Tiba-tiba hapeku berdering. Nama Romeo muncul di layar.
"Hallo?"
"Hallo Ay. Kamu udah ajuin surat resignnya?"
"Belum sempet Rom. Masih sibuk"
"Tuh kan. Sejak dia nganter kamu pulang tempo hari, kamu jadi ragu untuk resign. Padahal sebelumnya kamu begitu yakin dan bersemangat untuk segera pindah kerja ke kantorku. Kamu nggak lagi deket sama Endra kan Ay?" Wait! Kalo yakin resign, itu benar. Tapi semangat sekantor sama dia itu fitnah. Tapi biarlah dia sekarang bicara apa. Tambah runyam urusannya jika ku sampaikan keberatanku tentang kalimatnya itu.
"Nggak. Ngapain aku deket sama dia"
"Bagus. Aku nggak suka kamu deket-deket sama dia. Pokoknya kamu harus segera resign. Kalo perlu pindah rumah sekalian, biar kalian nggak tetanggaan lagi" Permintaannya yang pertama masuk di akal. Tapi yang kedua? Sekate-kate dia kalo ngomong. Kalo bapak denger pasti udah mencak-mencak. Perjuangan keluargaku membeli rumah itu luar biasa, seenaknya dia bilang suruh pindah.
"Iya Rom, nanti kalo udah nggak sibuk pasti ku serahkan suratnya. Kamu sabar donk"
"Ya sudah. Yang penting kamu cepat resign. Bye Ay. Sampai ketemu nanti sore"
"Iya. Eh, tunggu Rom. Aku hampir lupa. Nanti kamu nggak usah jemput"
"Loh, kenapa?"
"Habis makan siang nanti aku mau ke kantor supplier di Surabaya. Ada meeting. Pulangnya sampe malem"
"Ya sudah. Aku anterin. Kalo malem malah gak ada bis"
"Jangan. Jangan. Aku nggak enak sama bos"
"Jangan bilang bos yang kamu maksud... si kunyuk itu?"
"Iya, dia" jawabku lirih. Aku sudah bisa membayangkan ekspresi Romeo saat ini. Pasti dia sedang gondok dan kesal.
"Trus sama siapa lagi?" Oke, nampaknya dia terkejut, tapi masih tenang.
"Nggak ada"
"Berdua?" Suaranya mulai panik.
"Iya"
"Yang bener aja Ay" tuh kan. Udah mulai membentak.
"Mau gimana lagi Rom. Ini kerjaan. Aku harus profesional"
"Ya ampun. Itu modus namanya. Jangan mau"
"Nggak mungkin Rom. Aku harus ikut. Ini meeting penting. Kebetulan supplier yang ini, aku yang handle sejak awal"
"Oke lah. Terserah kamu, mau aja di kibulin"
"Rom...kok marah sih?"
"Nggak. Nggak marah. Biasa aja. Bye Ay" tut...tut...tut...
"Hallo? Rom? Rom? Hallo?"
Ini pertama kalinya Romeo memutus sambungan telepon lebih dulu. Biasanya aku yang menutup duluan. Terdengar dari suaranya tadi dia begitu emosi. Semarah itukah dia padaku? Secemburu itukah dia pada Endra?
Sejujurnya, tuduhan Romeo nyaris benar. Semenjak Endra mengantarku pulang beberapa hari lalu, Endra sudah nggak segalak dulu. Dia sudah lebih lembut saat berbicara denganku. Jika ada pekerjaan yang salah, marahnya sudah tak semeletup-letup dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Merah Jambu
Fiksi UmumBita belum pernah bertemu dengan Edu, tapi dia yakin bahwa dia telah menemukan cinta pertamanya. Setelah sekian lama saling berkirim surat, kenapa Bita masih saja sulit bertemu dengan Edu? Bita mulai merasa ada yang janggal dengan sosok lelaki yang...