Aku tahu kamu memaksakannya, tetapi jangan kembali memperlihatkan lukamu padaku, Ka. Aku mohon kembalilah padanya, di tempat seharusnya kamu berada.
Serayu Amaya.

Kembali dari kunjungan Serayu merenungi dan menyerap setiap pembelajaran yang ia dapati hari ini. Laras menyambut kedatangannya dengan segera mengambil alih keranjang yang berada di genggaman Serayu. Laras begitu perhatian mengarahkan Serayu untuk duduk, dan memberinya minum.
"Bagaimana sensasinya, Ra?" tanya Laras tersenyum jahil.
Serayu memutar bola matanya malas. "Cukup mematikan, ya."
Laras tertawa kecil, terlihat sekali raut tertekan milik Serayu. "Belajar, Ra. Kamu ga tahu kalau Kak Ane lebih tertekan, bahkan sama mentalnya keguncang oleh perkataan Nek Emi."
"Kak Ane?" beo Serayu, dibalas anggukan dari Laras.
"Coba berbagi cerita dengannya, Ra."
🌅🌅🌅
"Bukankah arah rumahmu ke sini?" tanya Razib melihat Akara mengambil rute jalan berbeda. "Jangan bilang kamu akan ke jembatan itu lagi, Ka?"
Akara mengangguk. "Senja hari ini indah, Zib. Mau lihat bersamaku? Kamu harus coba sekali saja, pasti akan betah."
Razib menggeleng, dia tidak satu pendapat dengan Akara kali ini. Karena Razib ternyata begitu membenci senja; senjalah yang membawa kebahagiaannya pergi, senja juga yang mengantarkan dirinya pada gerbang kegelapan, maka bagian mana yang harus ia sukai dan kagumi dari senja yang katanya selalu pergi dengan indah?
"Aku muak dengan senja yang kamu banggakan, Ka," lirihnya membuat Akara terdiam.
"Aku tidak peduli kamu suka atau tidak, silahkan pergi duluan, aku akan menyusul setelah berpamitan padanya."
Tanpa berkata apapun Razib pergi dengan tangan terkepal.
Sementara Akara terus membawa kedua kakinya mendekat pada batas jembatan, kepalanya mendongak melihat langit berwarna jingga. "Senja telah tiba, bertepatan dengan hadirnya dia." Entah tertuju pada siapa perkataannya.
Dari kejauhan Serayu muncul dengan membawa sebuah surat—surat yang berasal dari Fariz. Lelaki itu akhirnya mengiriminya surat hanya sekedar menanyakan kabar dan rutinitas Serayu saat tidak ada dirinya. Dia sama sekali tidak menyadari jarak antara dirinya dan Akara yang semakin dekat.
Akara mengalihkan pandangannya mendengar langkah kaki yang berhenti tepat di belakang dirinya, dan saat dia berbalik; bersamaan juga dengan Serayu yang mendongak.
Waktu seakan berhenti, apa memang selalu berhenti setiap mereka berdekatan seperti ini? Oksigen menipis, tatapan keduanya terkunci satu sama lain. Sudah Serayu berusaha tegarkan hatinya, tetapi takdir selalu membawa dia ke titik temu mereka.
Dia yang tercipta untukmu akan kembali padamu sejauh mana langkah membawanya pergi.
Perkataan Nek Emi tiba-tiba saja terlintas.
"Ingin menemaniku?" Baru saja Serayu akan undur diri, sebuah sapaan menghancurkan dinding yang sudah dia bangun susah-payah.
"Maaf, tidak bisa. Mamah sudah menunggu dan pekerjaan rumah minta dikerjakan," balas Serayu menolak secara halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yellow (TAMAT)
Fiksi Remaja《 Diikutsertakan dalam cakra writing marathon batch 5 》 °°° "Mari bahagia dalam kemilau sinarnya sang senja, di bawah langit yang meredup." Serayu tak mengapa jika hanya memandang Akara dari jarak jauh, dia tak masalah bahkan jika Akara memiliki kek...