Dengan Berhijab Merasa Terlindungi

4.5K 198 2
                                    

Bel sekolah pun berbunyi. Afnan bergegas memasuki mobilnya bahkan dirinya membatalkan rapat kepengurusan pesantren pada hari ini. Menempuh waktu selama empat puluh lima menit Afnan sampai pada sebuah rumah sederhana dengan pintu rumah terbuka lebar menandakan sedang ada penghuni di dalamnya.

"Assalamualaikum" Ucap Afnan sambil mengedarkan pandangannya dan menemui sebuah keluarga yang sedang berkumpul disana.

"Iya?" Jawab Putra.

"Apa betul ini rumah Safira Syakiella?" Tanya Afnan dengan hati-hati.

Seketika semua orang yang ada di sana mengalihkan pandangan ke arah Afnan.

"Untuk apa kamu mencari perempuan jalang itu?" Kali ini bukan Putra yang menyauti tetapi Alya.

Afnan mengernyit kan dahinya. "Perempuan jalang? maksudnya?"

"Gausah sok polos kamu, semua laki-laki yang mencari Safira kesini hanya ingin menyewa tubuhnya." Jawab Putra.

"Tampang nya aja sok alim gini, taunya nyariin Safira." Sambung Alya.

"Astaghfirullahalazim, saya permisi. Assalamualaikum." Afnan berlalu pergi. Ia tidak ingin berlama-lama disana.

Sesampainya di mobil, Afnan menenangkan dirinya. Ia meraih tas di samping kursi kemudinya dan mencoba mencari informasi lagi tentang pemilik tas tersebut. "Bener kok ini alamatnya." Afnan menggelengkan kepalanya ia lebih memilih pulang ke pesantren daripada terus memikirkan hal seperti ini.

Sesampainya di pesantren Afnan tidak sengaja bertemu dengan Pak Tino. Afnan pun menceritakan semua kepada pak Tino mengenai dirinya yang mendatangi rumah gadis tersebut untuk mengembalikan kopernya.

"Orang gitu mah banyak mas, kelihatannya saja polos tapi kita kan tidak kenal betul." Sahut Pak Tino

"Tapi pak, saya melihat keluarga mereka juga sepertinya orang yang baik. bahkan dari sekilas wajah gadis kemarin dia anak yang lugu dan polos." Bela Afnan.

"Mas Afnan, jangan menilai orang dari tampangnya saja..."

Afnan menggelengkan kepalanya. "Saya masuk dulu pak. Assalamu'alaikum"

Afnan berniat untuk istirahat. Ketika memasuki ndalem, tak lupa Afnan mengucapkan salam serta menyapa beberapa ustadz dan ustadzah yang sedang berbincang dengan kyai Husein. Afnan yang sedang tidak berniat untuk berinteraksi dengan orang lain segera mungkin melarikan diri.

Menyadari ada perubahan dari putranya Maryam perlahan memasuki kamar putranya, Afnan.

"Umi?"

Maryam tersenyum hangat. "Kamu kenapa toh leee? Kok wajahnya murung gitu?"

Afnan merasa dirinya harus bercerita kepada uminya. Dirinya menceritakan dari awal pertemuannya dengan gadis yang ia tolong kemarin hingga tadi dirinya berusaha mendatangi rumah gadis itu namun tidak memiliki jawaban dimana keberadaan si pemilik koper berwarna hijau sage tersebut.

"Ya sudah, jangan terlalu dipikirkan. Kamu simpen dulu saja koper milik perempuan itu apalagi disitu ada barang-barang pentingnya. Nanti kalau sudah ada seminggu belum juga ketemu baru kita serahkan kepada polisi saja biar polisi yang membantu." Maryam mengelus surai hitam milik putranya.

"Tapi bukan itu umi, Afnan merasa tidak terima jika ada orang yang merendahkan dia padahal Afnan tidak kenal siapa dia." Batin Afnan.

•••

Sudah lima hari Safira tinggal bersama Anjani. Bahkan saat ini Safira terlihat jarang mengurung diri dikamar lagi atau mungkin berusaha melukai dirinya bahkan sekarang Safira dan Anjani sudah sangat dekat.

Safira merasa dirinya tidak sendiri lagi Anjani bisa menjadi kakak, ibu, teman, sekaligus pelindung. Biarpun begitu Safira masih enggan menceritakan tentang kejadian yang sudah menimpanya sehingga membuat dirinya kehilangan semua teman, keluarga, pendidikan, dan harga dirinya?

"Mbak Anjaniii" Teriak Safira namun tidak ada sautan dari sang empunya nama. "Mbakk, mbak Anjani"

"Non Safira ada apa non? Neng Anjani nya tadi sore pergi kerumah sakit karena ada panggilan darurat."

Safira kembali meringkuk lesu, dirinya berjalan kearah taman belakang. Entah mengapa taman belakang dirumah Anjani terlihat sejuk dan menenangkan ketika siang hari namun juga terasa indah dan cantik ketika malam hari.

Bi Narti mengikuti langkah Safira. "Non, ada yang bisa bibi bantu?"

"Ngga ada bii, gapapa aku lagi pengen sendiri aja."

Bi Narti pun melangkah menjauhi Safira. Tak terasa sebuah tetesan air mata meluncur begitu saja ia kembali teringat kembali semua kejadian yang telah menimpa nya. "Hancur semua." Hanya itu yang bisa Safira katakan. Setelah merasa cukup tenang, Safira berjalan memasuki rumah mewah milik Anjani dan berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya. Saat dirinya memejamkan mata tiba-tiba ada seseorang memanggil namanya.

"Safira?"

Merasa namanya dipanggil Safira segera membuka matanya dan melihat siapa yang datang.

"Mbak boleh tidur disini?" Izin Anjani.

"Mbak sudah pulang? Tentu boleh mbak, kenapa harus minta ijin ke aku dulu? ini kan rumah mbak Anjani."

"Safiraaa, ini emang rumah mbak tapi kamu juga jangan lupa satu hal bahwa mbak sudah mengijinkan kamu tinggal disini dan mbak juga yang memberikan kamar ini buat kamu. Jadi mulai sekarang dan seterusnya kamu yang bertanggung jawab seratus persen dengan tempat ini. Makanya mbak meminta izin dulu."

Safira lagi-lagi dibuat terpukau oleh ketulusan hati seorang Anjani. Dirinya tersenyum kecil. "Boleh mbakk, boleh banget malah."

Setelah mendapatkan ijin, Anjani merebahkan tubuhnya dan membenarkan sedikit hijabnya.

Safira terus memperhatikan Anjani yang sedang sibuk dengan hijabnya. "Mbak Anjani kenapa pake hijab? ngga gerah?"

Anjani tersenyum hangat. "Mungkin untuk sebagian orang berfikiran kalo berhijab itu pasti panas, gerah, keringetan. Tapi untuk sebagian orang berfikir kalau dengan berhijab dirinya merasa terlindungi, adem, nyaman." Anjani mengelus rambut panjang Safira. "Dan bisa dibilang mbak merasa ketika memakai hijab perasaan mbak tenang seperti ada yang melindungi."

Safira hanya menganggukan kepalanya karena dirinya sedikit tidak paham dengan penuturan Anjani. Bagaimana bisa ketika berhijab justru merasa adem dan apa tadi? terlindungi?

"Ayo tidur, besok ikut mbak kepasar mau? Mbak lupa bilang kalau besok mau reunian sama temen SMA jadi harus belanja buat masakin mereka."

Safira memberikan tatapan bingung. Seakan paham, Anjani melanjutkan perkataan nya. "Besok acara reunian nya disini sayang. Jadi biar ga boros mbak mau masak sama bi Narti."

"Ohhh iya iyaa. Yaudah ayo tidur mbak." Safira memejamkan matanya dan disusul oleh Anjani.

•••

Hallo gimana harinya?
Semoga suka dengan cerita ini yaa... jangan lupa vote + komen. makasihhh

sehangat cinta gus afnan [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang