Paman Jerico melihat keluar jendela dahinya mengerut seperti mengetahui sesuatu tapi dia hanya diam saja seperti berpikir sendiri. Tiba-tiba dari belakang sebuah tangan memeluknya erat dan dekat bahkan tangan lembut itu mengelus pelan dada bidangnya membuat perasaanya yang tadi tidak tenang menjadi sedikit lebih tenang.
"Kau merasakannya juga ya?" tanya Paman Jerico pada sang istri.
"Hmmm... mangkannya aku memelukmu supaya kau tenang. Aku merasakan apa yang kau rasakan, rasa khawatir, takut, sedih dan marah tercampur jadi satu membuat hati tidak nyaman." Wanita cantik itu semakin mengeratkan pelukannya dari belakang menyalurkan rasa damai untuk suaminya.
"Honey, kalau dalam-"
"Diam... aku tidak mau dengar kata-katamu itu, kita semua akan selamat aku yakin kita akan selamat jangan berpikiran macam-macam. Kau harus ingat kau sudah janji akan hidup dengan ku sampai kita menua bersama dan melihat cucu dan cicit kita tumbuh dewasa jadi kau harus menepatinya." Paman Jerico tersenyum tenang pria paruh baya itu berbalik dan memeluk sang istri erat dengan kata-kata cinta yang terus dia bisikan ditelinga sang istri.
Sedangkan ditempat lain seorang pria dan wanita sedang bergelung panas penuh hasrat berusaha mencapai puncak kebahagiaan dunia.
"Kau sangat kuat ternyata sayang" kata pria itu sambil meremas salah satu gunung kembar di dada wanita itu.
Selir Jang dengan tubuh seorang gadis cantik hanya tersenyum simpul dia menyamankan diri merasakan hangat dirahimnya dan merasakan pria disampingnya itu bermain-main dengan buah dadanya. Wanita itu melihat kearah langit dan tatapannya yang tadinya tenang berubah dingin dan menyeramkan.
"Anakku tau kita akan bergerak," kata Selir Jang pada pria itu.
"Anakku? Dia anakku juga ratuku," kata pria itu sambil berpindah tempat kesamping Selir Jang sedangkan wanita itu bangun dari tidurnya dan mengambil kemeja yang tadinya dipakai si pria lalu berjalan menuju balkon kamar yang langsung menghadap gunung yang tertutupi pepohonan rindang tapi dimata wanita itu dia bisa melihat para anak buahnya sedang menyempurnakan diri walaupun tidak terlalu sempurna paling tidak tenaga mereka bisa menghabisi seluruh keluarga kerajaan dan orang-orang yang tidak mau tunduk dibawah kekuasaannya. Wanita itu tersenyum dingin dan mengerikan merasa dirinya pasti bisa menguasai negeri ini. "Aku kembali dan tidak ada yang bisa menurunkanku lagi termasuk dirimu nak," kata Selir Jang sambil melihat sekeliling dengan smirknya.
Matahari yang tadinya masih tidur nyenyak mulai menunjukkan diri berusaha melakukan tugasnya yaitu menyinari bumi dan menghangatkan daratan dan lautan juga seluruh makhluk hidup termasuk seorang gadis atau bisa dibilang mantan gadis. Rubi menggeliat pelan merasakan udara dingin dari pendingingin ruangan yang langsung menerpa kulit mulusnya yang penuh dengan tanda cinta dari sang pangeran Joseon.
Rubi membuka matanya menyesuaikan cahaya remang-remang dari cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah tirai jendela. Rubi melihat kesamping dan tidak menemukan sang kekasih entah kemana pangeran tampan itu pagi-pagi sekali meninggalkannya sendirian setelah kegiatan panas mereka tadi malam yang entah sampai jam berapa yang pasti saat dia tertidur pun Jerico masih melakukan aksinya.
"Akkkhhh... badanku remuk rasanya," gerutu Rubi pelan saat mencoba duduk.
"Aduh... sakit," desis Rubi saat mencoba untuk turun. Wanita cantik itu mendesis pelan saat merasakan area bawahnya perih dan nyilu menjadi satu membuatnya takut-takut untuk buang air tapi kalau tidak buang air dia tidak bisa menahannya.
"Rubi kau bisa ayo ayo kau bisa." Dengan tertatih Rubi mencoba berjalan menuju kamar mandi tentu dengan sumpah serapah yang dia ucapkan pada Jerico yang seenaknya saja meninggalkannya setelah menikmati tubuhnya semalam suntuk.
"Aakkhhhh...." Rubi berteriak tertahan karena terkejut tiba-tiba tubuhnya melayang digendong oleh seseorang yang ternyata Jerico.
"Jer... kau mengagetkanku," gerutu Rubi yang membuat Jerico tersenyum lebar.
"Aku tau kau kesakitan dan menyumpahiku." Rubi diam tercengang dia lupa siapa kekasihnya ini.
"Bukan kekasih sayang tapi suami mu." Jerico menurunkan tubuh polos Rubi didalam bathup yang sudah berisi air hangat yang sudah disiapkan oleh Jerico. Rubi melihat Jerico dengan wajah penuh tanya dan itu disadari oleh Jerico, Jerico menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Rubi. "Kita sudah menyatu sayang otomatis kita sudah suami istri, sabar ya kita akan resmikan saat semua sudah beres." Jerico menutup kata-katanya dengan kecupan singkat dibibir Rubi.
"Mandilah, bibi mu tercinta sudah memasakan makanan enak untukmu," kata Jerico sambil berbalik akan keluar.
"Baik paman," jawab Rubi sambil cekikikan. Jerico yang mendengar itu berhenti dan menoleh pada sang istri, pangeran tampan itu langsung menerjang bibir Rubi.
"Kau harus dihukum sayangku." Dan kejadian semalam terulang lagi di kamar mandi.
"Kemana mereka berdua?" Gerutu Chaeyong sambil menyajikan makanan dipiring sang suami.
"Sabarlah Chae namanya juga pasangan baru, kau dulu juga begitu malah tidak keluar beberapa hari," gurau sang ibu yang membuat seluruh orang yang dimeja makan tertawa geli dan Chaeyong langsung wajahnya memerah malu.
"Oh iya semuanya setelah makan ada yang aku ingin bicarakan terutama untuk Jerico, Rubi, Andy dan Celia." Andy dan Celia yang disebut namanya menampilkan wajah berbeda, jika Celia menunjukkan wajah bingung dan penasaran berbeda dengan Andy yang wajahnya tegang seperti tau sesuatu.
"Baik paman tapi sebelum itu bolehkah aku menikahi Celia dulu?" Kata-kata Andy membuat seluruh orang dimeja makan itu jelas tercengang bahkan Chaeyong sudah menggerutu bersiap memarahi sang adik tapi ditahan oleh sang suami.
"Mereka memang masih kecil tapi ini satu-satunya cara supaya berhasil," kata ibu Jaemin pelan tapi masih bisa didengar semua orang.
"Cel, kau tau kan maksud Andy nak? Kalau kau tidak siap tidak apa nanti kita bantu Andy supaya bisa re-"
"Bisa, aku bisa mommy aku siap." Celia memotong kata-kata ibu Andy dan jawaban gadis muda itu membuat yang lain tercengang. "Malam ini oke?" Kata Celia sambil mengedipkan sebelah matanya genit.
"Ya Tuhan keponakanku kenapa binal sekali," kata Chaeyong sambil memegang tengkuk nya yang sakit.
"Andy, jangan kasar-kasar," peringat sang daddy yang langsung diangguki Andy membuat yang lain menggeleng pelan.
"Akhirnya kalian datang juga pasangan baru," sindir Chaeyong saat melihat Jerico dan Rubi yang datang dengan bergandengan tangan mesrah. "Utututu... love bird kami romantis sekali." Chaeyong mencubit pelan kedua pipi Rubi.
"Jangan sakiti wanita ku kak," kata Jerico sambil memukul tangan Chaeyong yang masih mencubit pipi chubbi Rubi.
"Haisss... posesif." Chaeyong duduk dikursinya dan memakan makanannya sambil wajahnya seperti terus mengejek sang adik.
"Duduk Jer jangan hiraukan kakakmu. Ayo Rubi makan." Ibu Jerico menarik pelan tangan Rubi untuk duduk disampingnya.
"Jer setelah makan paman mau mengatakan sesuatu padamu dan Rubi lebih tepatnya pada kalian semua." Jerico dan Rubi hanya diam melihat kearah sang paman tapi perbedaan mereka Jerico seperti tau apa yang akan dibahas sang paman berbeda dengan Rubi yang diam dengan ekspresi bingung.
"Baiklah," jawab Jerico lalu kembali makan begitu juga dengan Rubi yang menjawab Paman Jerico lalu kembali makan.
Mereka makan dengan tenang dan menyenangkan layaknya keluarga besar yang harmonis dan bahagia seperti tidak ada bahaya yang mengancam mereka padahal mereka tau musuh mereka bukan orang biasa.
"Yang Mulia... Yang Mulia... gawat... gawat...." Winhui masuk ke paviliun para pangeran dengan panik bahkan sangking paniknya gadis itu sampai-sampai tidak menggunakan alas kaki.
"Ada apa Winhui? Kau kenapa?" Tanya ibu Jerico ikut panik.
"Itu... itu..." Winhui sampai-sampai tergagap sangking panik dan ketakutannya.
"Mereka mulai bergerak," kata Jerico dingin dan dibalas anggukan ayah dan ibu Haesoo membuat semua orang yang ada disana menjadi tegang.
"Kita harus bersiap peperangan akan terjadi." Semua menoleh pada ayah Haesoo dengan mimik wajah tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILA || Noren
Fiksi PenggemarCerita ini mengandung adegan dewasa 21+ dimohon para readers yang masih dibawah umur bisa melewati cerita ini. Terima kasih... Ketika cinta, kasih sayang dan persahabatan mengalahkan kegelapan dan kejahatan. Rubi dan Celia anak yatim piatu yang haru...