Deklarasi Cinta

1.1K 106 13
                                    


Setelah berpikir panjang, usiaku yang sudah menginjak 25 tahun, bukankah sudah saatnya menjalin hubungan cinta yang serius? Tentu saja yang ku pikirkan hanya Romeo. Dia selalu ada saat sulit, siap membantu apapun dan kapanpun aku butuh. Menghibur saat kecewa dan marah. Mengusap air mata ketika menangis. Membuatku tersenyum dan tertawa saat jenuh. Dia yang telah menghabiskan banyak waktu untuk menemaniku menyusuri kota sekedar mencari sandal jepit. Dia yang selalu sabar menemaniku kemana saja.

Malam ini kamar terasa pengap. Pikiranku penuh dengan nama Romeo. Benarkah aku telah jatuh cinta padanya tanpa ku sadari selama ini? Tapi bagaimana dengan getar-getar itu yang tak pernah ku rasakan saat dekat dengannya? Yang pernah ku rasakan dulu pada kak Edu palsu? Ya sudahlah, mungkin sudah takdirku untuk bisa merasakan getar asmara hanya sementara.

Beep.beep.beep. hp ku menerima satu kiriman sms.

Ay, nanti malam ku jemput ya? Temani aku ke pernikahan teman SMA. Love you Ay...
Sender; Romeo

Ku balas dengan dua huruf;
Ok.

Kamar kembali sunyi. Akhirnya ku putuskan besok adalah waktu yang tepat untuk menerima cinta Romeo yang selama ini sudah dia nantikan. Semoga dengan berjalannya waktu, cintaku padanya bisa tumbuh.

***

Aku sempat menelepon Ayu untuk meminta pendapatnya tentang rencanaku mendeklarasikan cinta pada Romeo. Dia sangat girang mendengarnya. Mungkin karena kekhawatiran sahabatku bahwa aku akan menjomblo abadi akan sirna. Sekian banyak teman lelaki pernah dia tawarkan padaku. Tapi tak ada yang ku gubris satupun. Ada yang tampan, yang mapan, yang anak borju, yang anak pejabat, yang pengusaha muda, yang juragan ayam, yang alim, yang berandal, yang bujang bahkan yang mencari bini kedua, semuanya ku tanggapi sambil tutup mata dan telinga.

"Kamu harus ke salon Bit. Malam ini kan special" saran Ayu.

"Lebay ah!"

"Eh, jangan gitu. Ini malam special, kamu melepas masa jomblo di usia 25 tahun. Jangan remehkan. Ini momen penting" ku pikir ada benarnya omongan Ayu. Akhirnya aku pergi ke salon yang dia rekomendasikan.

Setelah masuk salon, ada seorang gadis menyongsong kehadiranku.

"Mau apa mbak? Ada yang bisa di bantu?"

"Mau luluran sama facial" lalu gadis itu menuntunku ke ruang perawatan. Ruangannya bersih dan harum. Tempat tidurnya berseprei batik. Dindingnya berwarna krem. Meja di samping tempat tidur terletak alat-alat perawatan badan. Di sudut ruangan berdiri anggun vas tinggi berisi bunga sedap malam.

Gadis itu menyodorkan kain kemben batik padaku. Dia memintaku mengganti baju dengan kemben itu. Lalu setelah ku pakai dia memintaku tiduran di single bed. Dia mulai mengerjakan tugasnya membersihkan mukaku. Lama-lama ku perhatikan wajahnya familiar.

"Ehmmm...kayak pernah kenal ya mbak? Di mana gitu?" Ku pecah keheningan di antara kami. Dia cukup pendiam untuk ukuran terapis. Di salon langgananku semua terapisnya pandai mencairkan suasana.

"Iya. Saya juga tadi gitu mbake. Kayak pernah ketemu. Setelah saya inget-inget. Mbake ini temen SMP saya kan?"

"Namanya siapa mbak? Aku Bita"

"Ealah Bita...kok ayu banget sekarang. Pangling loh aku. Aku ini Shinta, teman sekelasmu di kelas 2E" tik-tok...tik-tok...otakku mulai menggali memori tentang masa SMP. Shinta? Anak penjagal sapi? Si kaya yang selalu bawa majalah Aneka Yess ke kelas? Yang sepatu dan jam tangannya on trend? Yang tasnya bermerk? Yang ngakunya kalo belanja ke matahari Jember? Yang kulitnya putih? Rambutnya hitam bergelombang? Wajahnya cantik? Ah, ndak mungkin.

Gadis ini kurus, kulitnya kuning langsat, rambutnya cepak. Dan mana mungkin seorang Shinta jadi pegawai salon? Bukankah dia anak orang kaya konon tujuh turunan?

Surat Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang