Bonus part

1.4K 157 11
                                    


Prilly tampak begitu puas dengan hasil tangannya yang sudah tertata diatas meja. Ia baru saja selesai menyiapkan makan siang untuk calon suaminya. Ali sedang berjuang untuk perusahaan dan sebagai calon istri ia juga turut berjuang untuk menyiapkan santapan enak untuk calon suaminya.

"Lumayan melelahkan juga ternyata." Prilly menyeka keringat yang mengalir di dahinya. Bermodalkan video-video yang ia cari di internet akhirnya ia berhasil memasak beberapa menu makan siang untuk Ali juga Satria.

Beberapa kali ia tampak melirik jam di dinding yang hampir menunjukkan pukul 12 siang dan sebentar Ali pulang. Sebelum menyambut kedatangan calon suaminya, Prilly memilih untuk membersihkan diri, selain memasak ia juga sudah menyapu dan mengepel meskipun belum semahir Ali tapi hari ini pekerjaannya terselesaikan jauh lebih baik daripada kemarin.

Dengan senyuman mengembang Prilly melangkah memasuki kamarnya dengan Ali. Sebelum membersihkan diri ia memilih untuk membereskan kamarnya, Prilly mengatur meja rias menyusun kembali makeup juga segala peralatan skincare miliknya. Meja rias sudah rapi kini ia beralih pada lemari yang berisi bajunya juga baju Ali.

Senyuman gadis itu tampak mengembang lebar saat melihat bajunya tersusun rapi disamping baju Ali. Tatapannya beralih menatap jari manisnya yang terpasang cincin lamaran dari Ali meksipun belum resmi tetapi mereka sudah terikat satu sama lain. Ah, dia jadi tidak sabar menunggu bulan depan.

"Selesai!" Ucapnya dengan senyuman kepuasan. Setelah menyelesaikan pekerjaannya kini Prilly beralih menuju kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya.

Beberapa waktu kemudian,di pintu depan rumah Ali dan Prilly, terlihat Satria yang mengejar Kakaknya. "Bang tunggu dulu!"

Ali terus berjalan memasuki rumahnya dan membanting tas yang ia bawa bersamanya tadi pagi. Beberapa berkas tampak berhamburan di lantai yang sudah dibersihkan oleh Prilly tadi. Dengan kasar ia membuka dasi yang terasa mencekik lehernya.

"Abang tenang dulu!" Satria masih berusaha menenangkan Kakaknya yang sepanjang jalan tampak begitu menyeramkan.

Dengusan Ali terdengar diikuti dengan tarikan nafas pria itu yang terdengar begitu berat menandakan jika saat ini ia benar-benar sedang emosi. "Brengsek!"

Brak!

Ali menendang meja kecil yang ada disebelahnya sampai vas bunga diatasnya jatuh berhamburan di lantai. Satria menutup matanya, beginilah saudaranya jika sudah dikuasai emosi, sifat tenang dan santai Ali hilang entah kemana.

"Abang bisa nakutin Prilly kalau kayak gini." Satria kembali bersuara. "Diam Satria!" Raung Ali hingga terdengar sampai ke kamar Prilly.

Prilly yang baru saja selesai membersihkan diri ia sedikit terkejut dengan suara keras dari lantai bawah. Ia sangat mengenali suara itu. "Bang Ali pulang? Kok cepet sih." Prilly segera beranjak menuju lemari untuk mengambil pakaiannya.

Sementara dilantai bawah Ali masih belum bisa menguasai dirinya hingga kembali menendang sebuah guci yang ada disana. Satria terdiam bahkan ia masih belum berani bergerak sampai Ali keluar dari rumah dan pergi entah kemana.

Satria baru menghela nafasnya ketika Prilly turun masih dengan rambut basahnya. "Bang Ali kemana? Loh Sat ini kenapa berhamburan kayak gini?" Prilly tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat vas bunga juga serpihan guci yang berhamburan di lantai rumahnya.

"Bang Ali ngamuk." Jelas Satria singkat dan berlalu di hadapan Prilly menuju dapur, ia butuh air dingin untuk menenangkan hati dan pikirannya yang kacau gara-gara kejadian hari ini.

Ditinggal oleh Satria, Prilly hanya bisa celingak celinguk seperti orang kebingungan. Ia benar-benar penasaran dengan apa yang telah terjadi. "Calon suami gue kemana?" Desah Prilly yang menatap cemas kearah pintu rumah yang kebetulan masih terbuka lebar.

***

Prilly baru saja selesai membersihkan lantai rumahnya ketika Saga dan Erika datang. Kedua sahabat Ali itu tampak mengerutkan keningnya saat melihat Prilly memegang sapu juga serokan sampah.

"Kenapa Pril?" Tanya Erika yang berjalan mendekati Prilly, kening gadis tomboy itu tampak berkerut dalam saat melihat serpihan guci di dalam serokan sampah yang dipegang oleh Prilly.

Saga juga turut berjalan mendekati Erika dan menatap Prilly sama bingungnya. "Enggak tahu Kak tadi aku turun udah gini." Jelas Prilly pada Erika dan Saga.

"Ali mana?" Prilly menggelengkan kepalanya. "Enggak tahu cuma ada Satria di dapur." Katanya lagi.

Saga dan Erika berpandangan, keduanya serempak mengangukkan kepalanya. Saga berjalan menuju dapur sementara Erika memilih membantu Prilly membersihkan lantai ruang tamu.

"Sat!"

Satria hampir tersedak es batu gara-gara tepukan Saga pada punggungnya. "Apaan sih Bang ngagetin gue tau nggak?" Marah Satria yang justru dibalas tawa oleh Saga.

"Abang lo kemana?" Tanya Saga yang dijawab kedikan bahu oleh Satria. "Bunuh diri kali!"

Saga relfeks kembali menepuk punggung Satria kali ini lebih kuat dari yang pertama hingga membuat Satria mengaduh kesakitan. "Bangke banget mulut lo Sat!"

"Ck! Kesel gue Bang, jangan ganggu gue dulu kenapa sih?" Satria ikut uring-uringan tak jelas.

"Kenapa sih kalian?" Satria menghela nafasnya lalu mulai menceritakan perihal kejadian yang dialami Ali di perusahaan tadi semua urut dia cerita tanpa ia sadari jika Prilly dan Erika mendengar dari balik dinding.

Prilly tampak mengeratkan pegangannya pada gagang sapu yang ia bawa sementara Erika menatap Prilly iba. Kedua tangannya terangkat memeluk bahu kecil Prilly yang terasa begitu tegang dibawah sentuhannya.

"Kak."

"Tenang aja nggak apa-apa, Ali cuma butuh waktu buat nenangin dirinya." Erika berusaha menenangkan Prilly yang terlihat sekali cemas dan takut.

Semangat di lain tempat, Ali terlihat berdiri menatap tenangnya air danau. Mobilnya ia parkirkan tak jauh dari tempatnya berdiri. Ali memilih untuk menenangkan dirinya ke danau karena saat ini ia benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya.

Bayangan foto dimana Prilly dan Fairuz berpelukan dengan senyuman lebar itu membuat dada dan kepalanya panas bahkan nyaris mendidih. Ia tahu itu hanya masa lalu Prilly tetapi siapa yang kuat melihat calon istri yang sangat ia sayangi berpelukan dengan laki-laki lain meskipun hal itu terjadi di masa lalu tetap saja Ali merasa marah dan tidak nyaman.

Helaan nafas panjang pria itu kembali terdengar. Kedua tangannya tampak menopang pinggang rampingnya. Rasanya sungguh tidak nyaman bahkan ia sudah tidak perduli dengan proyek yang mungkin dimenangkan oleh pria sialan itu, satu-satunya hal yang ia pedulikan sekarang adalah perasaannya terhadap Prilly.

"Brengsek!" Ali terdengar memaki, entah siapa yang dimaki oleh pria itu. Berkali-kali Ali tampak menendang angin, rambutnya sudah berantakan sekali karena ulah tangannya sendiri.

Penampilan Ali saat ini benar-benar sangat kacau dan ia begitu tidak enak hati.

Ting!

Ponselnya terdengar berdering menandakan ada pesan masuk, dengan ogah-ogahan ia merogoh saku celananya lalu membuka pesan baru itu. Emosi pria itu kembali membuncah saat nomor asing yang ia yakini milik Fairuz kembali mengiriminya foto yang lain. Kali ini pose mereka tak kalah mesra dengan kepala Fairuz yang bersandar di bahu Prilly bahkan ada foto lain dimana Fairuz tampak mencium bahu telanjang kekasihnya.

"Bajingan sialan!" Ali melempar ponselnya ke danau lalu kembali pria itu berteriak kencang dan terus memaki Fairuz yang berhasil merusak ketenangan dirinya.

*****

My Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang