{🌉} Senja dan Malam.

18 2 2
                                    

Kemilau sinarmu dari pancaran senja yang perlahan meredup berganti dengan gelapnya malam.

Serayu Amaya.

Ini tentang aku yang berteduh dengan memandangi senja yang mulai terbenam, sampai kamu datang di perempat waktu bersama menyapa malam.

Akara Alarain.

Sepulang berkeliling bersama Fariz, malam pun datang bersama dinginnya. Tulang ini kembali ditusuk suasana mencekam, Serayu masih memandangi langit lewat balkon kamar.

"Mah, anakmu akhirnya ngerasain lihat langit malam dari balkon."

Hari ini Serayu kembali belajar lewat Fariz yang berkali-kali mengutarakan perasaannya tanpa bosan, seiring waktu bisakah nanti dia menerima sosok seperti Fariz?

Meski hanya fatamargana perasaanku di matamu, aku takkan berhenti, Ra. Katanya sangat membekas.

"Tapi aku masih sangat mengagumi bulan dan langit," lirih Serayu dengan mata berkaca-kaca, selalu begini ketika dia sudah terlarut dalam buaian ketenangan sang malam. "Keindahannya berkali lipat sekarang, ditemani ribuan bintang."

Bulannya tidak lagi sendiri, benar-benar perpaduan sinar yang menyilaukan mata memandang.

"Bulan memang indah, Ra. Aku sempat bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki sinar seterang bulan itu," seru seorang perempuan yang tanpa sengaja mendengar lirihan Serayu. Dia-Yesa. "Tetapi aku membuangnya dan mungkin sekarang dia menyimpan kebencian untukku teramat dalam?"

Yesa mulai bercerita mengenai lelaki yang pernah dia sia-siakan ketulusannya, dia padamkan kobaran perasaanya, serta dia campakkan kehadirannya.

"Dia bisa saja membenci seperti yang kamu pikirkan, tetapi tidak ada yang bisa benar-benar membenci seseorang yang pernah menempati hati serta sedikit mengobati lara hati walau hanya pura-pura." Serayu mengucapkan sebuah kalimat yang sekiranya akan membuka pemikiran Yesa.

Karena sebenci apapun kita pada seseorang, sewaktu-waktu takdir selalu punya cara membuatmu kembali teringat sosoknya. Meski berulang kali berjanji takkan menoleh barang sebentar, tetapi saat mendengar langkah kakinya mendekat, suara hatimu yang terdalam akan merespon dengan gerakan singkat.

Karena semua tidak benar-benar sembuh seperti katanya.

"Kamu benar, tetapi aku sungguh menyesal," seru Yesa dengan menundukkan kepala.

Serayu mengembuskan napas pelan. "Mereka yang kamu sakiti tidak meminta penyesalanmu, tetapi kesadaran atas luka yang kamu tancapkan."

Sebab manusia harus kehilangan dulu baru sadar dan akhirnya timbul sebuah penyesalan.

"Begitu, ya?" Serayu mengangguk mantap.

"Hargai pemulihannya, jangan sengaja mendatanginya untuk menebus semua salahmu, karena itu hanya akan menambah luka baru."

Seseorang yang pernah disakiti tidak butuh sebuah penyesalan, terkadang hanya butuh ketenangan sebelum berdamai dengan sumber sakitnya.

"Kamu benar-benar seindah senja, Ra."

Serayu tidak setuju. "Tidak, Sa. Aku pengagum sang malam, Serayu Amaya."

Yellow (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang