Vote sebelum baca 🌟
Derap langkah kaki terdengar begitu menggema di lorong nan sunyi. Meninggalkan kesan mencekam dan menyeramkan. Meski begitu, Iris tetap melangkah. Berjalan menuju kamar Sylvia.
Iris menghela nafas lega kala sampai di kamar Sylvia. Setiap kali menempuh lorong tadi, Iris selalu takut. Takut muncul hantu secara tiba-tiba di hadapannya seperti film yang sering dilihatnya.
Gadis itu menarik selimut Sylvia dan terkikik geli melihat Sylvia menggeliat imut. "Bangunlah, Vi. Hari ini kau harus mengikuti kelas menyulam."
"Aku masih mengantuk. Biarkan aku tidur sebentar lagi." Pinta Sylvia tanpa membuka mata.
"Astaga! Cepatlah bangun! Kau ingin dimarahi Countess Dasha?"
Sylvia sontak terduduk mendengar pertanyaan Iris. Baru ingat gurunya hari ini sangatlah tegas dan menakutkan. Countess Dasha tidak akan segan-segan menghukumnya jika terlambat memasuki kelas.
"Iris, cepat bantu aku bersiap." Pekik Sylvia heboh sambil berlari ke kamar mandi sedangkan Iris menggelengkan kepala melihat tingkah menggemaskan Sylvia. Begitulah aktivitasnya di pagi hari. Membangunkan Sylvia dan membantu Sylvia bersiap-siap.
Selesai membantu Sylvia bersiap-siap, Iris pergi keluar kediaman karena berniat bersenang-senang selama Sylvia belajar.
Iris berjalan riang. Senyuman ramah terus terpatri di bibir indahnya hingga mampu membuat semua orang terpesona. Para pria bahkan berusaha mendekatinya.
Sebenarnya, visual Iris tidak kalah cantik dari Sylvia.
Iris memiliki rambut merah muda bergelombang, bola mata hijau cerah, mata yang membentuk bulan sabit terbalik ketika tersenyum, senyuman semanis madu, kulit seputih salju, dan tubuh sexy menggoda.
Di usianya yang 19 tahun, Iris telah bertumbuh menjadi sosok gadis cantik yang menggoda.
Para pria mudah tergoda meskipun dirinya tidak melakukan apapun.
Namun, para bangsawan enggan mendekati Iris karena status Iris sangat rendah.
"Kita bertemu lagi."
Iris tersenyum paksa melihat kemunculan Dylan di hadapannya. Begitu mendadak dan tiba-tiba. 'dasar jelangkung!' umpat batinnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Dylan penasaran.
"Jalan-jalan, Yang Mulia."
"Kebetulan aku juga. Maukah kau berjalan-jalan bersamaku?"
'ogah!'
"Tentu, Yang Mulia."
Jawaban hati dan jawaban di mulut Iris begitu berbeda lantaran masih sayang nyawanya.
Entah kegilaan apa yang akan dilakukan Dylan kalau dirinya menolak sebab Dylan bukanlah tipe pria yang bisa bersabar.
Bisa saja Dylan menculiknya, mengurungnya, dan menghamilinya secara paksa seperti dalam novel.
Ughh, mengerikan!
Kenapa Iris harus bertemu Dylan hari ini?
Iris belum siap.
Nyalinya masih lemah.
"Kau sudah sarapan, Iris?" Tanya Dylan lagi.
"Belum, Yang Mulia."
Dylan mengangguk mengerti. "Kita makan dulu. Kau ingin makan dimana?"
"Terserah Yang Mulia saja."
Dylan sontak berpikir panjang mendengar jawaban ambigu Iris. Memilih-milih tempat yang mungkin disukai Iris.
Sementara itu, Iris berusaha menahan tawa melihat ekspresi rumit Dylan. Ternyata pria itu tidak semenakutkan dalam bayangannya.
Sekarang, Dylan terlihat lucu.
Tunggu --- lucu?
Iris menepuk keningnya. Dirinya pasti sudah gila karena berpikir demikian.
"Psttt. Dia anak haram kaisar, 'kan? Grand Duke Dylan?"
Pikiran absurd Iris teralihkan mendengar bisikan seseorang.
"Iya. Dia Grand Duke Dylan. Ayo kita pergi. Aku muak melihat anak haram sepertinya. Menjijikkan."
Iris refleks menoleh ke arah Dylan. Ia mengenggam tangan Dylan, menenangkan Dylan yang terlihat murka mendengar ucapan mereka.
Gadis cantik itu mengusap lengan Dylan lembut. "Abaikan saja ocehan sampah mereka, Yang Mulia."
Dylan menatap Iris lurus.
"Yang Mulia tidak menjijikkan sedikit pun. Mereka lah yang menjijikkan karena berpikiran sempit." Hibur Iris.
Dylan menyandarkan kepalanya di bahu Iris. "Aku anak haram kaisar. Aku lahir dari rahim seorang wanita pelacur. Apa aku benar-benar tidak menjijikkan, Iris?" Nada suaranya begitu lemah hingga menarik simpati Iris.
Gadis itu menggertakkan gigi kesal. Matanya menatap nyalang dua pria penggosip yang mengatakan hal buruk tentang Dylan. "Hei para kurcaci bermulut sampah! Cepat minta maaf kepada Yang Mulia!" Teriaknya.
Sudut bibir Dylan sedikit berkedut mendengar nada bicara Iris yang dipenuhi amarah. Seolah mewakilinya memarahi kedua pria tersebut.
'Kau membuatku semakin menggila, Iris.'
26 Agustus 2023
Follow ges firza532
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Wife
FantasySkripsi. Alasan Levia meninggal dunia. Alasan menyedihkan sekaligus paling konyol disepanjang sejarah. Lebih menyedihkannya lagi, jiwa Levia masuk ke dalam novel sebagai Iris. Tokoh utama wanita tersembunyi di dalam novel. Wanita yang sebenarnya sa...