Chapter 10

1 0 0
                                    

Sudah lebih 1 bulan semenjak kak Rei gak latihan. Namun, senior yang memukulnya itu telah kembali masuk 1 Minggu lalu. Dia terlihat seperti biasa diluar. Namun, setiap junior mereka membicarakan dia bergetar dan membentak para junior.

"Dia, udah gagal jadi senior ya...." lagi dan lagi. Kenapa kak Adam selalu ada di sampingku dan berbicara secara tiba-tiba sih? "Kak Rei, gimana kabarnya?" Kak Adam melihatku, sepertinya dia menyadari bahwa aku berusaha mengalihkan topik. "Dia baik, cuman gimana ya? Dia kek nya beneran mau keluar deh." Ujar kak Adam "Kayaknya? Bukannya kakak temen dia ya?"

Mendengar pertanyaan ku kak Adam tertawa canggung. "Hahaha.....aku pun gak pernah dikasih tahu sama dia." Aku terheran-heran mendengar balasan kak Adam. Karena ya mereka itu kelihatan akrab banget. Jadi, aku mikirnya kak Adam udah dikasih tahu sama kak Rei. "Tapi kan kakak itu temennya kak Rei kan?" Ujarku pada kak Adam.

dia secara tiba-tiba menunjuk arah pintu keluar, disana terdapat seseorang. Ya, itu adalah kak Rei yang masih mengenakan seragam sekolah sembari membawa 2 kantong sekolah. "Kalau kamu penasaran, kenapa gak kita tanya aja sekarang?" Oh, benar juga. Ngapain mikirin terus dari pada bisa nanya langsung? Aku mengangguk dan menghampiri kak rei bersama kak Adam.

"Makasih Rei, kamulah sahabat sejati ku." Kak Rei bergidik mendengar ucapan kak Adam. "Jijik, nanti ku pukul kalau kamu bilang kaya gitu lagi." Aku dan kak Adam tertawa ringan mendengar balasan kak Rei. Ternyata kak Rei bisa kaya gini juga. Walau dia mempunyai sifat yang aneh, dia juga bisa membalas candaan seperti itu ya?

Namun, tawa itu tiba-tiba berhenti karena handphone dari tas kak Adam berbunyi. Dengan segera, kak Adam mencari dan mengangkat panggilan itu. "Halo adik manis ku. Ada apa ya? Hmm? Bakso? Yang tempat itu? Oke Abang beliin ya sekarang bye bye♡︎" setelah menutup panggilan tersebut, kak Adam meminta kak Rei untuk menemaniku pulang lalu pergi meninggalkan kami berdua.

"A-aku emang tau kalau kak Adam itu agak belok. Tapi aku gak nyangka dia bakal jadi kaya gitu...." Kak Rei tertawa dengan perkataan ku. Itu adalah tawa pertama yang kulihat sejak pertemuan kami setelah 1 bulan.

"Yah, selama itu gak ngeganggu tim atau kebiasaan hidupnya sih aku gak akan masalahin hal itu. Meski emang bikin geli orang lain sih." Dia tersenyum lagi. Uwahhh senyum nya manis banget. Pantesan banyak temen sekelas ku yang kagum sama dia.

"Kak, Kaka tahu gak kalau Kakak itu populer banget di angkatan aku." Kak Rei tertawa seolah menganggap perkataan ku hanyalah candaan. Bahkan, dia sampai menyangkal hal itu dengan santainya. Aku sempet kesal dengan penyangkalan nya itu. Karna, penyangkalan yang dia berikan padaku seolah dia tidak mempercayaiku sama sekali.

Saat di luar gedung, kak Rei menerima pesan dan melihat handphonenya. Setelah itu dia memintaku untuk menunggu sebentar di depan tangga. Aku mengangguk dan menuruti apa yang ia katakan. Sembari memainkan handphone selama 10 menit, aku dapat mendengar suara langkah kaki. Kukira itu adalah kak Rei. Namun, itu adalah kakak kelas menyebalkan yang berkonflik dengan kak Rei saa itu.

Dia menghampiri ku dan menyapaku. Aku membalas sapaannya dengan singkat. "Salsa lagi ngapain? Yuk, main sama kakak." Jijik, jangan ngobrol sama aku seolah kita akrab. Aku inkin mengatakan itu. Namun, sejak mengetahui tempramen nya yang buruk aku menahan diri.

"Maaf kak, aku lagi nunggu orang. Jadi, maaf ya?" Dia terlihat kecewa, lalu dia bertanya "emang dia siapa? Pacar kamu?" Tanya nya padaku. Aku menyangkalnya dan menyebut nama kak Rei tanpa sadar. Dan sialnya, setelah aku menyadari hal itu dia mengerutkan dahinya. Namun, sepertinya dia dapat menahan emosinya kupikir.

"Kenapa sama dia? Dia itu orang yang gak menarik loh. Mending sama aku aja" sikap memaksanya ini membuatku semakin enggan untuk bersamanya. "Maaf kak, tapi aku sama kak Rei udah terlanjur punya janji. Lagian, kakak gak boleh ngomong sembarangan ke orang lain." Kali ini, dia terlihat kesal dengan ucapanku.

"Ayolah, aku jamin kamu bakal bosen kalau jalan sama dia!" Kali ini dia meninggikan suaranya. Itu membuatku sedikit takut karena dia juga memegang kedua bahuku. Aku melepaskan tangannya yang besar itu dari bahuku. "Kak, jangan maksa deh. Ini kan pilihanku buat pulang sama kak Rei. Lagian, kenapa sih kakak bisa gak sesuka itu sama kak Rei? Dia itu orang baik loh."

Penjelasanku ini membuatnya semakin kesal. Itu sangat terlihat dari ekspresi nya saat ini. "Itu karena dia banyak pamer skill sama sok jago pas pertandingan tahun lalu. Orang macam dia itu harusnya jadi cadangan, bukan aku." Apa apaan itu? Kali ini aku merasa kesal karena ucapannya yang terdengar merendahkan kak Rei.

"Kak, itu pantes buat kak Rei karena dia memang jago! Dia juga pas latihan itu serius. Gak kaya kakak yang main-main sama temen-temen kakak.jadi wajar aja kalau kakak gak main tahun lalu." Ah sial, sepertinya aku akan membuatnya marah. Dan benar saja. Ekspresi yang tidak seharusnya ditunjukan kepada adik kelas telah terpasang diwajahnya.

Lalu dia meledakan argumen-argumen miliknya sembari merendahkan diriku. Aku membalasnya yang menyebabkan kami terus berdebat. "Ah udah lah, orang kaya dia itu pokoknya gak boleh main."
Dia berusaha beranjak pergi dari tempat itu. Namun, aku menarik tangannya dan menyuruhnya untuk meminta maaf. Dia tentu saja menolak dan mencoba melepaskan cengkraman tanganku.

Namun aku tidak menyerah pada hal itu. Dia terlihat semakin kesal dengan kelakuan ku. Dan, dia memberontak semakin keras yang membuatku kehilangan keseimbangan. Dia memanfaatkan hal itu dan mendorong ku. Sosoknya menjauh, dan aku tidak bisa merasakan tanah di kaki. Ah, aku jatuh dari tangga ya? Semoga kak Rei gak panik kalau ngeliat aku terluka nanti.

Namun, bukan tekstur tanah yang membentur tubuhku. Ini masih menyakitkan tapi tidak seperti saat aku terjatuh dari sepeda saat aku masih kecil. Aku juga dapat merasakan sesuatu yang menahan perutku. ".......kamu gapapa?" Suara yang terasa familiar itu menggelitik telinga kananku.

Aku membuka mataku perlahan. Lalu aku melihat kebelakang. Dan, itu adalah kak Rei. Dia menahan tubuhku agar tidak terjatuh dari tangga. Aku mengangguk dengan pelan. Melihat reaksiku kak Rei terlihat sangat bersyukur dan melepaskan tangan kirinya dari perutku.

Setelah itu aku berdiri dan mengulurkan tanganku ke kak Rei. Namun, dia menolaknya dengan menggelengkan kepala. Kupikir dia menolak karena dia ingin berdiri sendiri. Namun saat aku melihat tangannya, aku melihat jari kak Rei melengkung tidak seperti mestinya. Itu terlihat seperti jarinya telah patah. Aku duduk dan memegang tangan kak Rei.

"Kak, maaf, aku minta maaf. Kalau aja aku gak nolong. Maaf" kalimat itu keluar dari mulutku. Dan secara tidak sadar air mata telah menetes. Tetesan mataku semakin deras sehingga membuat hatiku semakin sakit dengan fakta yang telah terjadi di depanku. Jarinya telah patah, karena dia telah menolongku.

30 DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang