"Berhenti membuat masalah Prilly! Bisakah sehari saja kamu tidak membuat Papa pusing dengan tingkah laku kamu?" Teriakan kencang seorang pria paruh baya terdengar menggema di seluruh ruangan.
Di kediaman Ardan teriakan kemarahan pemilik rumah itu sudah menjadi makanan sehari-hari dimana putri sulungnya selalu kembali dengan membawa masalah.
"Kemarin merokok di sekolah dan sekarang kamu tawuran? Sebenarnya apa yang kamu inginkan Prilly?"
Suara keras pria itu kembali menggema sementara sang putri yang diteriaki terlihat santai saja. "Papa jangan teriak-teriak nanti kumat darah tingginya kasihan istri muda Papa jadi janda."
""PRILLY!"
"Apa sih Pa teriak-teriak mulu?"
Ardan benar-benar sudah kehabisan akal untuk menghadapi putrinya ini. Sejak ditinggal pergi oleh Ibu kandungnya hubungan Ayah dan anak ini benar-benar memburuk.
"Mas jangan marah-marah coba bicarakan baik-baik dengan Prilly." Farah istri kedua Ardan tampak mengusap lembut bahu suaminya sementara Prilly yang melihat adegan itu berdecih sinis.
"Dengerin tuh kata istri tercinta Papa." Prilly berucap sebelum beranjak dari tempatnya. Ia sudah lelah sekali seharian terlihat tawuran lalu diseret menuju kantor polisi dan di sanalah amarahnya meledak.
Prilly sudah terbiasa dengan amarah Ayahnya jadi ia masih bisa berjoget-joget di dalam kamarnya setelah menghidupkan musik dengan suara begitu keras hingga membuat amarah Ayahnya kembali meledak.
"Mas udah! Makin kamu kerasin Prilly akan semakin melawan sama kamu." Farah menahan lengan suaminya yang ingin menyusul putrinya ke kamar. "Tapi dia makin hari makin menjadi-jadi Farah. Kamu nggak liat bagaimana bringasnya Prilly saat memukuli lawannya?" Ardan kembali mengingat cctv yang diperlihatkan oleh polisi padanya sebagai bukti jika Prilly memang terlibat tawuran.
Farah menghela nafasnya lalu kembali mengusap lengan suaminya. "Aku tahu tapi dengan memarahi Prilly terus menerus jelas bukan jalan keluar terbaik Mas." Ardan menoleh menatap istrinya, wanita yang rela menerima dirinya juga putrinya.
"Terima kasih Farah. Terima kasih karena kamu mau bertahan dengan semua kekacauan ini." Ujar Ardan lalu memeluk istrinya.
"Papa! Mama!" Teriakan anak kecil terdengar membuat Farah dan Ardan melepaskan pelukan mereka lalu tertawa saat melihat anak bungsu mereka berlari menuju kearah mereka.
Dia Cantika, putri tercinta Ardan dan Farah yang lahir 7 tahun lalu disaat Prilly kehilangan ibunya.
"Papa kenapa nggak bacain dongeng buat Tika malam ini?" Tanya anak itu setelah berada dalam gendongan sang Ayah.
Farah tersenyum sambil mencubit pipi putrinya. Cantika memiliki kulit putih sama seperti Prilly gadis kecil ini juga memiliki bola mata yang warnanya persis seperti Kakaknya.
"Aduh Papa lupa. Maafkan Papa Tuan putri Cantika." Ardan mengecup punggung tangan kecil putrinya.
"Baiklah. Tuan putri Cantika yang baik hati akan memaafkan Papa." Jawab anak itu dengan tawa yang menggemaskan hingga membuat Ardan dan Farah ikut tertawa. Mereka begitu bahagia sementara Prilly hanya bisa melihat kebahagiaan itu dari kejauhan.
Kedua tangan Prilly tampak mengepal, tatapannya begitu tajam menatap keluarga bahagia Ayahnya. "Keluarga cemara eh?" Ejek Prilly sebelum beranjak kembali ke kamarnya.
***
"Woi masih pagi udah numpang makan aja lo dirumah orang. Nggak punya rumah lo ya?"
Prilly yang sedang menyantap nasi gorengnya menatap tajam kearah anak laki-laki yang sedang menaik turunkan alisnya menggoda Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Husband
ChickLitNext story setelah Dokter Cinta selesai. Jangan lupa baca, komen serta votenyaa.. Ceritanya nggak kalah seru dengan cerita sebelumnya. :)