Ali baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran bertepatan dengan sedan hitam lainnya yang juga berhenti tepat di sebelah mobilnya.
Ali saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama yang ada di kota mereka. Ali mengambil jurusan managemen berbeda dengan kedua orang tuanya. Ibunda Ali seorang desainer terkenal bahkan rancangan Ibunya sudah merambah ke tingkat internasional sementara Ayahandanya merupakan seorang pejabat negara yang sekarang menetap di Belanda karena tugas yang beliau emban.
Latar belakang keluarga Ali memang berasal dari kalangan atas sehingga tidak heran jika keluarga Mahendra dinobatkan menjadi salah satu keluarga terpengaruh dan terkaya di Indonesia.
Ali sendiri tidak terlalu memusingkan perihal latar belakang keluarganya, ia lebih memilih hidup sebagai mahasiswa biasa meskipun dari kecil sampai dewasa ia tidak benar-benar bisa lepas dari pengaruh si sulung keluarga Mahendra. Semua orang menghormati dirinya bahkan Rektor di universitasnya saja sangat menghormati Ali dan sejujurnya Ali sangat tidak nyaman dengan hal itu namun apa boleh buat sudah menjadi risiko baginya karena terlahir di keluarga Mahendra.
"Lo ada kelas pagi?" Ali dan Saga sudah berteman sejak kecil karena kedekatan keluarga juga usia mereka yang seumuran ketika pertama kali mengenal.
"Heum. Lo juga?" Saga mengangukkan kepalanya selain Saga, Ali juga memiliki teman lainnya yang berjenis kelamin perempuan bernama Erika. Erika memang memiliki paras yang cantik namun kepribadiannya sangat jauh dari kata lemah lembut.
Erika berpenampilan layaknya wanita tapi ia memiliki tingkat kejudesan diatas rata-rata dan selama berkuliah disana Erika lah yang menjadi tameng untuk Ali dan Saga dari kejaran mahasiswi-mahasiswi alay yang membuat Ali dan Saga tidak nyaman.
"Er dimana?" Ali dan Saga sama-sama memanggil Erika dengan panggilan Er, panggilan sayang kata mereka.
Saga melirik parkiran dan ia belum melihat jazz merah kesayangan Erika. "Kayaknya belum datang."
"Kita tungguin di kelas aja." Usul Ali yang di setujui oleh Saga.
Dua bintang dari fakultas Ekonomi itu tampak berjalan beriringan membuat para mahasiswi menahan teriakan kehebohan. Ali dengan wajah tampan nan datarnya dan Saga cowok berkulit sedikit gelap namun memiliki senyuman yang begitu memikat.
Ali dan Saga sudah terbiasa diteriaki seperti bahkan sejak kecil mereka sudah menjadi idola gadis-gadis namun ketika ada yang berusaha menyentuh mereka keduanya tampak risih dan berusaha menghindar.
"Gila nggak ada Er ditengah kita mereka lebih bringas." Celetuk Saga begitu mereka tiba di dalam kelas. Ali hanya menganggukkan kepalanya. "Jika Prilly tahu pasti dia akan berubah menjadi macan betina." Ucap Ali yang membuat kekehan Saga terdengar.
"Benar. Gue masih ingat banget anak tetangga lo dulu yang dijambak karena nyentuh tangan lo." Ali ikut terkekeh pelan saat membayangkan kenangan masa kecilnya bersama Prilly dulu.
"Ngomong-ngomong gue udah lama juga nggak liat Prilly." Saga berkata sambil melihat reaksi Ali dan benar saja ekspresi wajah sahabatnya tampak masam ketika Saga ingin bertemu dengan Prilly. "Yaelah lo masih cemburu aja sama gue. Dari dulu gue cuma anggap Prilly Adek nggak lebih." Sungut Saga yang membuat ekspresi wajah Ali kembali tenang seperti semula.
Jika berhubungan dengan Prilly, Ali memang akan seposesif itu terlebih saat ia mengingat kembali percakapan terakhir mereka di dalam mobil.
"Gue jadian sama Prilly."
"HAH?!"
Ali tidak mengulang lagi perkataannya meskipun Saga tampak heboh sendiri. "Lo nembak dia?" Tanya Saga yang balik membuat Ali kebingungan, benar ia belum menyatakan cintanya secara gentle, tadi itu ia hanya mengiyakan perkataan Prilly tanpa bertanya apakah gadis itu benar-benar ingin menjadi kekasihnya karena mencintai dirinya atau cuma sekedar bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Husband
Chick-LitNext story setelah Dokter Cinta selesai. Jangan lupa baca, komen serta votenyaa.. Ceritanya nggak kalah seru dengan cerita sebelumnya. :)