Part 9

106 42 6
                                    

Rasen mengerjap-ngerjapkan matanya, tubuhnya yang tadi menelungkup di ranjang UKS, kini ia tegapkan—karena merasa pegal-pegal di punggungnya.

Rasen menatap ranjang yang sudah terlihat kosong, kemana gadis itu? Pikirnya.

Tanpa sengaja, pandangannya melihat sebuah kotak yang berisi kapas dan betadine terletak di ranjang. Apa mungkin Nesya yang menaruh kotak obat itu? Apa kotak itu sengaja di taruh dekatnya, agar ia bisa mengobati luka lebam di wajahnya? Tapi, apa mungkin gadis yang membencinya itu menjadi peduli padanya?

Entahlah, Rasen tidak ingin terlalu kepedean akan hal itu. Toh, bisa saja kan Nesya sedang mengobati lukanya sendiri, dan lupa untuk meletakkan kembali kotak itu pada tempatnya. Disaat Rasen tengah menepis pemikirannya akan gadis itu, nyatanya pemikiran tersebut didukung oleh secarik kertas yang berada di atas nakas—sebelah Rasen.

Dengan wajah yang kebingungan, Rasen mengambil kertas itu dan membukanya.

Rasen terkekeh saat membaca kalimat terakhir di surat itu, "Bisa gitu ya, baik karena kesetanan?" Monolognya dengan senyum yang mengembang di bibirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasen terkekeh saat membaca kalimat terakhir di surat itu, "Bisa gitu ya, baik karena kesetanan?" Monolognya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

Dia yang terlihat jahat, ternyata ada sisi baiknya juga. Hanya saja, dia terlalu gengsi mengatakannya, pikirnya sembari menyimpan surat itu ke dalam kantong celananya.

*****

Rasen melangkahkan kakinya di kooridor sekolah—menuju kelasnya, setelah selesai mengobati luka di wajahnya. Langkahnya terhenti kala melihat segerombolan kakak kelas—biang onar, tengah berkumpul di pohon. Gerombolan laki-laki terlihat sedang memegang sebuah tas yang sangat dikenalinya. Dengan langkah cepat, Rasen menghampiri gerombolan itu, untuk memastikan bahwa tas yang sedang dipegang oleh Alex—kakak kelasnya, benar tas dirinya atau bukan.

"Kak, itu tas saya," pekik Rasen kala melihat bahwa tas itu benar miliknya.

Gerombolan laki-laki itu menoleh, salah satu dari mereka tersenyum miring saat mendengar penuturan adik kelasnya itu. Laki-laki itu adalah, Alex—kakak kelasnya yang kerapkali mengganggu Rasen.

Alex lantas mengeluarkan semua barang yang berada di dalam tas Rasen, dan melemparnya dengan asal. Rasen mendekat, namun langkahnya ditahan oleh kedua orang yang tak ia kenali.

"Kak, tolong, jangan apa-apain tas saya," pintanya dengan tatapan memohon.

Alex tertawa kencang, "Dih, siapa lo berani merintah gue?" Tanyanya sarkas.

"Kak, saya mohon,"

Alex menatap sekitarnya yang sudah ramai dikerubungi oleh siswa-siswi di sekolah itu. "Teman-teman yang sangat gue hormati, kalau tas si miskin ini gue rusak? Setuju nggak?" Tanyanya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang