Keputusan besar

4.3K 191 1
                                    

Safira menangis sejadi-jadinya, dia berteriak sekencang mungkin ketika ketua preman tersebut berani menyentuh pipi Safira dan mulai mendekat kan wajahnya seperti hendak mencium Safira tapi tiba-tiba saja—

"LEPASIN!!!" Teriak Anjani.

Sontak kelima preman tersebut mengalihkan pandangan kearah Anjani.

"Mbak Anjani." Panggil Safira yang diiringi sebuah isakan.

Untungnya Anjani datang disaat yang tepat terlihat juga bi Narti, pak Tarno, pak Edo serta beberapa teman Anjani.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Anjani memiliki perasaan yang tidak enak. Dirinya merasa khawatir dengan keadaan Safira yang tak kunjung pulang akhirnya ia memutuskan untuk menyusul adiknya itu.

"Wihh rame rame nih, mainnya santai dong jangan keroyokan. Gue juga mau nyicipin dia kali ah." Ucap ketua preman sambil berjalan kearah Anjani.

Saat hendak meraih tangan Anjani, Afnan segera melayangkan sebuah pukulan pada ketua preman tersebut. "Anda harus bersikap sopan dengan perempuan"

"Omong kosong."

Bughhhh...

Preman tersebut memukul perut Afnan. Tidak ingin menimbulkan keramaian, Nabila berinisiatif menyalakan sirine mobil polisi yang ada di ponselnya membuat kelima preman tersebut berlari begitu saja. Anjani yang melihat penampilan Safira sudah berantakan segera berlari menghampiri Safira serta memberikan sebuah pelukan hangat.

"Mbak... Safira kotor mbak, dia megang-megang tubuh Safira." Tangis keduanya pecah.

Anjani seakan memahami perasaan Safira ia mengeratkan pelukannya. "Aku benci sama tubuhku sendiri mbak."

"Stttt.... udah ya, jangan ngomong gitu. Ayo kita pulang." Anjani mencoba menenangkan Safira.

Sesampainya dirumah beberapa teman Anjani berpamitan pulang termasuk Nabila. Namun Afnan, Dimas, Adam, Zikri dan Fauzan memilih untuk tinggal sebentar ingin memastikan keadaan Anjani dan Safira. Takut apabila preman tadi mengikuti mereka sampai rumah.

Anjani mendudukan Safira di ruang tamu. Ia masih setia memeluk tubuh Safira. "Mbak harusnya Safira mati aja. Kenapa waktu itu Safira ditolongin? Safira benci dia mbak." Ucap Safira dengan tatapan kosong

"Astaghfirullahalazim, jaga ucapan kamu. Allah masih sayang sama kamu dia masih ngasih kesempatan kamu untuk hidup dan berbuat kebaikan." Anjani cukup terkejut pasalnya belakangan ini Safira sudah tidak pernah kelihatan murung lagi.

"Sekarang kita ke kamar ya? biar kamu istirahat." Anjani membawa Safira untuk masuk ke kamarnya. Sebelum meninggalkan Safira tak lupa Anjani memberikan obat tidur. Anjani rasa ini langkah yang paling tepat supaya Safira berhenti meracau yang tidak jelas atau berbuat yang tidak tidak seperti dua hari setelah kepulangan Safira dari rumah sakit dirinya mendapati Safira hendak melompat dari lantai dua rumahnya.

"Kamu istirahat ya? mbak ambil peralatan untuk membersihkan luka kamu."

Anjani keluar dari kamar Safira. Dirinya menghela nafas kasar. "Demi apapun gue ga bakal biarin mereka hidup tenang karna udah ngebuat Safira jadi kayak gini lagi."

"Anjani" Panggil Afnan.

"Eh iya?"

"Saya dan teman-teman pamit pulang ya? ini sudah malam saya ngerasa ga enak kalau berlama lama disini. Besok sebelum berangkat mengajar saya mampir kesini untuk mengantar koper Safira."

"Iya, Makasih tadi udah mau bantuin gue nyari Safira." Balas Anjani.

"Sama-sama itu memang tugas kita sebagai umat muslim untuk saling tolong menolong."

sehangat cinta gus afnan [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang