Chapter 10

52.7K 5.4K 531
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Setelah membaca pesan Dylan, gadis cantik itu langsung mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah dengan perasaan ngeri tak tertahankan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membaca pesan Dylan, gadis cantik itu langsung mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah dengan perasaan ngeri tak tertahankan.

Bulu kuduknya meremang memikirkan Dylan selalu mengawasinya dari satu tempat.

Padahal ia baru saja terjatuh di atas pangkuan Frederick tapi Dylan sudah mengetahuinya. Bahkan mengirimkannya surat ancaman.

Mengerikan. Dylan sangat mengerikan.

Iris menjadi ragu apakah dia bisa melarikan diri di masa depan karena Dylan sudah mengawasinya sejak sekarang. Entah berapa banyak mata-mata yang dikirim Dylan untuk mengawasinya.

'Dasar Stalker!' umpat Iris dalam hati.

Iris bangkit dari kasurnya. Memutuskan pergi ke luar daripada terjebak perasaan ngeri terus menerus. Selain itu, dia takut Dylan tiba-tiba muncul dan menyekapnya.

Yah, siapa yang tahu pola pikir Dylan? Psikopat sinting!

"Iris! Dimana Nona Sylvia?" Cegat Emma mendadak muncul di hadapan Iris.

"Di taman bersama duke muda. Kenapa?"

"Tuan Duke mencarinya. Cepat panggil dan antar nona ke ruangan Tuan Duke."

"Baiklah."

"Kenapa kau berkeliaran begini? Seharusnya kau selalu berada di sisi nona. Bagaimana kalau terjadi sesuatu terhadap nona?! Kau mau bertanggungjawab?!" Omel Emma. Pada dasarnya pelayan itu sangat menyukai dan menyayangi Sylvia. Makanya selalu sensitif ke Iris.

"Kau tuli? Sylvia sedang bersama Duke muda. Tentu saja aku harus memberi ruang untuk mereka berdua, 'kan?" Balasnya mengomel.

Emma mendelik sinis. "Memberi waktu berdua bukan berarti pergi dari sana."

"Baiklah, wanita tua. Anggap aja aku salah. Sudah ya! Bye!"

Iris segera melarikan diri dari sana sebelum Emma mengamuk dan mengomelinya panjang lebar.

Menghadapi para pelayan overprotektif seperti Emma terkadang cukup merepotkan. Telinga Iris sampai sakit mendengar celotehan mereka. Akan tetapi, di lain sisi ia cukup senang melihat Sylvia begitu dicintai.

Setiba di taman, Iris langsung mengajak Sylvia menemui Duke. Iris pura-pura bersikap biasa saja di depan Frederick meskipun sebenarnya sangat malu karena teringat kejadian memalukan tadi.

"Aku yang akan menemani Sylvia ke ruangan ayah. Jadi, kembalilah." Tutur Frederick.

"Baik, tuan." Diam-diam Iris menghela nafas lega. Untunglah dirinya bisa kabur dari suasana canggung.

"Aku pergi dulu, Iris. Tunggulah aku di kamar. Jangan berkeliaran ke luar kediaman tanpa memberitahuku."

Iris meringis mendengar ucapan bernada perintah Sylvia. "Iya, Vi. Aku akan menunggumu di kamar."

Iris menyingkir. Memberi jalan untuk kakak beradik itu. Iris hijaunya terus mengiringi kepergian mereka. Setelah keduanya menghilang dari pandangan, Iris pun duduk di bawah pohon. Lelah bolak balik terus.

Wushh!

Jantung Iris terasa copot melihat anak panah melewatinya dan tertancap di sampingnya.

Salah gerak sedikit saja, sudah pasti panah mendarat di wajah cantiknya.

Iris berusaha menghilangkan keterkejutannya, lalu mencabut panah di batang pohon. Lagi-lagi berisikan sebuah pesan. 'Pasti dia pelakunya!' tuduhnya langsung.

"Dylan Brengsek. Beraninya dia mengejutkanku." Gumamnya kesal.

Iris segera membaca pesan Dylan.

"Biarkan jendela kamarmu terbuka karena malam ini aku akan datang."

Gadis cantik itu melongo kaget membaca pesan di luar nalar Dylan.

'dasar pria gila! Sinting! Psikopat! Stalker! Kau pikir aku akan membuka jendela kamarku? Jangan harap!! Aku tidak akan membiarkanmu masuk ke dalam kamarku. Tidak akan pernah!!'

 Tidak akan pernah!!'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

28 Agustus 2023

firza532

The Tyrant's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang