Namaku Rubi Park, nama yang menurutku sangat indah tetapi juga membuatku berpikir kenapa ibu dan ayahku memberikanku nama yang terkesan kekanak-kanakan? Atau mereka ingin anak mereka ini menjadi perempuan yang manja dan tidak bisa apa-apa? Kalau itu memang pikiran mereka, mereka salah besar karena aku sangat kuat dan tangguh, semua terbukti sejak meninggalnya orang tuaku 4 tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat, aku harus tinggal dengan bibi dan adikku. Bibi ku memang sangat baik dan menyayangi kami tetapi dia lebih sering keluar kota atau keluar negeri, adikku Celia Park baru saja masuk kuliah tahun ini jadi aku harus bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi dia. Sedangkan aku, setelah lulus kuliah dari designer aku bekerja membuka butik dan membuka perusahaan minuman anggur. Aku bersyukur sudah bisa mandiri dan mampu membiayai sekolah adikku, walaupun bibiku bersikeras membantu tetapi aku selalu bilang untuk jangan dulu membantu tunggu aku tidak memiliki apapun baru aku akan minta bantuan. Bukan aku sombong atau sok mampu sendiri tetapi aku tidak ingin selalu merepotkannya, menjaga dan merawat kami saja sudah membuatku sangat berterimakasih apalagi aku merasa bersalah karena merawat kami dia memilih untuk tidak menikah supaya bisa focus menjaga kami. Mungkin kalian berpikir aku orang Korea asli tetapi sebenarnya aku mempunyai darah campuran. Ayahku, Park Chanwoo adalah orang asli Korea, dia adalah seorang dosen seni musik yang sangat dikagumi dan juga cerdas. Sedangkan ibuku, Brenda Gunawan adalah dosen arsitek keturunan Amerika dan Indonesia yang sangat disayang oleh semua orang dan juga disegani karena cara berpikirnya yang efektif dan juga cepat.
Disinilah aku sekarang dinegara kelahiran ayahku, Korea. Negara yang sejujurnya sangat menyakitkan karena dinegara inilah aku dan adikku harus kehilangan orang tua kami dan bibiku kehilangan kakak laki-lakinya. Aku pindah dari Indonesia ke Korea 2 tahun lalu karena bibi sangat khawatir dengan kami yang hanya tinggal berdua di Indonesia dan alasan kedua karena adikku ingin kuliah di Korea. Aku dan adikku tinggal di rumah peninggalan nenek dan kakek kami, rumah tradisional Korea yang sebenarnya sudah tua tetapi masih terawat dengan sangat baik. Rumah ini sangat indah dan juga besar, makhlum saja ini karena kakek buyut kami dulunya adalah menteri dizaman kerajaan Juseon sehingga beliau memiliki banyak sekali harta. Ditambah lagi kakek kami adalah dosen sejarah terkenal. Asal kalian tahu gaji guru atau dosen di Korea sama dengan gaji direktur dinegara-negara maju, mangkannya tidak heran apabila keluarga ayahku adalah keluarga yang sangat kaya dan berpengaruh di Korea. Ditambah lagi bibi ku, Park Chaeyong adalah seorang Menteri Luar Negeri tidak heran dirumah ini penuh dengan pelayan dan juga penjaga karena status keluarga kakek dan pekerjaan bibi.
Rumah kakek menurutku sangat unik karena kami satu orang memiliki paviliun sendiri, jadi boleh dibilang kami memiliki rumah sendiri, ditambah dengan luas tanah yang sangat besar kami memiliki pertanian sayur dan peternakan sendiri ditambah kami memiliki perkebunan anggur sendiri. Karena banyak sekali anggur yang kami miliki aku memanfaatkannya untuk membuka pabrik anggur dan uangnya aku gunakan untuk biaya adikku kuliah dan membantu pengeluaran rumah ini, itung-itung untuk meringankan beban bibi juga. Rumah ini sangat nyaman bagiku walaupun setiap hari aku harus melihat paviliun ayah dan ibu tetapi tidak apa-apa karena dari paviliun itu aku bisa merasakan orang tua ku masih selalu menjaga dan melindungi aku dan adikku. Semua sangat nyaman dan aku merasa seperti lahir disini, tetapi sebenarnya ada satu hal, bukan menurutku satu tempat didalam rumah ini yang membuatku tidak nyaman. Ada satu paviliun yang menurutku sangat misterius. Paviliun ini berada tepat di pojok dekat kolam angsa dan itu berseberangan dengan paviliunku dan paviliun Celia. Paviliun itu digembok dan hanya para pelayan tetua yang laki-laki saja yang boleh masuk kesana sedangkan kami bahkan bibi yang dari lahir dirumah ini juga dilarang masuk tempat itu. Kakek dan ayahku adalah orang yang mendapat akses masuk paviliun itu, boleh dibilang hanya pria-pria yang dari keturunan kakek dan para tetua yang pria saja yang boleh masuk paviliun itu. Aku merasa aneh dengan tempat itu setiap malam aku selalu mendengar suara dentingan piano dan gesekan biola, awalnya aku pikir itu adikku yang bermain dipaviliun ayah tetapi saat aku dengar lagi ternyata itu dari paviliun misterius itu. Setiap malam apabila aku keluar untuk menghirup udara bebas aku merasa ada orang yang mengawasiku dan itu membuatku tidak nyaman, dan ternyata hal ini juga dirasakan adikku Celia. Keanehan tidak hanya disitu, setiap pagi aku selalu melihat para tetua membawa baki berisi penuh dengan makanan dan juga air hangat yang ditaruh diember besar sebesar tubuh pria dewasa. Setiap aku bertanya pada bibi, bibi juga selalu bilang tidak tahu tentang paviliun itu. Seperti pagi ini saat kami makan pagi dipaviliun utama hal itu terjadi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILA || Noren
FanficCerita ini mengandung adegan dewasa 21+ dimohon para readers yang masih dibawah umur bisa melewati cerita ini. Terima kasih... Ketika cinta, kasih sayang dan persahabatan mengalahkan kegelapan dan kejahatan. Rubi dan Celia anak yatim piatu yang haru...