Part 15

90 35 8
                                    

"Ayo duduk, biar gue yang obatin," ujar gadis itu sembari menuntun seseorang untuk duduk di sofa yang telah disediakan di ruang UKS.

Nesya dan Rasen, kini keduanya sudah berada di ruang UKS untuk mengobati luka yang berada di wajah Rasen—akibat tindakan bullying di halaman belakanh sekolah tadi.

"Sorry ya." Ujar Nesya sembari menghadapkan wajah Rasen ke arah dirinya—agar lebih mudah mengobati.

"Sshh ..." ringis cowok itu.

"Tahan sebentar ya."

Rasen meringis kala merasakan nyeri di lukanya, "Pelan-pelan, Kak. Sakit."

"Ini udah pelan kok," balas Nesya.

"Ssshh ... udah kak sakit banget," ringis Rasen sembari menjauhkan kepalanya dari Nesya.

Merasa greget, Nesya akhirnya memegang kepala Rasen menggunakan kedua tangannya. "Diem. Kalau lo kayak gini, gue susah ngobatinnya. Gue udah pelan-pelan lho ini."

Akhirnya, mau tak mau Rasen menuruti ucapan kakak kelasnya itu.

Dengan telaten, Nesya mengobati semua luka yang ada di wajah dan tangan cowok itu menggunakan kapas yang sudah diisi oleh cairan NaCL untuk membersihkan luka dan juga mengoleskan obat merah. Tak lupa, Nesya juga meletakkan plester untuk menutupi luka yang ada di wajah cowok itu.

Setelah beberapa menit, akhirnya luka yang ada di wajah dan tangan Rasen sudah selesai diobati.

Nesya menghela napas berat, "Ini nggak bisa dibiarin, Sen, gue harus lapor ke guru BK!" Serunya dengan raut wajah yang serius menatap Rasen.

"Kak, udah, saya nggak apa-apa kok,"

Nesya memasang wajah kaget, "Nggak apa-apa gimana? Liat, wajah dan tangan lo aja luka-luka gini karna mereka, dan lo masih bilang nggak apa-apa?" Tanyanya tak mengerti akan pemikiran cowok di sebelahnya itu.

"Kak, percuma lapor ke guru ..." lirih Rasen sembari menyenderkan tubuhnya di senderan sofa.

"Percuma gimana? Ini udah keterlaluan, Sen."

"Saya udah sering ngelapor ke guru atas tindakan yang saya dapat, Kak," ujarnya sembari menatap gadis disebelahnya, "mau tau jawaban mereka apa?" Tanyanya yang dibalas anggukan oleh Nesya.

Rasen memejamkan matanya sejenak—mengingat kembali momen di mana dirinya melaporkan kasus bullying yang diterima olehnya ke guru, "Guru-guru bilang, sebenarnya mereka hanya bercanda ke saya karena ingin berteman, hanya saja caranya yang salah."

Nesya mengepalkan kedua tangannya, "Dan lo nggak ngelak akan hal itu?"

Rasen tersenyum, "Saya ngelak, Kak. Saya udah bilang kalau hanya mereka saja yang tertawa, sedangkan saya tidak—itu namanya bukan bercanda, melainkan perundungan. Tapi, apa guru-guru peduli? Nggak, Kak. Apalagi orang-orang yang melakukan perundungan ke saya punya power yang kuat terhadap sekolah ini," lirihnya sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Nesya menggigit bibirnya, dirinya turut merasakan sakit yang dialami oleh Rasen.

"Sen, tapi ini nggak ada adil buat lo ..." lirihnya dengan mata yang mulai memanas.

Entahlah, dari lubuk hati terdalam, Nesya merasakan sakit yang luar biasa saat melihat perundungan yang diterima oleh Rasen. Betapa jahat dirinya dulu yang rela melakukan itu terhadap Rasen dan yang lainnya?

"Kok nangis?" Tanya Rasen kala mendapati mata gadis disebelahnya ber-air.

"Gue ngerasa bersalah, Sen. Dulu, gue salah satu bagian dari mereka," lirihnya dengan terisak kecil.

Rasendra; i love you, but.. [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang