27 | Relapse

781 99 32
                                    

Boleh kukatakan kalau bibirku mulai kebas? Permainanku dan Build berakhir sekitar lima belas menit yang lalu dan aku enggan melepaskan tubuhnya dalam pelukanku. Aku terus mengisap bibirnya tanpa memberikan jeda, Build sendiri terkadang membalas isapanku, terkadang dia berhenti—mungkin lelah. Saat kurasakan tidak ada balasan Build dengan jarak cukup lama, aku melepas ciuman itu. Mata Build tetap terpejam, bibir yang membengkak setengah terbuka, dia mulai nyaman dalam tidurnya. 

Aku tersenyum tipis, di saat kegiatan erotis pun, Build tetap menunjukan mode menggemaskannya. Aku menatap ke arah tubuh kami yang tidak mengenakan pakaian, juga kaki saling menindih—kedua tangan Build memeluk leherku.

Aku mengecup bibirnya berulang kali. "I love you, Biu. I love you more than ever."

Meski tidak ada balasannya, aku tetap bahagia dengan wajah tenangnya.

Aku masuk ke dalam pelukannya, menghirup kuat aroma dari tulang selangkanya, Build suka sekali memakai parfum bayi, aroma chamomile—membantu mengurangi rasa gelisah. Aku begitu tenang dalam pelukannya, sampai mataku mulai terpejam karena tanpa sadar Build menepuk lembut kepalaku.

Bolehkan matahari jangan naik dulu? Rasanya, tiga hari itu sangat sedikit—tidak puas untukku bersama Build. 

Agaknya baru sebentar aku memejamkan mata, bahkan belum masuk ke dalam mimpi. Aku sudah kembali membuka mata.

Aku mendesah gusar ketika merasakan ada sesuatu aneh menyerang tubuhku.

Aku menggeleng kuat. "No, please jangan sekarang!!"

Pelukan kuerat semakin kuat, sensasi aneh ini menyakiti tubuhku. Aku masih mencoba untuk menanganinya, jangan sampai Build terganggu karena pergerakanku. Ahh—bukan kah seharusnya karena Build, aku tidak lagi merasakan ini? Kenapa sekarang tiba-tiba menyerangku.

Jangan.

Aku mohon…

Air mataku menetes bersamaan rasa tusukan yang amat dalam di punggung, aku menggeliat resah, memeluk Build semakin erat. Aku mendongak, menatap Build yang nyaman tertidur meski aku terus bergerak tidak menentu.

"Biuu—" aku memanggilnya lirih, "Biuuu—" aku menggigit dagunya, mengisap pelan agar Build bangun dan membantuku, setidaknya.

"Eungg—" Build mendorong leherku untuk menjauh, dengan mata tertutup, Build mengusap bekas salivaku di dagunya. "Bible ..."

"Bantu aku, Biu." Aku berharap Build bisa mengalihkan kesakitan pada tubuhku ini. "Biuu—"

Sekali lagi aku mengerang kesakitan, Build tetap menahan tubuhku agar tidak mendekatinya—dengan mata tertutup. "Bible jangan ganggu, besok aku harus ke kampus pagi-pagi. Aku lelah!"

Oh ayolah otak!! Tubuh!! Jangan kacaukan kebahagiaanku! Aku tidak ingin menyentuh itu lagi, aku ingin berubah demi Build. Aku ingin menepis kalimat maxime Mahasagara—tentang bayangan dia yang akan terus mengikutiku.

Aku mendesah berat, rasanya tubuhku campur aduk.

Aku melepaskan diri dari pelukan hangat itu, bergerak menuruni ranjang dengan sempoyongan. Meraih celana dalam dan celana panjangku yang tergeletak di ujung ranjang, aku menatap Build yang masih tertidur pulas.

"Sadar, Bible … Sadar, Bible!!" Kepalaku tertoleh ke kiri beberapa kali, akibat tamparan tanganku sendiri. Namun, tetap saja tidak mengurangi rasa sakit pada tubuhku.

Dengan tubuh gemetar, aku bergerak ke arah nakas, meraih ponselku yang tergeletak tenang. Aku berjalan menuju balkon dan menutup pintunya setengah. Aku ingin berhenti, tetapi tubuhku menginginkannya sekarang.

Hilang Naluri [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang