Chapter 30

1 0 0
                                    

Eh? Apa ini? Kenapa aku tiduran di jalan? Harusnya aku kabur dari rumah karena merasa tidak enak dengan bibi kan? Dan juga, kenapa aku mengingat masa lalu seolah aku mengalaminya sendiri?

"Kamu udah lupa? Kamu ngira aku nyata dan mau nolongin aku loh"

Hei bocah, kenapa kau ada disini? Bukannya kau bilang kau akan menghilang? Dan kenapa aku tidak bisa berdiri? Seluruh tubuhku juga sakit. Apa kau melakukan sesuatu?

"Aku tidak melakukan apapun kok. Juga, andaikan kau tidak menginginkanku ada, pasti aku tidak akan muncul. Kamu ini ya, cuman karena perkataan bibi langsung putus asa gitu?"

Ahh, aku mengingatnya. Pada saat aku tiba dirumah selepas dari cafe, bibi terlihat murung sekali. Lalu, aku memberitahu bibi sembari membantunya mencuci piring. Aku tidak melihat wajahnya ataupun ekspresi.

Dan mungkin ini salahku karena berkata hal yang ambigu seperti 'bolehkah aku pergi?' maksudku adalah pergi ke pesta yang diadakan teman-teman. Tapi, sepertinya bibi salah paha dengan itu.

Dia menangis dan terus menjelek-jelekkan Ahmad apalah itu, seolah olah itu adalah hasutan agar tidak pergi meninggalkannya.

Aku mencoba menenangkan bibiku. Namun, dia terus menerus menangis. Sembari menangis, dia akhirnya mengucapkan kata-kata yang membuatku memeluk nya.

'pertama kakak, kedua pacarku, dan sekarang kamu. Kenapa semua orang meninggalkanku? Terutama pacar macam apa yang menyelingkuhi ku itu tidak akan ku maafkan'

'aku gak akan pergi bibi.'

'bohong! Aku gak akan percaya.....darah Ahmad Ghifari mengalir dalam tubuhmu. Orang yang meninggalkan kakak ku itu adalah dia! Dan sekarang kamu juga bakal begitu!'

Meski menyakitkan karena ucapannya, aku tetap berusaha menenangkannya. Tapi dia akhirnya menangis histeris sembari menghindari kontak fisik dariku.

'bibi tenang aja, aku gak akan ninggalin bibi kok. Dan juga jahat banget laki-laki itu, berani banget selingkuh saat punya pacar yang baik kaya bibi. Tapi tenang aja, aku yakin kok bibi bakal Nemu pasangan yang nerima bibi apa adanya. Aku yakin'

Dan ya, mungkin karena ucapan terakhirku itu adalah ranjau. Tidak, memang benar itu adalah ranjau yang tidak boleh ku injak.

'dunia gak semanis itu! Aku sering kali ditolak oleh orang orang meski umurku tidak tua,  karena aku mempunyai anak yang ku asuh di rumah ini. Berulang kali mereka menolak ku dengan alasan yang sama! Berung kali hingga aku bertemu dengan orang itu. Kukira dia tidak akan meninggalkanku, tapi akhirnya dia menyelingkuhi ku karena aku mempunyai kamu dalam hidupku!'

Kali ini hatiku hancur sepenuhnya. Kupikir, kupikir aku bukanlah beban yang cukup berat bagi bibi. Namun sepertinya aku terlalu percaya diri ya? Pada akhirnya aku juga menghalangi apa yang paling bibi butuhkan.

Aku harusnya tahu kata-kata bibi bukanlah apa yang disengaja, tapi aku tidak bisa menahan emosiku lagi. Dan saat aku tersadar, saat ini aku berada di tempat dimana ibuku mati.

Seragamku basah kuyup karena hujan, nafasku terengah engah karena terus berlari. Orang-orang menatapku tapi aku tidak peduli.

Hingga, aku melihat anak kecil yang menangis di tengah zebra cross. Harusnya itu aman, karena rambu pun belum berubah menjadi hijau dan tidak ada kendaraan di jalanan.

Tapi, saat aku melihat truck yang terus melaju, diriku tidak bisa tenang. Entah itu karena supirnya mengantuk, atau ada masalah dalam remnya. Aku tidak bisa pura-pura tidak melihat kejadian itu.

Lalu aku berlari ke tengah zebra cross dan saat tersadar aku sudah terkapar disini. Itu lah yang kuingat sejauh ini kau tahu.

"Enggak, bukannya kamu pergi ke masa lalu ya? Meski bentar sih."

Mana ada yang seperti itu. Ini bukan lah film Hollywood atau anime supranatural kau tahu.

"Enggak! Kamu beneran pergi kok."

Apa-apaan bocah aneh ini? Badanku sekarang mati rasa, tepat di depan mataku aku melihat darah diatas aspal. Darah itu perlahan menghilang karena tetesan hujan. Tapi tak lama darah itu muncul dan menghilang lagi berulang kali.

Orang-orang di sekitarku berisik. Mereka sangat heboh sehingga ada yang memanggil ambulans.

"Hei, apakah kau masih membenci hujan?"

Iya, tapi kurasa aku mulai menyukainya karena kejadian ini. Seolah-olah bumi sedang menangisi kejadian yang menimpaku ini.

"Apa-apaan itu? Ya terserah kamu sih. Tapi apa kamu masih pengen hidup?"

Berat untuk memutuskannya tahu. Aku masih ingin menghabiskan waktu bersama teman-teman, tapi aku juga tidak ingin menganggu hidup bibi.

"Kenapa gak terima tawaran dari ayah mu?"

Karena aku orang yang tidak ingin menghancurkan keharmonisan keluarga orang lain.

"Tapi kalau kamu mati sekarang, kamu gak bisa menuhin janji kamu sama mereka dong? Lagian kamu juga bakal bikin mereka sedih"

Perlahan-lahan mereka akan melupakanku dan maju tahu. Mereka bukanlah orang yang selemah itu hingga menangis seseorang hingga berlarut-larut.

Tapi.....apa yang kamu katakan bener juga. Maaf Anjani, kurasa aku gak bisa terus sama kamu. Mungkin kamu dah lupa sama janji kita waktu kecil itu, tapi seenggaknya aku inget itu kok.

Maaf bibi Rena, gara-gara ku kehidupan cinta bini jadi berantakan. Tapi yang jelas, meski laki-laki yang bibi temui adalah orang buta yang menolak bibi. Tapi aku yakin setelah ini mereka akan bersujud sambil melamar bibi.

Maaf juga Arisa, kita memang baru Deket akhir-akhir ini. Tapi aku seneng banget sama waktu yang kita habiskan. Aku harap kamu gak berulah kaya gitu lagi seperti itu, adikku. Oh ya, ponsel yang kamu belikan kayaknya rusak lagi deh, maaf ya

Hana, aku harusnya lebih sering ngobrol sama kamu. Sejujurnya aku i
Pengen akrab sama kamu.

Maaf juga Otto dan Rama, harusnya liburan kali ini aku menginap dirumah kalian. Tapi kayaknya gak bisa deh, maaf ya.

Maaf Adam, harusnya aku gak ngancem kamu waktu itu. Daripada ngancem, lebih baik minta tolong kan? Aku memang teman yang buruk. Maaf....

Dan Alya, meski kamu tidak mendengar ini, aku ingin kamu tahu, kalau aku itu seneng banget pas kamu ngakuin perasaanmu itu. Tapi maaf ya, kayaknya aku harus nolak deh. Mau dilihat gimanapun, di dunia ini itu status sangat penting. Aku cuman bisa berharap, kalau kamu menemukan orang yang benar-benar pantes buat kamu.

Maaf, padahal kalian dah cape-cape bikin pesta, tapi tuan rumahnya malah tiduran dijalan kayak gini.

".....kamu terus minta maaf ke orang lain. Tapi, pernah gak sih kamu nyoba maafin diri kamu sendiri?"

Buat apa? Lagian aku dah mati. Aku juga kan yang udah bunuh ibu, jadi buat apa minta maaf

"Kamu belum mati! Lagian, mau sampai kapan kamu ngejadiin ibu sebagai alasan? Kasian ibu, aku yakin dia bakal ngegetok kepalamu itu kalau gini terus."

Begitukah? Yah mungkin ibu akan melakukan hal itu sih. Dengan pukulan kasih sayangnya itu.

"Kan? Kamu juga sering denger ibu nangis di kamarnya tiap malem kan? Kamu bilang kaya gitu ke ibu cuman karena kamu kesel ke ibu karena gak mau cerita ke kamu."

Mungkin benar....tapi ini sudah telat bukan? Aku juga dah gak kuat buat nahan kesadaranku sendiri.

"Kalau gitu gunain detik detik terakhir itu buat maafin diri kamu sendiri. Kita mulai dari nol lagi"

Apa-apaan kamu ini, jangan minjem kata-kata karakter fiksi oi. Tapi apakah kamu yakin?

Bocah itu tersenyum indah yang membuatku merasa nyaman. Untuk pertama kali dan terakhir kalinya aku menyukai bocah ini. dia tersenyum dan langit pun ikut cerah. Itu seolah dia adalah anak cerah yang telah kucari.

Kamu yang menemaniku sampai akhir, terima kasih, dan maafkan aku

"Ya, sama sama. Dan aku udah maafin kamu dari dulu kok. Kamu bisa istirahat sekarang. Kamu juga udah berjuang dengan hebat."

Hujan sudah tiada, langit pun sudah cerah. Dan itu adalah terakhir kalinya aku melihat Matahari.

30 DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang