Saat ini, Rasen dan Nesya sudah berada di parkiran sekolah. Setelah mendapatkan izin, mereka berdua memutuskan untuk segera pulang—terutama Rasen.
"Sepeda lo baru?" Tanya Nesya saat melihat sepeda Rasen yang berbeda dengan yang sebelumnya di parkiran.
"Aku juga nggak tau, Nes," tutur Rasen.
Setelah berdebat atas panggilan Kakak yang disematkan oleh Rasen untuk Nesya, mereka berdua akhirnya sepakat untuk menggunakan nama saja tanpa embel-embel 'kak'.
Nesya mengernyit kala mendengar penuturan cowok itu, "Kok nggak tahu? Kan, kamu yang beli?"
"Aku nggak beli. Lagian, duit darimana aku bisa beli sepeda sebagus ini?"
"Terus kalau nggak beli, apa dong?"
Rasen menghela napasnya, "Tadi pagi ada orang yang datang ke rumah bawa sepeda, katanya itu untuk aku."
"Kamu nggak nanya itu dari siapa?"
"Aku udah nanya berkali-kali, tapi katanya dari seseorang yang nggak mau disebutkan namanya. Aku juga udah mastiin kalau sepeda itu benar untuk aku atau bukan, tapi katanya itu memang untukku."
"Kok aneh ya?"
"Aku juga bingung," balas Rasen.
"Lo tau? Tadi gue ke ruang BK untuk ngelapor kasus tadi dan bu Laras bilang, sebelum gue yang datang udah ada seseorang yang datang untuk ngelaporin kasus itu. Dan orang itu, berhasil buat bu Laras menghukum para pelaku. Berarti, orang itu cukup berpengaruh di sekolah ini, 'kan?"
"Kamu ke ruang BK untuk ngelapor?" Tanyanya yang dibalas anggukan oleh Nesya.
"Kan aku udah bilang nggak—
"Itu udah kelewatan, dan harus ditindak tegas!" Sela Nesya.
Rasen hanya menghela napas, dirinya begitu takut terjadi sesuatu jika gadis itu ikut campur dengan urusannya.
"Makasih ya, Nes," ujarnya sembari tersenyum tulus.
Glek
Nesya menatap senyuman itu, sangat manis, pikirnya.
"Sama-sama. Gue ikut ke rumah lo, ya?"
Rasen mengangguk, "Nggak takut dicariin nanti?"
Nesya mengerucutkan bibirnya, "Lo kan tau orang tua gue diluar kota. Lagipula, gue bosan kalau jam segini udah di rumah."
Rasen melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, jam segini sudah saatnya adik kembarnya itu pulang sekolah. "Tapi saya harus jemput Dean sama Zean dulu, nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa banget! Gue mau ketemu sama mereka," ujarnya bersemangat.
"SD Kemala, kamu duluan aja ke sana. Kalau harus iring-iringan bakalan lama, kan aku pakai sepeda."
Nesya mengangguk, "Okay."
"Yaudah, yuk." Ajaknya sembari menaiki sepedanya dan Nesya yang sudah memasuki mobilnya.
Dari kejauhan, ada seseorang yang menatap penuh makna ke arah keduanya—ralat, ke arah Rasen.
"Hanya ini yang bisa gue lakuin untuk balas budi ke lo, Sen."
******
Nesya sampai lebih dulu di SD tempat adik kembar Rasen menimba ilmu. Ditatapnya ke sekeliling yang begitu ramai oleh anak kecil yang menggunakan seragam putih-merah itu. Pandangannya tertuju pada seorang anak laki-laki yang tengah duduk sendiri di pinggir lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️
Teen FictionBagaimana rasanya mencintai seseorang yang pernah melakukan _bullying_ pada kita? Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang pernah bersikap sangat buruk pada kita? Bagaimana rasanya merindukan seseorang yang pernah menjadi momok mengerikan dalam hi...