Chapter 5

3 2 0
                                    

Sekilas aku dengan samar dapat melihat seorang gadis yang kukenal. Dengan rambut pendek yang diikat, dia menangis di depanku. {Kak, maaf, aku minta maaf. Kalau aja aku gak nolong. Maaf} dia terus menerus menangis di depanku. Aku terus menerus menjelaskan padanya jika ini bukan salahnya. Namun suaraku tidak pernah mau keluar.

Saat membuka mata, aku dapat melihat langit-langit yang terasa familiar. "Jadi, itu cuman mimpi ya" sejak aku bertemu kembali salsa. Kejadian itu terus menerus menjadi mimpiku. Dan ini Mimpi yang keempat kalinya. Itu bukanlah hal traumatis. Namun, cara dia menangis mengingat kan ku dengan bibiku yang kehilangan kakaknya. Aku sudah tidak ingin membuat orang-orang di sekitarku menangis lagi.

Tanpa pikir panjang aku langsung pergi ke bawah untuk sarapan. Dan disana. Selain ada sarapan, terdapat uang dan sepucuk surat. (Rei, maaf ya, bibi sebenernya mau sarapan sama kamu. Cuman, ada panggilan mendadak dari kantor. Jadi bibi masakin sarapan sama naruh uang di meja. Dari bibimu tersayang♡︎) bibi makin hari makin sibuk ya. Andai aja ayah sialan itu mau mengurusku, pasti bibi gak akan kerja sampai kaya gini.

Aku adalah beban bibi. Mungkin dia terpaksa mengurusku karena aku piatu yang dibuang oleh ayahnya. Dia mengurusku dengan baik, bahkan terlalu baik. Sampai-sampai aku tidak menginginkan apapun darinya. Ini adalah satu-satunya cara agar aku tidak menyusahkan bibi.

(POV Anjani)

Aku berjalan bersama Rei, dan lagi ini sangatlah dingin. "Tumben pake Jaket" ucap Rei yang terlihat tidak bersemangat di pagi hari ini. "Sekarang itu Dingin banget tau! Emang kamu gak kedinginan gitu?" Tanyaku padanya. Dia hanya menggeleng kan kepala sambil menguap. "Kamu tidur jam berapa sih? Pagi-pagi gini kok dah kek orang yang habis lembur kerja" mendengar itu dia hanya tertawa. "Hahaha.... aku tidur jam 10 kok."

Rei entah kenapa sejak pertemuannya dengan adik kelasnya itu, selalu terlihat sangat lelah. Maka, 2 hari yang lalu aku meminta nomor adik kelasnya pada nya. Aku ingin memastikan apa yang terjadi pada Rei dan adik kelasnya itu di masa lalu. Karena, dia tidak pernah menceritakan kehidupan ekskulnya padaku. Adapun saat aku memintanya, dia malah menolak untuk menceritakan nya padaku dengan mentah-mentah.

Awalnya aku kesal dengan hal itu. Namun, sedikit demi sedikit aku sudah bisa memaklumi perilakunya. "Oi Rei" seseorang memanggil dan mempercepat langkahnya menuju kami. "Gila, bisa-bisanya kamu gak pake jaket di hari dingin kaya gini. Oh, pagi anjani" Rei hanya tertawa pada ucapan orang itu. "pagi rama" aku tersenyum padanya setelah menjawab sapaannya.

Dia adalah Rama. Dia adalah teman sekelas kami. Awalnya, interaksi mereka berdua sangat lah minim. Bahkan bisa dibilang tidak pernah sama sekali. Dan yang ku tahu, dia adalah atlet basket seperti Adam. Dan dia mulai dekat dengan Rei, setelah memberi tahu Rei, bahwa dia adalah kakak dari adik kelas sekaligus manajer basket Rei dulu. "Rei, hari Minggu besok. Punya rencana gak?" Tanya Rama padanya. "Enggak" jawab singkat Rei.

"Kalau gitu....besok ayo main!" Ajaknya pada Rei. "Oh, maaf kalau itu gak bisa." Mendengar itu membuat Rama kecewa. "Yah, kalau Anjani? Punya rencana gak?" Mendengar itu aku menyatukan tanganku dan menjawab. "Maaf ya, aku udah ada rencana." Mendengar itu membuat Rama semakin murung. "Yah, padahal kelas kita mau ngadain makan-makan besok"

Aku sudah tahu itu, namun aku harus menolak. Rasa penasaran ini harus ku utamakan dibanding kumpul-kumpul bersama teman-teman. Kami berjalan bertiga menuju sekolah. Namun, hanya aku yang tidak mengikuti alur percakapan mereka. Karena, aku harus memilah kata-kata untuk bertemu Salsa besok.

(POV Rei)

Kami tiba di dikelas, dan semua orang mengeluh betapa dinginnya hari ini. "Ada anomali!" Otto menunjukku setelah melihat ku berseragam tanpa memakai jaket seperti mereka semua. "Anomali apanya. Dingin kek beginian mah gak seberapa" jujur, reaksi berlebihan Otto itu sangat menyebalkan. Tapi, karena dia orang tampan, sebagai orang pemurung aku harus memaafkannya.

Saat aku berpisah dengan Anjani dan berjalan menuju bangku masing-masing, Otto berbicara padaku. "Kamu besok senggang gak? Kalau iya, ayo ikut makan-makan" ucapnya dengan senyum yang terpasang di wajahnya. Sial, sinar orang tampan ini sangat menyilaukan. Namun, "maaf, tapi enggak" setelah mendengar itu Otto pun murung.

Yah, acara seperti itu sangat tidak cocok dengan orang sepertiku. Jika aku berada disana, aku hanya akan mengacaukan suasana. Ditambah, bibi mengajak ku untuk pergi ke makam ibu setelah sekian lama. Jadi ya maaf karena menolak ajakanmu kawan.

Oh, apa aku sudah menceritakan keadaan keluargaku pada Adam dan Otto gak ya? Yah, aku lupa. Ditambah jika aku bercerita itu hanya akan membuat mereka semakin merasa kasihan padaku. Lalu, aku mendengar suara gadis yang kecewa. Itu bersumber dari kumpulan Anjani dan kawan-kawannya.

"Eh? Kamu udah punya rencana? Sama siapa? Rei?" Lah kok bawa bawa aku? Ditambah kalau ngomong itu kecilin volume suaramu dikit kek. Dasar Alya ini, "enggak, bukan sama dia kok. Tapi dia beneran kenalan ku kok" mendengar penjelasan Anjani, Alya menatapku dengan tajam.

"Adam, adikmu itu ngeliatin aku dari tadi. Tolongin aku!" Mendengar itu, Adam mengeluarkan aura yang menakutkan. "Ku Bunuh kau!" Sial, aku lupa sama sifatnya yang ini. Dan dia bisa-bisanya berkata seperti itu pada temannya ini.

"Udah Adam tenang, tenang, tarik nafas lalu buang" setelah mengikuti instruksi Rama, Adam pun kembali tenang. "Nah udah? Maksud Rei itu mungkin adik kamu, Alya ngeliat dia sama tatapan yang gak enak diliat" jelas Rama. "Oh itu, tenang aja. Bentar lagi juga gak akan gitu."

Aku langsung memegang tangan Rama dan air mata keluar dari mataku. "Makasih, kalau gak ada kamu mungkin bajingan ini beneran bakal membunuh ku" mendengar itu dia hanya terkekeh.

Baiklah mulai sekarang aku akan memanggil Rama sebagai mikhael. "A-anu rei" mendengar suara Gabriel akupun menjawab. "Iya Mikhael? Ada apa?" "Bisa lepasin tanganku gak? Terus apa-apaan Mikhael? Aku ini Rama!" Sial, aku terlalu terbawa suasana karena hal itu. Sepertinya memanggilnya Mikhael itu membuatnya tidak nyaman. Setelah melepaskan tangan nya, akupun memikirkan nama panggilan yang cocok dengannya. Sehingga aku tak sadar bahwa bel masuk telah berbunyi.

Setelah itupun Mikhael kembali ke bangkunya. "Adam, kamu ikut acara makan-makan besok?" Setelah mendengar itu diapun menjawab. "Iya, soalnya Alya ikut. Jadi mana mungkin aku gak ikut!" mendengar hal itu aku hanya mengangguk pelan. Aku tidak akan bertanya pada Otto. Karena meskipun Hana tidak datang. Dia akan datang.

Tapi, aku penasaran kenapa Anjani menolak acara ini? Dia juga tiba-tiba minta nomornya Salsa 2 hari yang lalu. Apa dia menyukai siswa yang ada di sekolah Salsa?gak mungkin, dari seragam salsa, aku tahu kalau dia sekolah di sekolah khusus perempuan. Atau, dia...... enggak, enggak, enggak! Jangan pikirkan yang tidak-tidak. Mana mungkin Anjani menyukai sesama jenis. Pikiran konyol ini terus mengganggu ku sehingga aku tidak menyadari bahwa guru sudah memasuki kelas.

30 DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang