjlok. Tapi ia lupa, jika masih ada Wira yang kian hari semakin bertambah perhatian padanya.

Selalu ada perasaan yang menahannya jika ia akan balas memberi Wira perhatian. Apalagi hubungan yang masih disembunyikan dari kakak-kakaknya benar-benar membuatnya kucing-kucingan. Seperti saat di cafetaria tadi, gadis itu lupa jika Dimas ikut makan bersamanya dan Wira.

"Sha, temenin kondangan ya?"

"Siapa yang nikah?"

"Temen kuliah. Masih sebulan lagi kok."

Shafa kontan mendongak dan melolot pada Wira. "Mas Wira ngawur! Kalau temen kuliahmu berarti temen Kakak juga dong?"

Wira yang belum paham maksud Shafa hanya menganggukkkan kepala.

"Nggak usah aneh-aneh deh. Nanti ribet kalau Kakak nanya-nanya."

Setelah paham Wira pun menghela napas. "Nanti aku yang izin deh sama kakakmu. Dia nggak akan nanya-nanya kamu."

"Nggak mau ah! Pergi aja sendiri atau minta temenin Aya atau Thea."

"Males ah kalo ngajak mereka. Aku kan pengen ngajak kamu biar sekalian jalan."

"Aku nggak mau!"

"Mau ya, please?" Kembali Wira memohon sambil menggoyang-goyangkan tangan Shafa.

"Nggak mau Mas!"

Suara Shafa yang sedikit lebih keras membuat Dimas yang baru kembali dari toilet dapat mendengar penolakan adiknya. Sejak dari jauh ia tampak mengerutkan kening mendapati adik dan sahabatnya sedang berbicara dengan jarak yg cukup dekat.

Ketika mendengar suara kursi yang digeret, Shafa menegakkan tubuhnya sedangkan Wira sedikit menarik mundur tubuhnya yang sejak tadi condong ke arah Shafa.

"Sejak kapan kamu manggil Wira Mas?"

"Hah? Pak Dimas salah dengar kayaknya."

"Masa? Telinga saya nggak eror kok." Dimas melipat kedua tangannya di depan dada lalu bersandar pada punggung kursi.

"Saya manggilnya sopan, pake Pak. P-A-K. Mending Pak Dimas buruan makan deh, keburu dingin makanannya." sanggah Shafa.

Wira pun ikut mengalihkan topik sambil menyuap ayam gepreknya. "Dim, minggu nggak jadi futsal. Tommy ngajakin badminton tadi."

"Ya udah gue batalin yang lapangan futsalnya."

"Yoi, si Tommy udah booking dua jam satu lapangan. Kurang nggak?"

"Cukuplah, berdelapan sama suami Agnes kayaknya besok."

Mereka kemudian melanjutkan makan sambil membahas hal-hal receh hingga menyangkut pekerjaan. Mereka berdiri di depan lift saat ini untuk kembali ke ruangan masing-masing. Wira menepuk bahu Shafa pelan kemudian menunjuk ke arah ponsel yang ia pegang. Ia bermaksud memberi tahu Shafa jika laki-laki itu mengirimkan pesan untuk dibaca. Kemudian ia berdiri di samping Dimas dan tepat di depan Shafa.

Brave to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang