Ussuri dan Mugunghwa

180 18 0
                                    

Sinar matahari masuk kedalam kamar melalui cela jendela yang tidak tertutup tirai. Aku mengerutkan keningku mencoba membuka mataku yang berat dan yang aku lihat diawal adalah sinar yang menyilaukan. Aku mencoba untuk duduk dan menyesuaikan pandanganku ya walaupun jujur saja kepala ku sangat pusing seperti dihantam oleh sesuatu yang keras tetapi aku harus bangun. Saat aku sudah sepenuhnya sadar dan melihat jelas betapa terkejutnya aku kenapa kamarku jadi seperti ini?

"Ini bukan kamar ku... ini padang rumput... kenapa aku bisa disini? Aku sudah mati apa ya?" kataku sambil memeriksa seluruh badanku

Aku berdiri dan melihat sekitar dan yang aku temukan hanyalah hamparan padang rumput yang luas dan juga indah dengan angin sepoi-sepoi membuat hati dan tubuhku berasa sangat rileks. Aku berjalan menyusuri padang rumput itu dengan pandangan bahagia dan nyaman.

"Sudah lama aku tidak merasakan perasaan senyaman ini" langkahku terhenti saat melihat pantai yang sangat indah dengan pasir putih yang bersih dan laut biru yang airnya berkilauan diterpa sinar matahari.

"Wahhhh.... ini surga namanya" kataku sambil berlari menuju lautan. Aku masukkan kaki telanjangku ke air laut dan rasa sejuk dan menyegarkan menyambut kulit kakiku. Aku berlari bermain air seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat pantai. Aku berlari menyusuri pantai sambil merentangkan tangan ku benar-benar merasa segar dan damai disini. Setelah lelah berlari dan bermain air dan pasir aku duduk dipinggir pantai sambil melihat matahari yang akan tenggelam. Udara yang tadinya sejuk berubah menjadi dingin, ku eratkan pelukanku pada diriku sendiri mencoba untuk menghangatkan diri. Tiba-tiba sebuah jas tersampir dibahu ku menjadi jaket yang menutupi tubuhku yang hanya berbalut baju tidur tampa lengan. Kutolehkan kepala ku kebelakang melihat siapa yang memberikan jasnya itu untuk menghangatkan ku dan ternyata.

"Ayah... Ibu..." kata ku pelan.

"Halo sayang... kami merindukanmu" kata ayah sambil membelai rambutku

"Disini dingin Rubi... eratkan jas ini supaya kau tidak sakit nak.." kata ibu sambil membenahi jas ayah supaya membungkus tubuh ku

Aku termangu memandang kedua orang tuaku hingga tampa sadar air mataku mengalir membasahi pipiku

"Ib- Ibu... Ay- Ayah... AYAH... IBU..." teriakku sambil memeluk rindu tubuh mereka. Air mataku deras mengalir tampa henti, ku eratkan pelukanku pada mereka walaupun tidak bisa semua terjangkau oleh tanganku tapi aku berusaha mengeratkan pelukanku pada ayah dan ibu, aku takut jika aku lepas mereka hilang seperti debu. Aku semakin sesenggukan saat ayah dan ibuku memelukku dengan erat sambil mencium pucuk kepalaku seperti kebiasaan mereka saat mereka masih hidup.

"Kau hebat sayang... Rubi ayah dan ibu sangat hebat.." kata ibu sambil menghapus air mata ku saat aku sedikit melepaskan pelukanku pada mereka tapi pakaian mereka masih aku pegangi erat takut mereka pergi lagi.

"Kenapa... kenapa kalian meninggalkan aku dan Celia sendiri? Kenapa ayah dan ibu tidak bawa kami bersama kalian?" kata ku sambil menangis sesenggukan

Ayah dan ibu ku juga ikut menangis saat mendengar kata-kata ku. Memang benar saat mereka pergi meninggalkan kami selamanya rasanya hidupku hancur, rasanya seperti seekor ikan kecil yang tersangkut di jaring nelayan dan tidak tau bagaimana kehidupan selanjutnya, takut, khawatir, bingung dan sedih bercampur menjadi satu menjadikan seperti ada bola besar yang menghimpit dada ku.

"Maafkan kami sayang, kami tidak pergi nak kami selalu bersama mu dan Celia, kami selalu melihat kalian dari sini" kata ayahku sambil menghapus air mataku yang terus mengalir.

"Benar nak.. kami tidak meninggalkan kalian begitu saja kami selalu bersama kalian di sini" kata ibuku sambil menyentuh dada ku.

"Aku ingin ikut kalian aku ingin bersama kalian" kataku sambil memeluk mereka lagi

SILA || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang