Lelaki dengan postur tubuh tinggi dan kulit hitam manis itu kini tengah bertengger santai di atas motor antik kesayangannya. Sembari menghisap rokok di apitan jemari, ia sesekali bersenandung sembari menatap hamparan dedaunan kering yang jatuh karena angin.
Matanya kini menangkap sosok gadis yang berjalan dengan tiga gadis lainnya. Senyumnya merekah tatkala, Kaluna memberikannya lambaian tangan melalui mungilnya jemari. Membuang putung rokok secara asal, dan menginjaknya. Bagha masih terduduk di motor menanti Kaluna datang padanya.
Sementara Kaluna kini sudah tak dapat membendung senyum cerianya. Gadis itu berpamitan dengan kawan-kawannya.
"Duluan ya! Bye see you!" serunya dengan senyuman lebar.
Maya terkekeh dan mengangguk. Ia tahu Kaluna telah dijemput oleh Bagha. Lelaki itu menunggu Kaluna setelah bertemu dengan Jendral, Bobby, dan para anggota radio campus di kantin.
Giselle memberikan wajah herannya. "Kenapa lo sama dia jadi kaya orang pacaran gini sih?" tanyanya heran.
Bahkan mata Giselle kini menangkap Bagha yang memberikan flying kiss padanya. Benar-benar idiot, batin Giselle.
Kaluna terkekeh pelan. "Soon gak sih?" tukasnya sembari menjulurkan lidah. Memberikan ejekan serta merasa bangga kepada Giselle.
Vira yang mendengar hal itu pun hanya dapat terkekeh bersama Maya. Dua teman Kaluna yang akan mendukung secara penuh keputusan Kaluna adalah Vira dan Maya. Giselle? Ia tipe teman yang begitu peduli. Saking pedulinya, ia juga akan merecoki persoalan para kawannya. Memastikan bahwa kawannya tak salah pilih, perihal apapun itu. Kasarnya, Giselle adalah judgemental.
"Gue harap sih gitu ya. Biar si idiot itu gak main-main mulu sama lo. Gak jelas!" sarkas Giselle yang sudah biasa terdengar di telinga Kaluna.
Kaluna tak pernah marah tentang apa yang Giselle katakan padanya perihal Bagha. Ia mengenal Giselle sejak menjadi mahasiswa baru, hingga kini. Tiga tahun terlewati, sejak awal kenal hingga kini sifat dan sikap Giselle tak pernah berubah. Giselle tak bisa menjadi munafik dan bermuka dua.
Lambaian tangan dari Kaluna membuat ketiga kawannya mengangguk dan membiarkan Kaluna semakin dekat dengan Bagha. Kaki mungil itu melangkah dengan gembira. Tahu kan postur kaki seseorang yang bergembira melangkah?
Deretan gigi rapih itu Kaluna berikan kepada Bagha yang kini telah menyodorkan helm sang Ibu padanya. Memasang helm dengan perasaan senang. Kaluna kini telah berada di atas motor tua milik Bagha. Samuel, bagai orang ketiga dalam hubungan Bagha dan Kaluna.
"Sesuai titik tujuan ya, Mbak?" iseng Bagha dengan cekikikan kecil lelaki itu.
Kaluna terkekeh pelan dan mengangguk cepat. "Iya, Mas," jawabnya. Masuk dalam candaan yang Bagha mulai.
Keduanya kini tertawa kecil. Dilanjut dengan senyuman simpul dari Bagha saat tangan Kaluna kini melingkar di perutnya dengan apik. "Pinter ya, tuan putri. Bakal dapet ip 4,0 nih di semester ini," ujar Bagha sembari menjalankan Samuel dengan perlahan namun pasti.
Kaluna tersenyum kecil. Gadis itu terkekeh kemudian. "Bakal ngalahin Maya dong?! Hahaha!" serunya bersemangat.
Seruan itu rupanya membuat Bagha terkekeh geli. Kaluna begitu bersemangat. Kaluna terlihat begitu bahagia kini. Wajah Bagha kini menoleh sesaat hanya untuk melihat wajah berseri Kaluna.
Senyumnya merekah tatkala matanya bertabrakan dengan Kaluna meski sedetik. "Yah! Maya mah gak ada apa-apanya sama tuan putri. Albert Einstein aja kalah sama nih tuan putri di belakang!"
Candaan yang terlontar dari mulut Bagha berhasil membuat Kaluna terkekeh kencang. Gadis itu memukul pelan punggung lebar milik Bagha.
"Gue gak sepinter itu ya!" tukas Kaluna dengan kekehannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGHAWIRA
Teen FictionAkankah Baghawira Gentha menerima sosok Kaluna Armatef di dalam hidupnya? Dipenuhi dengan perbedaan latar belakang, akankah keduanya dapat saling melengkapi dan meyakinkan satu sama lain? Perjalanan kisah klasik para muda dan mudi di masa perkuliaha...