Chapter 3

63.7K 6K 198
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Jadwal Iris menjadi lebih padat semenjak Sylvia mengadakan pesta debutante

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadwal Iris menjadi lebih padat semenjak Sylvia mengadakan pesta debutante.

Iris sering menemani Sylvia menghadiri pesta lady bangsawan. Dimana para lady bangsawan yang belum menikah saling berkumpul dan berbagi informasi.

Sama halnya seperti sekarang. Iris menemani Sylvia di pesta Putri Count. Iris mendengarkan obrolan para lady sambil menyeruput tehnya dengan tenang.

"Aku dengar dari ayah, Kaisar akan segera memilih putri mahkota. Menurut kalian siapakah yang akan dipilih menjadi putri mahkota?"

Iris sedikit tertarik mendengarnya. 'Tentu saja Sylvia lah yang akan dipilih karena keluarganya sangat berpengaruh. Terutama putra mahkota mencintai Sylvia.' sahut Iris dalam hati.

Di dalam novel pun, Sylvia terpilih menjadi putri mahkota tapi Sylvia menolaknya karena jatuh cinta ke Dylan.

Jawaban Sylvia tentu mendapat tentangan dari Duke Enfield. Namun, Duke tidak berdaya melawan pilihan anak kesayangannya. Apalagi setelah Sylvia merajuk berhari-hari lamanya. Dengan terpaksa, Duke pun menolak lamaran Sang Kaisar.

"Bukankah sudah jelas? Pilihannya di antara Nona Sylvia dan Nona Ingrid mengingat mereka berdua berasal dari keluarga Duke paling berpengaruh di kekaisaran."

Semua mata tertuju ke arah Sylvia dan Ingrid.

Sylvia seketika salah tingkah menjadi pusat perhatian sedangkan Ingrid tetap tenang.

Sylvia bahkan meremas tangan Iris. Kebiasaan Sylvia saat sedang gugup.

Iris membalas genggaman tangan Sylvia. "Bukankah tidak etis jika kita menebak-nebaknya sekarang?" Tutur Iris.

Para lady bangsawan di sana tertawa canggung. "Benar juga." Mereka pun segera mengalihkan pembicaraan ke arah lain.

Sylvia menatap Iris terharu. Memang hanya Iris lah yang selalu mengerti dirinya.

Selama pesta berlangsung, Iris selalu melindungi Sylvia dari lady bangsawan yang iri melihat kecantikan Sylvia dan selalu berusaha memojokkan Sylvia.

Wajar saja jika para perempuan di pesta merasa iri melihat kecantikan Sylvia. Kecantikan yang berhasil membuat semua orang terpesona. Baik laki-laki maupun perempuan.

Kala pesta selesai, Iris dan Sylvia terduduk lesu di kereta kuda. "Ternyata pesta sangat melelahkan. Aku lebih suka bersantai di rumah bersamamu daripada menghadiri pesta tadi." Keluh Sylvia.

"Kau benar. Hah, untung saja aku bukan orang penting. Jadi, aku tidak akan sering mengunjungi pesta seperti dirimu."

Sylvia mengerucutkan bibirnya imut. "Kau harus selalu mengunjungi pesta bersamaku. Memangnya kau tega membiarkanku datang sendirian?" Rajuknya.

Iris mencubit hidung mancung Sylvia gemas. "Tidak selamanya aku bisa menemanimu datang ke pesta, Vi."

"Ah, iya. Aku lupa. Suatu saat nanti kan kita harus berpisah karena kau menjadi istri Grand Duke Dylan." Renggut Sylvia.

Iris tertawa resah. "Sepertinya tidak mungkin. Bagaimana mungkin orang biasa sepertiku menjadi istrinya?"

Target Iris sekarang hanyalah berpura-pura mencintai Dylan dan berlagak move on dari Dylan setelah Sylvia menikah dengan putra mahkota.

Iris mengambil cara berbahaya itu karena hati Sylvia sangat baik dan lembut. Sylvia tidak akan tega merebut pria yang dicintainya. Sylvia tidak akan mengejar-ngejar Dylan seperti di dalam novel. Sylvia akan berusaha menjauh demi menjaga perasaannya.

Setelah Sylvia menikah dengan putra mahkota ataupun pria lainnya, Iris akan berpura-pura move on dari Dylan dan pergi jauh dari kekaisaran. Memulai hidup barunya menggunakan upah yang diterimanya selama ini.

Sylvia mengenggam kedua tangan Iris. "Kau belum memulai tapi sudah putus asa. Kau harus semangat, Iris! Kau harus berjuang mendapatkan hatinya."

Iris menggelengkan kepala gemas melihat keluguan Sylvia. Menganggap segala sesuatu bisa didapatkan setelah berjuang. Padahal tidak semua hal bisa didapatkan meskipun sudah berjuang.

Untung saja Iris lebih dulu menyatakan perasaannya sehingga Sylvia tidak akan melakukan kebodohan yang sama untuk kedua kalinya.

"Aku tidak berani bermimpi meraih hatinya, Vi. Aku hanya berani mencintainya dalam diam."

Sylvia menghela nafas panjang. "Apa yang membuatmu tidak berani meraih hatinya? Kau itu cantik dan menarik. Sekali tatap pun, Grand Duke Dylan pasti langsung jatuh hati kepadamu." Menjeda ucapannya sejenak.

"Apa karena statusmu? Itu bukan masalah, Vi. Ada aku di sisimu. Aku siap mendukungmu kapanpun yang kau butuhkan atau perlukah aku memohon ke ayah agar memasukkan namamu ke dalam keluargaku?"

Iris meringis mendengar ucapan menggebu-gebu Sylvia. Pantas saja di dalam novel Sylvia pantang menyerah mendapatkan hati Dylan.

Sylvia terlampau polos, lugu, bersemangat, dan mudah dimanfaatkan.

"Ekhem. Daripada membahas masalah rumit ini, lebih baik kita bersenang-senang. Bukankah kau ingin mencoba semua makanan di restoran?" Tanya Iris mengalihkan pembicaraan.

"Aaaa!! Ayo!" Jerit Sylvia senang. Menghentikan kusir di depan sebuah restoran, menarik Iris keluar dari kereta kuda, dan melupakan pembahasan mereka sebelumnya.

Iris sampai kewalahan mengikuti langkah bersemangat Sylvia. "Pelan-pelan, Vi. Nanti kau terjatuh." Omelnya.

Baru saja mengatakan hal itu, Sylvia tersandung kakinya sendiri. Otomatis Iris juga terjatuh.

Beruntungnya Iris tidak sampai tersungkur ke tanah karena tubuhnya ditahan oleh seseorang.

"Lagi-lagi kau terjatuh ke dalam pelukanku. Bukankah ini berarti kita berjodoh?"

Iris melongo kaget mendengar suara yang sangat dikenalinya. "Yang Mulia?"

26 Agustus 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

26 Agustus 2023

firza532

The Tyrant's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang