Part 21

105 37 21
                                    

Hari terus berganti, tetapi, Rasen masih tidak menampakkan batang hidungnya di sekolah—membuat Nesya merasa resah akan sikap cowok itu yang terkesan menjauhi dirinya.

Bagaimana tidak menyangka seperti itu? Pesan yang Nesya kirimkan waktu itu tidak dibalas, ditelpon pun juga tak diangkat. Bahkan, Nesya juga berkali-kali datang mengunjungi rumah cowok itu—namun hasilnya nihil. Cowok itu tidak ada di rumahnya.

Nesya terus bertanya kepada Aluna akan sikap abangnya belakangan ini, namun, jawaban Aluna tidak membuat dirinya puas.

Saat Nesya bertanya ke teman sekelas cowok itu, alasan Rasen tidak sekolah karena sedang sakit. Akan tetapi, Nesya tidak pernah menemukan cowok itu di rumahnya.

Nesya mendesah kecewa kala dirinya lagi-lagi tak mendapati sepeda cowok itu di parkiran sekolah, dirinya pun langsung melangkahkan kakinya menuju kooridor sekolah.

"Sya!" Teriak seorang gadis yang pernah dekat dengannya, Laras.

Nesya menghentikkan langkahnya, mencoba tersenyum tipis kepada Laras.

"Ayo ke kelas bareng," ajaknya yang dibalas anggukan oleh Nesya.

Mereka pun melangkahkan kakinya menuju kelas.

"Lo kenapa sih, Sya? Keliatannya lemes gitu badan lo. Lo sakit?" Tanya Laras kala melihat tubuh Nesya yang tidak bersemangat.

Nesya menghela napas, "Nggak apa-apa, cuma sedikit kecapekan aja," jawabnya.

Nesya menyapukan pandangannya ke lapangan sekolah, betapa terkejutnya saat melihat cowok yang ia cari selama ini tengah terduduk di pinggir lapangan dengan memegang sebuah buku. Bisa ia lihat, cowok itu tengah belajar.

Nesya menghentikkan langkahnya—menatap Laras sejenak, "Ras, lo duluan aja ya ke kelas, gue mau ke sana dulu, bye." Ujarnya yang langsung meninggalkan Laras menuju lapangan.

Nesya membawa langkahnya semakin dekat dengan cowok itu, dan mendudukan dirinya disebelahnya.

"Rasen," sapa Nesya dengan canggung.

Rasen yang menyadari ada seseorang yang duduk disebelah—terutama gadis yang ia hindari hanya bisa menegang kala suara milik gadis itu mengalun di telinganya.

Rasen menutup bukunya sejenak, menolehkan pandangannya menatap gadis itu. "H-hai?" Balasnya tak kalah canggung.

Keduanya sama-sama terdiam, berkelut dengan pikirannya masing-masing. Entahlah, kenapa rasanya begitu canggung. Padahal, sebelumnya tidak pernah se-canggung seperti saat ini.

Setelah beberapa menit kemudian, Nesya pun memberanikan dirinya untuk membuka suara, "Lo kemana aja selama ini?"

Rasen tersenyum tipis, "Nggak ke mana-mana," jawabnya singkat.

"Kok pesan gue nggak pernah dibalas? Lo juga beberapa hari ini nggak masuk sekolah, dan juga ... lo nggak pernah ada di rumah, padahal gue selalu nyari lo ke sana," ungkap Nesya mencurahkan segala rasa penasaran yang membuncah dipikirannya.

"Lagi sibuk kerja, sama belajar. Kan, sebentar lagi ada test olimpiade ekonomi," jawab Rasen sembari menunjuk buku yang ada di genggamannya.

"Se-sibuk itu, ya? Sampai nggak bisa balas pesan gue," tanyanya lirih.

"Hidup saya bukan hanya tentang kamu, Sya," tuturnya datar yang membuat seluruh tubuh Nesya menjadi tegang kala mendengar penuturan Rasen.

Dalam hati cowok itu, ada rasa nyeri yang menjalar kala mengucapkan kalimat itu. Dirinya tau, kalimat itu sangat menyakiti hati gadis disebelahnya. Tapi, ia juga tidak bisa melakukan apapun selain membuat gadis itu benci kepadanya.

Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang