Vote sebelum baca 🌟
Di salah satu kursi, Iris duduk manis sambil menahan senyum melihat Samuel dan Sylvia saling mengikrarkan janji suci pernikahan.
Keduanya terlihat sangat bahagia dan menunggu-nunggu moment berharga tersebut dilangsungkan.
Melihat keduanya begitu bahagia, Iris merasa semua jerih payah dan pengorbanannya selama ini sudah terbayarkan. Hasil usahanya setimpal dengan pengorbanannya.
Kini, Sylvia sudah aman sepenuhnya dari Dylan. Sylvia sudah memiliki pelindung. Sylvia tidak akan terjebak dengan Dylan lagi. Sylvia tidak akan menderita lagi akibat ulah Dylan. Sylvia bisa menggapai kebahagiaannya sendiri.
"Aku harap kau selalu hidup bahagia, Vi." Gumamnya seraya menatap Sylvia yang tersenyum cerah ke Samuel.
Betapa sangat disayangkan jika wajah cantik dan ceria Sylvia dihancurkan oleh seorang Dylan. Untungnya Iris berhasil mencegah kejadian tragis tersebut. Untungnya dia bisa menjaga senyuman di wajah Sylvia.
"Jangan selalu memikirkan dia, Iris. Sekarang pikirkanlah kebahagiaanmu sendiri." Bisik Dylan. Mengejutkan Iris. Gadis cantik itu refleks menoleh ke Dylan.
"Jadi, kapan kita menikah?" Tanya Dylan penuh senyuman hingga membuat Iris meringis. Dirinya selalu saja ditodong pertanyaan satu itu.
"Entahlah, Yang Mulia. Aku tidak memikirkannya."
"Bagaimana kalau bulan depan?"
"Te---"
"Kau merasa terlalu lama ya? Kalau begitu, dua Minggu lagi. Aku rasa waktunya cukup untuk mempersiapkan semuanya." Putus Dylan sesuka hati.
Iris mendesah kesal. "Terserah." Ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Sylvia dan Samuel sedangkan Dylan terkikik pelan melihat reaksi lucu Iris.
Di kala upacara pernikahan sudah selesai. Pengantin beserta tamu pindah ke ballroom. Menyelenggarakan resepsi pernikahan di sana.
Selama proses pindah ke ruang utama, Iris menjadi pusat perhatian para bangsawan karena datang sebagai partner Dylan.
Para bangsawan begitu terang-terangan menatapnya sehingga membuatnya risih bukan main.
Dylan yang peka pun melayangkan tatapan penuh peringatan agar mereka berhenti menatap Iris. Dylan juga memeluk pinggang Iris posesif. Menyatakan kepemilikannya agar para pria yang terpesona melihat Iris segera sadar diri.
"Jangan jauh-jauh dariku, Iris." Bisik Dylan tepat di telinga Iris.
"Baik, Yang Mulia."
"Kau ingat ucapanku kemarin, 'kan?"
Iris mengerutkan alisnya heran.
"Tidak boleh berdekatan dan berdansa dengan pria lain. Kau hanya boleh berdansa denganku!"
Iris manggut-manggut pelan mendengar bisikan penuh penekanan Dylan.
****
Setelah kata sambutan dari Kaisar, permaisuri, dan kedua pengantin. Pesta pun resmi digelar.
Pesta pernikahan pangeran mahkota dan putri mahkota begitu megah dan meriah. Bukan hanya bangsawan kekaisaran saja yang diundang, seluruh rakyat kekaisaran pun turut diundang menghadiri pesta.
Semua orang terlihat sangat menikmati pesta, kecuali Iris.
Bagaimana mungkin Iris bisa menikmati pesta jika dirinya ditatap para pria. Dylan, Frederick, dan para bangsawan lainnya.
Iris menjadi tidak bebas bergerak lantaran merasa sangat risih. Menelan minuman saja rasanya sangat susah akibat diperhatikan terang-terangan oleh para pria.
Iris mendesah gusar. "Apakah ada yang salah dengan wajah ataupun pakaianku, Yang Mulia?" Tanyanya tak tahan.
Dylan menelisik penampilan Iris dari bawah sampai ke atas. "Tidak ada yang salah darimu. Memangnya kenapa?"
"Lalu, kenapa para pria menatapku? Apakah gaunku terlalu terbuka? Ataukah riasan wajahku terlalu berlebihan?" Iris menggigit bibir bawahnya pelan. Cemas menunggu reaksi Dylan.
"Tenang saja, Iris. Tidak ada yang salah darimu. Mereka menatapmu karena kau sangat cantik sehingga mereka sulit mengalihkan pandangan darimu."
Dylan merentangkan kedua tangannya. "Kemari lah. Bersembunyilah di dalam pelukanku supaya orang lain tidak bisa melihat kecantikanmu lagi." Tuturnya penuh senyuman sedangkan Iris memukul bahu Dylan gemas.
"Jangan bercanda, Yang Mulia. Mana mungkin aku berani memeluk Yang Mulia di tengah keramaian seperti ini." Lirihnya.
Dylan tersenyum miring. Kemudian, menarik Iris ke dalam pelukannya. Mengurung tubuh Iris di dalam dekapannya.
"Lepaskan aku, Yang Mulia." Pinta Iris memelas.
Dylan memberi sedikit jarak. Mengangkat dagu Iris dengan jari telunjuknya. Senyuman miring terbit di bibir merahnya. "Kalau aku tidak mau?"
Iris melotot kaget ketika Dylan menarik tengkuknya dan menyatukan bibir mereka begitu saja.
Iris berusaha melepaskan diri, namun pelukan Dylan begitu erat sehingga ia tak bisa kabur.
Akhirnya, ia terpaksa pasrah di bawah kuasa Dylan dengan wajah merah padam akibat malu dicium di hadapan semua orang.
16/9/23
Kuy spam komen banyak-banyak biar aku semangat nulisnya💅
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Wife
FantasíaSkripsi. Alasan Levia meninggal dunia. Alasan menyedihkan sekaligus paling konyol disepanjang sejarah. Lebih menyedihkannya lagi, jiwa Levia masuk ke dalam novel sebagai Iris. Tokoh utama wanita tersembunyi di dalam novel. Wanita yang sebenarnya sa...