12 | The Origin Of The Name M-E-W

960 126 17
                                    

Rupanya kata pesta itu bukan sekadar ucapan belaka. 

Siang bolong begini!!!

Sialan.

Bahkan mereka akan berpesta di ruang terbuka!! Tempat yang biasa aku dan Bright gunakan untuk duduk-duduk, di himpit dua mobil sport milik Mew berwarna merah dan biru gelap. Tiga buah bangku besi yang mengelilingi meja bundar telah diisi oleh Win, Metawin—kekasih Bright.

Bright dan dua orang yang tidak kukenal sedang duduk di lantai tengah menata sebuah bong sabu-sabu yang siap untuk mereka pakai.

Aku memilih berjalan dan duduk di bangku, menatap Metawin yang melambaikan tangannya.

"Hai, Bible." Aku membalas sapaannya dengan tersenyum tipis.

Bengkel memang terlihat sepi, bahkan banyak mobil yang sedang dibetulkan tetapi tidak ada satu pun pemilik yang menunggu. Mew dan orang-orang sialan ini memanfaatkan waktu dan tempat untuk berpesta.

Aku dan Metawin hanya menatap keempat orang itu memakai barang kenikmatan yang bisa kuakui kalau itu bisa menjadi puncak dari kebahagiaan. Kakiku naik ke atas tangan bangku besi yang kududuki, menyandarkan punggungku dengan santai. Menatap satu orang yang sudah masuk ke dunia halusinasinya, sedangkan Mew mulai mengisap selang yang terhubung ke dalam bong, lalu Bright dan satu orang lagi sedang asyik berbincang—membicarakan hal random.

"Kau tidak ikut?" Metawin mengalihkan pandanganku.

Aku menggeleng kecil, sambil mengayun kakiku menatap mereka lagi. "Aku baru mengisap ganja tadi. Aku sedang malas."

Kupikir ... Aku bisa mengonsumsi keduanya hari ini, tapi sekarang saja otakku sudah seperti tercekat—terjerat sesuatu yang amat kuat. Aku tidak bisa.

"Bible ..."

Kepalaku menoleh, mengerjap sebuah wajah cantik yang tersenyum tipis. Apa aku masih berhalusinasi? Kupikir hanya mendengar suaranya saja, tapi bentuknya pun terlihat nyata.

"Bible!"

Aku sontak berdiri ketika merasa bahwa kali ini aku sedang tidak berkhayal. "Win, katakan kalau aku berhalusinasi." Aku mencoba mencari pembenaran dari salah satu orang yang dapat kupercaya saat ini karena merasa penglihatanku mulai memburuk.

Metawin menaruh kaleng beer ke atas meja, menatapku sejenak sebelum akhirnya menatap pria cantik dengan jarak cukup jauh dari kami. "Kenapa? Kau kenal? Dia memanggilmu—"

Sialan.

Aku berjalan cepat ke arahnya, aku sangat bahagia menatap wajah cantik itu. Tangannya melambai kecil ke arahku, bibirnya tersenyum manis menatapku. Aku tidak peduli pada suara berisik dari arah teman-temanku.

"Bible ..." Panggil si cantik lagi, aku langsung mendekapnya erat karena merasa ingin meluapkan rasa bahagiaku bertemu dengannya saat ini.

"I miss you, Biu."

"Aaa—" suara tawa manis menusuk indra pendengaranku. "Bible, kamu kenapa sih, iihh."

"I said ... I miss you, Biu."

"I know," Build menghela napasnya, suaranya merendah. "Lepas iihh!!"

"Waduh, waduh, sudah seperti teletubies saja kalian." Mendengar suara berat dari arah lain, mataku melebar dan langsung melepaskan Build dengan cepat. Pria gagah itu terkekeh.

Build berjalan ke samping pria itu sambil membenarkan posisi poninya. "Iya Ayah, Bible aneh tiba-tiba peluk saja!"

Aku menelan saliva ketika melihat tawa khas Om Ghazam mengisi bengkel luas dengan beberapa orang di sini. Menatap pakaian yang Om Ghazam kenakan, aku bergegas menoleh ke arah belakang—menatap teman-temanku yang sedang kelabakan menyembunyikan barang yang baru saja mereka tata.

Hilang Naluri [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang