Kalimat-kalimat yang Bagha lontarkan tentu berhasil membuat Kaluna kini memberikan senyum cantiknya kembali. Gadis itu bahkan kini terkekeh ringan melihat Bagha yang berlari kecil mencari bunga-bunga rambat di pinggir jalanan.
Keduanya masih berada di tempat yang sama. Kaluna menikmati tiap rintikan hujan. Gadis itu bahkan lupa, kapan terakhir kali mandi hujan. Berkat lelakinya, ia kini kembali merasakan segarnya air hujan.
"Bunganya banyak ini kita bisa berkebun, tuan putri mau berkebun gak?!!" seruan kencang itu Bagha layangkan dengan tubuh yang kini berjongkok sembari jemari sibuk meraih bunga-bunga kecil.
Lelaki itu menolehkan wajah menatap gadisnya yang terkekeh. Meski pandangannya terhalang oleh derasnya hujan, namun senyuman cantik itu tak pernah mengecewakan.
Kaluna melangkah perlahan dengan tubuh yang telah basah kuyup. "Curiga cenayang deh! Gue dulu punya cita-cita buat bikin kebun bunga!!" seru Kaluna, suaranya begitu lantang guna mengalahkan suara derasnya hujan.
Bagha tersenyum kecil. Lelaki itu kini membangkitkan tubuhnya. Jemarinya menggenggam beberapa bunga liar yang berhasil ia dapatkan. Menarik jemari Kaluna, Bagha memberikan bunga-bunga yang berada di genggaman.
"Selagi Mas Bagha belum punya modal buat beli tanah 100 hektar untuk tuan putri. Mas Bagha kasih bunganya dari kebun liar aja yah?" goda Bagha yang tentu, senyumnya tak luntur.
Oh, sungguh manis lelaki ini. Siapa yang tak mengembangkan senyum mendengar ucapannya. Tentu Kaluna kini tersipu malu. Menggenggam bunga yang diberikan Bagha. Kepala gadis itu mengangguk menjawab apa yang Bagha lontarkan.
Bagha terkekeh kecil. Jemarinya mengusap pipi milik Kaluna. "Enak di sini mah tanahnya gratis. Tuan putri kalau mau bunga, nanti Mas Bagha petik. Terus bonus tuh pemandangan jalan raya beraspal. Bener gitu?" tanya Bagha yang kini menaik turunkan alis.
Kaluna yang mendengar hal itu, pun kini tertawa dengan hebat. Gadis itu berhambur memeluk kekasihnya di bawah derasnya hujan. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Bagha.
"Boleh gak sih kita kayak orang-orang pacaran di luaran sana?" tanya Kaluna seraya mendongakan wajah menatap Bagha yang kini menyampirkan rambut-rambut Kaluna di telinga gadis itu.
Bagha tersenyum simpul. Tetesan hujan masih juga membuat keduanya semakin basah. Mendekatkan wajahnya menuju wajah Kaluna. Lelaki itu menunduk, memfokuskan pandangan pada bibir ranum alami milik Kaluna.
Satu kecupan lelaki itu berikan pada Kaluna. Tak ada gerakan, hanya menyatukan bibirnya dengan bibir Kaluna. Mata keduanya bahkan masih saling berpandangan.
Tak lama, lelaki itu kembali menarik wajahnya. Senyumnya merekah tatkala melihat wajah Kaluna yang merona di bawah rintikan hujan.
"Gitu bukan?" tanya Bagha, sialan lelaki ini sangat manis. Caranya menyampaikan rasa cinta selalu berhasil membuat Kaluna takjub.
Kaluna tersenyum kecil. Ia enggan menjawab. Gadis itu lebih memilih untuk kembali mendekap sang kekasih. Menyembunyikan wajah salah tingkahnya di dada bidang milik Bagha. Hal itu berhasil membuat Bagha terkekeh gemas.
Jemarinya mengusap-usap pelan punggung milik Kaluna. Lelaki itu memberikan kecupan ringan di puncak kepala milik Kaluna. "Sampai detik ini, gue ngerasa–" tutur Bagha pelan. Hampir seperti bisikan, beruntungnya hujan mereda. Menyisakan gerimis. "Gak tau harus bilang terima kasih gimana lagi ke lo, Kal. Gue bahkan gak punya apa-apa buat bikin lo terpukau sama barang mahal dan mewah."
Tuturan itu begitu murni tercipta dari sosok Bagha. Kaluna bahkan kini terdiam, gadis itu begitu seksama mendengarkan.
"Gue gak punya cukup uang buat ajak lo dinner di tempat mewah. Gue gak punya kendaraan yang mumpuni biar lo gak kepanasan dan kehujanan. Gue jug–"
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGHAWIRA
Подростковая литератураAkankah Baghawira Gentha menerima sosok Kaluna Armatef di dalam hidupnya? Dipenuhi dengan perbedaan latar belakang, akankah keduanya dapat saling melengkapi dan meyakinkan satu sama lain? Perjalanan kisah klasik para muda dan mudi di masa perkuliaha...