10 - GULAI TIKUNGAN

1.1K 180 67
                                    

Lampu jalanan begitu bersinar malam ini. Entah karena baru saja diperbaiki atau hanya masuk dalam suasana menyenangkan dari kedua sejoli yang kini saling terkekeh satu sama lain di atas motor tua. Bagha dan Kaluna, dua anak manusia yang kini sedang berada di perjalanan menuju warung makan pinggir jalan. Lebih tepatnya kaki lima, atau tiga? Atau mungkin dua? Entahlah apa disebutnya.

"Biasanya yang make helm itu cuma Ibu. Itu juga kalau Ibu mau gue anterin pake Samuel," jelas Bagha. Lelaki itu menjawab pertanyaan Kaluna perihal helm yang gadis itu kenakan.

Kaluna mengangguk mengerti. Senyumnya mengembang lebar. Merona di pipinya kini terlihat, ia salah tingkah. Jika helm yang sedang digunakannya biasa digunakan oleh Ibu dari lelaki di hadapannya, itu artinya ia merupakan gadis pertama yang memakai helm khusus ini setelah Ibu dari Bagha.

"Emang biasanya Ibu lo gak mau dianterin pake Samuel?" tanya Kaluna masih dengan senyum salah tingkahnya.

Bagha terkekeh dan menggeleng pelan. "Bukan gak mau sih, lebih tepatnya Ibu gue punya motor sendiri-" ujar Bagha pelan. Lelaki itu memiringkan sedikit stang motornya, dan berbelok.

"Jadi suka nolak kalau gue anterin kemana-mana. Jiwanya udah jiwa independent woman, kaya yang di tiktok-tiktok. Bedanya dia naik beat, bukan mobil sport. Hahaha!" lanjut Bagha. Perkataannya berhasil membuat Kaluna ikut terkekeh bersama dengan lelaki itu.

Kaluna menghentikan kekehannya. Gadis itu kini menumpukan dagunya di atas bahu kiri milik Bagha. "Keren dong. Gue juga mau kaya Ibu lo, nanti gue kerja, suami gue juga kerja. Suami setuju, kan?"

Godaan kecil yang dilontarkan oleh Kaluna berhasil membuat Bagha kini terkekeh. Kepala lelaki itu menggeleng-geleng dengan tingkah Kaluna. Jemarinya kini meraih jemari Kaluna yang melingkar di perutnya.

"Gak bisa, Bunda. Cukup Ayah yang kerja banting tulang. Bunda masak aja di rumah. Nanti kalau Ayah pulang, Bunda udah dasteran ya," lontar Bagha dengan penuh candaan lelaki itu.

Sontak hal itu membuat Kaluna terkekeh dengan kencang. Jemari yang digenggam Bagha pun kini menepuk-nepuk punggung Bagha. Gadis itu benar-benar tak dapat menahan tawanya kali ini. Begitupula dengan Bagha yang ikut terkekeh mendengar kekehan Kaluna. Sejujurnya ia juga bergedik geli, bisa-bisanya mulutnya mengucapkan kalimat menggelikan seperti itu.

"Hahaha!!! Kenapa tiba-tiba Ayah Bunda sih??" seru Kaluna yang tak dapat menghentikan tawanya.

Bagha yang sudah menghentikan tawa kini tersenyum kecil. Kekehan kecil itu keluar dari mulutnya. "Udah kaya bocah SD pacaran ya manggilnya Ayah Bunda," tutur Bagha pelan.

Kepala Kaluna mengangguk-angguk pelan dengan sisa tawa yang masih saja keluar. "Mana daster-dasteran lagi, hahaha!"

Bagha terkekeh lagi dan lagi mendengar tawa Kaluna yang tiada henti. "Kan biar kaya lagu gitu. Aku maca koran sarungan, kowe belonjo dasteran. Gitu kan?" tuturnya sembari menyanyikan lirik lagu yang asing di telinga Kaluna.

Tawa Kaluna lambat laun terhenti. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Lagu apaan tuh? Gue gak tau," ucapnya dengan wajah bingung.

Bagha tersenyum kecil. Tak heran jika Kaluna tak tahu lagu ini. "Lagu dangdut jawa itu. Si Givan sering dengerin nih jadi gue mengenal semua jenis lagu dangdut," tuturnya seraya tersenyum. Sangat jelas jika Bagha menghafal hampir semua lirik lagu dangdut. Kawan baiknya selalu mendengarkan musik khas nusantara tersebut.

Kaluna terkekeh pelan. Kepalanya mengangguk-angguk mengerti. "Judul lagunya apa?"

"Kenapa? Tuan putri mau coba dengerin dangdut?" tanya Bagha. Wajah lelaki itu menghadap ke arahnya beberapa detik. Senyumnya begitu manis diberikan kepada Kaluna.

BAGHAWIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang