Chapter 20

40.9K 3.4K 71
                                    


"Memangnya jam segini kamu mau ke mana?" Reagan mengamati penampilan Sisil yang rapi dan tampak berbeda pagi itu.

"Sekarang masih jam sepuluh, kan? Jemput Kee masih empat jam lagi." Matanya yang biru tajam dan dingin, berulangkali memindai penampilan sekretarisnya.

Sack dress warna hijau daun sage membalut tubuhnya dengan pas. Rambut yang digerai dibuat mengikal diujungnya,  jatuh ke pundaknya dengan cantik. Reagan terpaku.

Selama ini mereka memang jarang berinteraksi langsung. Kebanyakan tugas untuk Sisil didelegasikan lewat Dito. Namun, bukan berarti Reagan nggak tahu kalau sekretarisnya memang menarik.

Dia nggak seperti sekretaris Gatra yang terkenal karena berbodi aduhai, atau sekretaris Nares yang centil, atau sekretaris Rifat yang feminis, atau sekretaris pamannya-- Dharma-- yang oon- oon menggemaskan itu.

Sisil cekatan, mulutnya nggak pernah mengeluarkan bantahan, dan satu hal yang paling penting bagi Reagan adalah, Sisil nggak pernah sekali pun modus untuk menggoda atasannya.

Dan karena Dito kerap sekali meributkan cokelat, gantungan kunci dan magnet kulkas  ketika mereka melakukan perjalanan dinas ke luar negeri, dia jadi penasaran. "Kamu cari oleh- oleh buat siapa lagi? Your girlfriend? Bukannya sudah?" bertanya si bos dengan alis menukik heran.

"Buat Sisil, Pak. Dia nitip oleh- oleh."

"Who's Sisil? Your new girlfriend, uh?"

"Bukan. Sisil sekretaris Pak Reagan."

"Oh,"

Atau

Ketika bingung melihat Dito memilih gantungan kunci dan magnet kulkas di toko cendera mata bandara. "Kenapa lama sekali? Ini sudah mau boarding."

"Cariin oleh- oleh buat Sisil."

"Do you like her?"

Dengan bengong, Dito menunjuk dirinya sendiri. "Saya?" dengan mimik ngeri. Bukan berarti dia mendiskreditkan rekan kerjanya itu. Justru karena sudah terlalu banyak cowok- cowok dari kantor lain yang nanya- nanya tentang Sisil pada Dito. Bikin lelaki itu malas masuk barisan pengagum Sisil.

Saat itu, Dito menggeleng mantap. "Enggaklah, Pak. Kami profesional. Saya gak berani ganggu rekan kerja. "

Faktanya memang begitu. Sisil lebih dulu berada di Golden Epona ketimbang Dito. Pria itu baru masuk setelah Reagan menjabat sebagai CEO di kantor Ekspedisi dan distribusi itu.

Yang dia sukai dari gadis itu adalah, dia nggak  rese atau sombong dengan senioritasnya. Malah waktu awal- awal Dito masuk dia sempat bilang pada pria itu bahwa dirinya merasa terancam posisinya.

Untungnya, kontrak Sisil waktu itu masih tersisa setahun lagi.

Jadi, perusahaan memutuskan untuk tetap  mempertahankan posisi Sisil, hingga masa kontraknya berakhir pada bulan Desember nanti.

Ironisnya, menjelang berakhirnya kontrak tersebut,  Sisil harus mengemban tugas tambahan yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan pekerjaan kantor: jemput dan babysitting cucu kesayangan bos besar.

"Saya mau ke sekolah Kee, Pak. "

Alis Reagan yang pirang itu mencuat mendengar jawaban Sisil. "Ada acara apa?"

Sisil akhirnya mengeluarkan sepucuk surat dari tasnya. Mata Reagan menyipit menerima amplop berlogo nama yayasan yang menaungi sekolah Kee.

Ia mengerling ke arah Sisil sejenak, sebelum merobek amplop dan membuka isinya.

Miss SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang