Part 7

160 55 15
                                    

"Kamu harus fokus belajar dan raih cita-citamu, agar nantinya, kamu tidak direndahkan oleh mereka yang memiliki segalanya."

Happy Reading!

*
*
*
*
*

"Lutut kamu kenapa?" tanya anak laki-laki berkulit sawo matang dengan potongan rambut crew cut itu.

Saat ini, Zean sedang berada di teras rumahnya. Tadi, saat Zean ingin membersihkan jendela rumahnya, ia melihat saudara kembarnya yang berjalan kearah rumah dengan sandal ditenteng dan lutut yang berdarah. Bisa Zean duga bahwa sandalnya putus, maka dari itu kembarannya tidak menggunakannya.

Anak laki-laki yang ditanya itu enggan menjawab pertanyaan Zean. Namun, Zean seakan paham dengan keterdiamannya. Sudah dipastikan bahwa kembarannya ini didorong oleh Roni, anak seusianya yang selalu bersikap kasar terhadap kembarannya.

"Kan aku udah bilang jangan main sama meleka, kamu sih nggak dengelin aku," ucap anak laki-laki itu, Zeanno Raskala Aaraga.

Anak laki-laki yang tengah dimarahinya menunduk  lemas, "Tapi kan aku mau main sama meleka," ucapnya sembari meremas kuat tangannya. "Main sama kamu nggak selu, kamu nya diem mulu kaya patung pinggil jalan," lanjutnya anak laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengan Zeanno, yakni Deanno Reskala Aaraga.

Zean dan Dean merupakan saudara kembar. Meski kembar, mereka memiliki kepribadian yang jauh berbeda. Zean yang sangat pendiam dan tidak suka berbicara, sedangkan Dean yang sangat aktif berbicara maupun bermain.

Dean selalu mengajak kembarannya, Zean untuk bermain, namun Zean selalu tidak mau. Sekalipun mau, Dean akan sangat kesal karna Zean hanya diam ketika diajak ngobrol. Kurang seru, katanya.

Dean lebih suka bermain, sedangkan Zean lebih suka berdiam dirumah membantu kakaknya untuk beberes ataupun mengerjakan tugas sekolah.

Zean menatap kembarannya dengan datar. "Gimana aku nggak diem mulu, kamu nya aja suka nyelocos panjang lebal, bikin kuping ku sakit tau!" ucapnya dengan keras.

Dean merasa tak terima dengan ucapan kembarannya itu, "Kamu bilang aku suka nyelocos? Enak aja! Aku itu cuma suka ngoblol tau! Kamu nggak seru sih jadi olang makanya begitu!" balasnya.

"Terselah kamu! Intinya meleka itu nggak mau main sama olang kayak kita. Kamu kan dengel sendili waktu itu meleka bilang kalau kita nggak selevel sama meleka,"

Dean mengernyit tak mengerti maksud dari perkataan Zean, "Nggak selevel itu maksudnya apa Zean?" tanyanya dengan wajah yang terlihat polos.

Zean menghela napas lelah, "Udah lah kamu nggak pelu tau. Cukup tau kalo meleka nggak mau main sama kamu!" tegasnya.

Zean kemudian bergegas pergi meninggalkan Dean yang sedang terdiam memikirkan ucapannya.

Memang, di antara mereka berdua yang paling mengerti tentang banyak hal itu Zean. Maka tak heran jika Zean tak mau ikut bermain dengan temam rumah atau sekolah yang sebaya dengannya karena ia sudah paham kata-kata yang dikeluarkan oleh mereka merupakan kata penghinaan untuk dirinya dan Dean.

Dean duduk diteras rumahnya, menselonjorkan kedua kakinya yang terasa perih karena luka yang masih basah dengan darah.

"Sini aku obatin," ucap Zean sembari membuka betadine yang akan dituangkan ke kapas

Dean menggeleng, menutupi luka di lututnya. "Nggak mau, pelih Zean," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kalau nggak di obatin nanti tambah palah, kaki kamu bisa ilang. Memangnya kamu mau jadi nggak punya kaki?"

Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang