Chapter 35

42.3K 3.6K 90
                                    

"Aduh! Mas Gagas!" Pretty berteriak panik. "Ijul!" suaranya membahana ke seluruh kos-kosan.  Beberapa orang langsung menghambur ke luar untuk melihat apa yang terjadi.

Pretty maju dan membungkukkan tubuh ke atas Gagas yang masih terbaring di atas paving block. "Mas Gagas?" gadis itu kemudian menekap  mulut dengan tangannya. Shock.

Sebab, ia melihat dengan matanya sendiri bagaimana Reagan seolah meluapkan amarahnya. Tinjunya betul- betul keras. Bahkan kalau nggak salah dengar, Pretty sempat menangkap bunyi " kraaak!"

Mungkin saja hidung Gagas patah. Tulang di rahangnya dislokasi. Yang jelas, Gagas sudah nggak bergerak lagi.

Tersungkur seolah baru saja diterjang oleh Hulk. Bedanya, yang ini nggak berwarna hijau.

Ia mengalihkan tatap ke arah Reagan yang berdiri dengan napas memburu, menatap geram ke arah tubuh Gagas.

Sungguh, ia tidak bisa menahan amarahnya yang membuncah begitu saja. Dadanya seolah dilalap api cemburu. Tidak rela mendengar Sisil dibicarakan dalam konteks tidak senonoh.

Bajingan!

"Kenapa ini, Mar?" itu suara Ijul yang muncul di belakang tubuh kekasihnya. Pria berambut keriting itu melongo melihat Gagas sama sekali tak bergerak. "Ini kenapa, Mar?"

Pretty menggeleng. "Aku nggak tahu, Jul." Tatapannya takut- takut mengarah ke Reagan yang tengah mengambil ponsel dari saku jasnya.

"Dit, masuk ke sini. "

Sebentar kemudian, masuklah Dito yang kebingungan melihat banyak orang berkumpul di gazebo. Seorang pria dalam balutan Polo-shirt warna biru sedang tersungkur, anehnya, tidak ada satu pun yang menolong. Semua sedang mengarahkan tatapan takjub ke arah Reagan.

Bisik- bisik terdengar di udara lembab malam itu.

"Iya, sekali tonjok aja udah K.O gitu..."

"... kalau jadi Sisil sih gue bakalan pilih dia..."

"Yah, yang satunya juga mirip banget sama pangeran Jawa..."

".... Mirip Thor..."

"... Thor? Menurut gue sih Hulk deh..."

"Ini... ada apa, Pak?"

"Kamu urus dia. Panggil ambulans. Bawa ke rumah sakit. Urus administrasinya." Dito mengangguk dengan muka gelagapan.

Kemudian, Reagan melenggang pergi.

***

"Daddy berhasil bawa Sisil tidak ya, Bude?" Bude Jumi mengangsurkan segelas susu pada Keegan. Itu berarti sudah menjelang jam tidur si bocah.

Hampir pukul setengah sepuluh. "Bude ndak tahu, Mas. Semoga saja bisa."

Beberapa hari ini Bude Jumi tidak bisa menghubungi nomor Sisil. Penyebabnya adalah belakangan Bu Devia sering berada di rumah, setelah pulang dari Kledung tiga hari yang lalu.

Meski begitu, perempuan itu kini berubah jadi lebih pendiam. Masalahnya adalah, beliau habis ribut dengan suaminya, Pak James.

Melihat tingkah putri kesayangannya yang semakin liar dan menjadi- jadi, Pak James memutuskan untuk menjodohkan Daya dengan salah satu mantan anak asuhnya yang kini telah nenjadi dokter spesialis bedah jantung. Namun Bu Devia tidak menyetujui.

Wanita itu ingin menjodohkan Daya dengan salah satu putra kolega bisnisnya. Karena paling tidak, ada salah satu anak kandungnya yang dapat mengamankan haknya sebagai salah satu pewaris Dhanuseta dan Aldrich.

Bu Devia sudah menyerah membuat Reagan memilih perempuan yang disodorkannya. Putra tirinya itu memang sudah tak tertolong lagi. Dan James melarang Devia untuk ikut campur lagi, mengenai kehidupan pribadi Reagan.

Miss SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang