Chapter 9

39K 3.6K 85
                                    


Sisil tiba di rumah Bu Devia tepat pukul lima sore. Laras ia tinggalkan di kosan. Ia titipkan pada Pretty dan Tyas.

Rumah besar itu lengang. Ketika Sisil tiba, ia hanya disambut oleh Mbok Jum yang muncul dengan wajah lega begitu melihat mobil dinas Sisil terparkir di carport. "Wah, terima kasih lho, Mbak Sisil mau datang." Sambut perempuan berusia awal lima puluhan itu.

"Bu Devia sudah lama perginya, Bude?"

"Jam satu tadi. Mendadak kok."

"Oh,"

"Mbak Sisil mau minum apa? Biar Bude buatkan. Yang panas atau yang dingin?"

"Apa ajalah Bude. Nanti kalau haus, aku cari sendiri aja di belakang." Sisil bergerak masuk. Di dalam rumah yang penuh barang antik dan mungkin sebagiannya adalah artefak dari dinasti- dinasti tua di Tiongkok, atau dari Italia. Beberapa juga ada dari Jawa.

Sisil sama sekali tidak berani menyentuh benda- benda itu. "Eh, Kee lagi apa, Bude?"

"Biasa Mbak. Di kamar. Palingan baca buku."

Sisil manggut- manggut. Langkahnya langsung menuju kamar di lantai dua yang ditempati Kee.

Ketika mengetuk pintu, Sisil dapat mendengar suara bosan milik penghuni kamar tersebut. "Boleh masuk, Kee?"

Hening. Kemudian terdengar langkah- langkah kaki mendekat. Pintu terbuka, menampakkan ekspresi bosan yang menggemaskan bocah tujuh tahun itu. "Kamu datang," ujarnya. Bukan sebuah pertanyaan. Melainkan pernyataan.

Sisil hanya bisa mengangguk. "Boleh masuk? Kamu lagi apa sih di dalam? Baca atau main?"

Bocah itu melebarkan daun pintu, bermaksud mempersilahkan Sisil agar masuk. Kee termasuk bocah yang sangat ketat menjaga pribadinya. Selain Bu Devia, tidak ada lagi orang lain yang diperkenankan untuk masuk ke dalam kamar yang senantiasa terlihat rapi itu. Tidak ada satu benda yang bergeser sesenti pun dari tempatnya. Letaknya tetap seperti terakhir kali Sisil memasuki kamar ini.

Orang selanjutnya yang mendapatkan keistimewaan itu baru- baru ini adalah Sisil. Dan gadis itu berani taruhan, kalau bahkan bapak si Kee juga tidak pernah melihat isi kamar anaknya sendiri.

Terkadang Sisil heran dengan bagaimana bentuk hubungan ayah dan anak ini. Mereka seperti saling menjauh. Tidak perlu bertemu muka. Ada apa sebenarnya?

Gadis itu kemudian menggeleng. Mengetuk- ngetuk kepalanya sendiri karena pikirannya yang mengembara ke hal- hal yang seharusnya tidak perlu dipikirkannya.

"Sisil?"

"Hmmm? Ya? Kamu butuh apa, Kee?"

"Kamu pasti melamun ya?" hidung mancung bocah itu berkerut curiga. Kemudian ia menggeleng mirip banget sama orang dewasa. "Kenapa orang dewasa selalu menghabiskan waktu mereka dengan banyak melamun? Kan itu tidak produktif sama sekali!" kecamnya.

Sisil membelalakkan matanya. Hmmmh, anak ini! Pedes mulutnya benar- benar milik bapaknya.

***

Kee mengajak Sisil untuk menata ulang rak bukunya yang menjulang. Kamar bocah itu bahkan lebih luas dari kosan Sisil yang terbilang cukup besar untuk ukuran kamar kos. Meskipun ia harus menjejalkan aneka barang- barang, printilan, tetek- bengek yang sebenarnya tak perlu- perlu amat buat disimpan.

Koleksi buku Kee rata- rata ensiklopedia. Tentang burung, pesawat terbang, tanaman. Bahkan ada yang berbahasa Inggris pula. Tangan Sisil meraih sebuah buku hard cover bergambar kuda. Mengamatinya sejenak, sebelum bertanya. " Kamu suka kuda?"

Kee menoleh sekilas dengan tatapan meremehkan. "Emang kalau aku punya buku tentang kuda, lantas aku suka dengan binatang itu?" Mulutnya mengerucut lucu.

Miss SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang