Part 23

91 40 22
                                    

"Gimana rencana ulang tahunmu, Nes?" Tanya Afka pada Nesya yang berada di hadapannya.

Nesya hanya diam, enggan menjawab perkataan sang Papa.

"Kalau Papa tanya tuh dijawab, jangan diam aja!" Kesal Afka sembari menatap tajam Nesya.

Rina yang sejak tadi diam melihat ada jarak diantara anak dan ayah itu pun merasa heran, "Kalian lagi marahan?" Tanyanya menatap anak dan juga suaminya.

"Tanya aja sama suami Mama yang paling TINGGI levelnya," ketus Nesya dengan wajah datar.

Rina menolehkan kepalanya, menatap suaminya, "Kenapa sih, Mas?"

Afka menghembuskan napasnya, "Anakmu itu, lho, mau menjalin hubungan sama cowok yang nggak punya apa-apa. Bahkan untuk makan aja dia susah," katanya memberi penjelasan.

Sejujurnya Afka tidak melarang Nesya berhubungan dengan siapapun. Akan tetapi, masalah ekonomi bukanlah hal yang sepele. Susah payah ia berjuang untuk membahagiakan putrinya, masa iya, dia rela begitu saja jika putrinya diajak susah?

Rina mengernyit heran, "Apa salahnya? Kalau mereka saling suka ya nggak apa-apa."

Nesya mengangguk semangat—menyetujui pendapat Mamanya, "Tuh, kan. Benar kata Mama, Pa. Emang Papa aja yang lebay!" Tukasnya.

Afka mendelik tak suka, "Lebay dari mana? Nggak ada satupun orang tua yang mau anaknya diajak hidup susah," ujarnya penuh penekanan.

"Ya tapikan mereka baru dekat doang, Pa. Bukan mau menikah," ujar Rina sembari menghela napas.

"Tapi dia itu kerja sebagai badut, Ma," balas Afka memberi tahu.

"Ya bagus, dong?"

"Bagus dari mana?" Tanya Afka sinis.

"Ya baguslah dia bisa berdiri di kaki sendiri, dibandingkan yang lain? Modal duit orang tua," ujarnya sembari memegang tangan Nesya.

Nesya mengangguk setuju, "Tuh, kan! Apa aku bilang? Lebih baik sama cowok yang pekerja keras, daripada sama cowok yang bisanya cuma minta-minta sama orang tua! Papa sih keras kepala banget."

"Papa tetap nggak setuju," jawab Afka santai.

"Ya udah, nggak akan ada pesta ulang tahun," balas Nesya sengit.

Rina menghela napas, perdebatan antara anak dan ayah ini sangat menguji kesabarannya. "Mama udah relain cuti lho, Nes. Masa nggak ada pesta?"

Pasalnya, ia baru bisa merayakan hari kelahiran anaknya di tahun ini—setelah bertahun-tahun tidak bisa merayakannya karena kesibukan.

"Salahin anakmu. Demi cowok itu dia sampe rela ngorbanin orang tuanya," sungut Afka kesal.

Nesya mendelik tak suka, "Oke, pestanya akan tetap ada. Tapi, aku akan undang Rasen," Ucapnya yang langung melenggang pergi dari ruang keluarga itu.

"Apa-apaan? Papa nggak—"

"Udah, Mas, turutin aja maunya Nesya," sela Rina menahan lengan Afka yang ingin mengejar Nesya.

Afka hanya bisa menghela napas pasrah. Biarlah kali ini ia turuti kemauan putrinya—sebagai salah satu hal terindah, di hari specialnya nanti.

*****

Nesya melangkahkan kakinya memasuki gang sempit menuju rumah Rasen. Di tangannya, terdapat 4 undangan berwarna pink yang ditujukan untuk Rasen dan ke-3 adiknya.

Ya, setelah perdebatannya dengan Afka, Nesya bertekad untuk mengundang Rasen dan adik-adiknya di hari specialnya. Nesya ingin, di hari bahagianya, ia dikelilingi oleh orang-orang yang ia sayangi. Dan Nesya ingin memberikan kesan yang berbeda di ulang tahunnya kali ini. Karena sebelumnya, ia selalu merayakannya sendirian—tanpa kedua orang tuanya.

Langkah gadis itu terhenti kala melihat seorang cowok yang tengah fokus menulis di kertas yang ada di meja. Ia menduga, cowok itu tengah menulis sesuatu di kertas itu. Namun, yang menarik perhatiannya adalah, cowok itu menulis di secarik kertas berwarna pink—warna kesukaannya.

"Rasen?" Panggil Nesya yang membuat cowok itu kaget dan menyembunyikan kertas yang ada di meja.

Rasen tergugup saat melihat Nesya ada di hadapannya, "N-Nesya? K-kkamu ngapain di sini?"

Nesya melihat ke arah kertas yang berada di belakang tubuh Rasen, "Kamu lagi ngapain, sih? Terus itu, nulis apa?" Tanyanya penasaran.

Rasen lantas berdiri, semakin menyembunyikan kertas itu dibelakang tubuhnya. "Bukan apa-apa," jawabnya sembari menggelengkan kepalanya."

Nesya hanya mengangguk, tak ingin bertanya lebih—takut cowok itu terlihat tidak nyaman, "Aku ke sini mau ngasih kamu dan adik-adikmu undangan," ujarnya sembari menyodorkan 4 undangan berwarna pink itu, "undangan pesta ulang tahunku," lanjutnya dengan senyum yang terpatri diwajahnya.

Rasen mengangguk, tangannya lantas menerima undangan yang disodorkan gadis itu, "Makasih udah undang aku sama adik-adikku," jawabnya tersenyum kaku.

Nesya tersenyum tipis, "Kamu, pasti datang, kan?" Tanyanya dengan wajah sendu.

Sebenarnya Nesya sedikit ragu untuk mengundang cowok itu. Karena, Nesya takut cowok itu tidak akan datang—mengingat hubungannya yang sudah renggang. Akan tetapi, di hari specialnya di tahun ini, ia berharap akan dihadiri oleh orang-orang tersayangnya.

Rasen terdiam mendengar pertanyaan itu. Entah jawaban apa yang harus ia keluarkan dari mulutnya—dirinya begitu bingung saat ini.

Jangankan datang ke ulang tahun gadis itu, mengiriminya hadiah saja ia tidak berani—mengingat permintaan dari papanya gadis itu.

Namun, perihal hadiah, Rasen bertekad akan tetap memberikannya tepat di hari ulang tahun gadis itu.

"Aku pasti datang."

Ya, demi gadis itu, ia rela datang kembali ke rumah yang sempat menjatuhkan harga dirinya.

Demi gadis itu, ia rela bertemu lagi dengan Afka—meski sudah berjanji akan menjauhi Anesya.

Tapi, ini semua ia lakukan demi kebahagiaan. Kebahagiaan dari gadis yang bernama, Anesya Sharletta Adelard.


Bersambung...

Jangan lupa like&komen, makaciiii🫶🏻🫶🏻🫶🏻

Instagram : wp.sippyteaaa


Jakarta, 12 Oktober 2023.

Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang