Chapter 18

48.6K 4.9K 231
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Berhubung udah lama gak update, jadi part kali ini ku panjangin biar puas bacanya.

Berhubung udah lama gak update, jadi part kali ini ku panjangin biar puas bacanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍‍Sekujur tubuh Iris lelah bukan main setelah kembali dari istana. Bukan lelah karena sibuk melakukan pekerjaan berat, melainkan lelah karena kebosanan.

Selama di dalam istana, Iris menunggu Sylvia dan putra mahkota seorang diri. Menunggu keduanya selesai mengobrol, tanpa teman bicara ataupun kegiatan lain.

Meskipun dirinya disuguhi banyak makanan, Iris tetap bosan akibat tak ada yang bisa dilakukannya selama berada di sana. Dia hanya bisa melamun, menatap pemandangan di sekitar, makan, dan begitu seterusnya.

Sangat terasa jauh perbedaannya dengan hari sebelumnya. Dimana ada Dylan di sampingnya. Mendekatinya, merecokinya, dan mengajaknya berbicara.

Entah kenapa Iris sedikit menyayangkan ketidakhadiran Dylan di sampingnya tadi.

Beberapa detik setelahnya, Iris memukul keningnya sendiri. "Bisa-bisanya aku berpikir begitu." Geramnya.

"Kenapa memukul keningmu?"

Iris menelan saliva kasar mendengar suara orang yang sangat dikenalinya. Lantas, ia pun menoleh ke asal suara.

Mata hijaunya langsung bertatapan dengan mata Frederick. Pria itu menatapnya intens sehingga membuatnya gugup.

Gadis cantik tersebut menyengir manis. "Aku rasa, tadi ada hewan kecil hinggap di keningku, tuan." Bohongnya.

"Ohh."

Iris tersenyum canggung mendapati reaksi cuek Kakak Sylvia.

"Bolehkah aku duduk di sampingmu?"

Iris mengerjap pelan. Heran melihat Frederick mendadak sok kenal sok dekat dengannya. Padahal biasanya Frederick selalu memperlakukannya cuek dan dingin. "Tentu saja boleh, tuan. Silahkan duduk di sini," ujarnya seraya membersihkan rerumputan di sampingnya.

Frederick segera duduk di samping Iris sebelum gadis itu berubah pikiran. Walaupun begitu, wajahnya tetap tenang dan santai. Menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.

"Kau baru kembali dari istana bersama Sylvia?"

"Iya, tuan."

"Kau pasti lelah. Kenapa tidak langsung istirahat di kamar?"

"Aku ingin menikmati senja di sini, tuan."

"Senja? Apakah terlihat indah jika dilihat dari sini?"

"Iya, tuan. Sangat indah malah."

"Baiklah. Lain kali, aku akan melihatnya di sini."

"Tuan suka senja?"

"Ya. Senja membuat hatiku tenang." Tandasnya berbohong. Aslinya, dia ingin berduaan dengan Iris. "Ah iya, aku ingin bertanya sesuatu." Berusaha mengalihkan pembicaraan ke arah lain supaya obrolan mereka tak terputus begitu saja.

The Tyrant's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang