11. panggilan baru

1K 18 0
                                    

Luna mengerjapkan matanya menyesuaikan matahari yang menerobos masuk kedalam kamarnya. Rasanya badannya remuk, tubuhnya lemas dan sakit-sakit. Menoleh kesamping menatap suaminya yang sedang asyik mencium lehernya membuat ia geli dan kesal.

"Lepas" luna mendorong wajah gabriel membuat sang empu kaget.

Gabriel menatap datar luna. "Ck! ganggu, mending lanjut tidur" kata Gabriel kesal.

Luna menarik selimut sampai dada. "Kenapa kakak jahat?" Tanya luna lirih.

"Karena kamu bandel" jawab gabriel santai.

Luna melirik sinis gabriel. "Bagaimana kondisi kak ar---"

"Jangan pernah sebut nama pria lain. Dan tenang saja, pria lemah itu sudah ditangani dokter, dan dia baik-baik saka" marah gabriel.

Luna mengangguk kecil, setidaknya pria yang ia cintai tidak kenapa-kenapa. Luna menarik napas panjang menoleh menatap gabriel yang asyik mengelus pipinya. "Aku mau mandi" ucap luna menepis tangan Gabriel membuat sang empu menatap tajam luna.

"Saya tidak suka penolakan" bentak gabriel mencengkeram pipi luna membuat sang empu meringis.

"K-kak, s-sakit" ringis luna berusaha melepaskan cengkraman gabriel yang semakin kuat mencengkram.

Gabriel melepaskan cengkeramannya menatap tajam luna. "Jangan pernah menolak sentuhan dari saya, kalau kamu tidak mau terluka" ucap Gabriel.

Luna mengangguk takut.

Gabriel tersenyum miring mengelus bibir luna yang sedikit bengkak gara-gara dirinya tadi malam. "Kau terlihat cantik jika tidak menggunakan pakaian seperti tadi malam. Tapi, jika sedang berdua dengan saya" bisik Gabriel.

Luna yang mendengar itu bergidik ngeri. "K-kak, lebih baik kakak mandi, supaya pikiran kakak tidak ngaco seperti ini" suruh luna.

Gabriel yang mendengar itu terkekeh kecil. "Haha. Saya sudah mandi, sayang. Kau jangan mengalihkan pembicaraan" ucao Gabriel.

"Kalau begitu aku mau mandi dulu" ucap luna yang hendak bangun dari rebahannya yang langsung gabriel dorong dan terjatuh kembali ke kasur.

"Tidak. Kamu tidak boleh mandi, saya masih mau berduaan sama kamu" ucap gabriel.

"Tap---"

"Saya tidak suka penolakan, luna" marah gabriel lagi.

Luna mengangguk pelan. "Marah mulu, darah tinggi baru tau rasa" dumel luna.

Gabriel memeluk luna dalam selimut. "Mulai hari ini kamu jangan panggil saya kakak, karena saya bukan kakak kamu" ucap gabriel mencium pipi luna lembut.

"Panggil Om gitu?. Bol----"

"Sembarangan. Kamu mau saya bunuh keluarga kamu, hah?" Tanya Gabriel menatap luna tajam.

Luna menggeleng cepat. "Tidak. Jangan ngancem terus aku takut" kesal luna.

Gabriel tidak menjawab, tangannya mengelus perut luna. "Mulai sekarang kamu panggil saya, ayang, sayang, cinta atau baby. Terserah kamu pilih apa yang jelas jangan panggil saya kakak" ucap gabriel.

Luna bergidik geli. "Lebay. Mending nama aja gab----"

"Panggil nama maka hukuman menanti kamu" ucap Gabriel.

Luna menoleh menatap gabriel sengit. "Kau---"

"Panggil yang mesra. luna" kesal gabriel mencengkeram perut Luan membuat sang empu meringis.

"Ya. S-sayang" ucap luna ogah-ogahan.

Gabriel tersenyum manis, senyuman yang mampu membuat luna terkagum-kagum, Gabriel jika senyum sudah pasti bertambah tampan. "Bagus. Awas panggil nama atau kakak" ancam Gabriel.

"Kalau lagi di kampus panggil sayang juga? Gitu" tanya luna.

"Itu lebih bagus" jawab gabriel cepat.

"Tidak. Aku tidak mau, aku mohon jika sedang di kampus kak.....a-ayang...arghhh ribet panggil kakak aja, ya, aku mo----"

"Kau mau salah satu orang tua kamu meninggal?" Ancam Gabriel.

Luna menatap kesal gabriel. "Orang tua aku, orang tua kamu juga, kalau kamu lupa" sinis luna.

Gabriel mengelus leher luna. "Panggil sayang, kalau kamu tidak mau pria lemah itu mati didepan wajah kamu" bisik Gabriel.

Deg

Luna menatap tajam gabriel. "Jangan---"

Cup

"Mandi, kita siap-siap ke rumah mamah" ucap gabriel beranjak dari kasur meninggalkan luna yang berteriak kesal.

"Mesum" teriak luna.

***

Saat ini Gabriel dan luna berada di rumah kedua orang tua gabriel. Rozak dan della. Sebenarnya gabriel malas datang kerumahnya sendiri, menurutnya membuang-buang waktu saja. Tapi paksaan dari papahnya membuat ia muak dan berakhir ia harus menurutinya.

"Setidaknya kalian punya malu" ucap della menatap luna dan gabriel.

Mendengar itu mereka langsung menatap della. "Maksudnya?" Tanya mereka.

Della menatap luna. "Lehermu penuh dengan tanda merah, yang pasti kamu tau sendiri. Ayolah luna, kau ini menantu kami orang terpandang harusnya kamu bisa menutupi merah di lehermu dengan polesan makeup, atau plester. Supaya kami tidak melihatnya" jelas della.

Reflek luna memegang lehernya. Menoelah menatap gabriel yang juga sedang menatapnya. "M-maaf. L-luna tidak tau. Msh---"

"Atau jangan-jangan kau tidak bisa makeup?. Atau bahkan kamu tidak tau alat-alat makeup?" Potong della.

Luna menatap della dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. "Mah. Luna tau cara makeup, tapi anak mamah tidak mengizinkan luna berias. Bahkan alat rias luna dia buang" ungkap luna jujur.

Memang benar yang dikatakan luna, Gabriel membuang semua alat makeup luna, dan hanya tersisa beberapa saja.

"Kau harus pintar-pintar men---"

"Stop! Mamah kalau mau hina atau komentar soal luna mending mamah tidak usah bicara, memangnya kenapa kalau leher luna merah. Itupun ulah gabriel suaminya sendiri. Dan gabriel yang tidak mengizinkan luna menutupinya supaya mereka tau kalau luna istri gabriel" kesal gabriel.

Rozak yang sedari tadi diam ia langsung menyahut. "Jangan hiraukan ucapan mamah kamu, dia lagi datang bulan. Papah saja tadi kena marah lebih baik kalian diam" ucao rozak.

"Apa sal---"

"Mah. Yang dikatakan gabriel benar, mau luna lehernya merah, hamil, atau apalah itu. Terserah dia, toh mereka sudah menjadi suami istri" potong rozak.

"Nyebelin kalian berdua tuh" kesal della.

Luna menoelah menatap suaminya yang menyenderkan kepalanya dipundaknya. "Ken---"

"Diam. Kepala aku pusing" lirih gabriel.

Della menatap anaknya. "Sayang, kamu sakit? Ayok kita ke dokter. Kamu pasti kecapekan mengurus istri kamu" khawatir della.

Luna yang mendengar itu menghela napas panjang. Mengabaikan ucapan mertuanya, "mau istirahat disini atau pulang?" Tanya luna.

Gabriel mendongak menatap mamah dan papah nya. "Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi kami berdua mau pulang" gabriel menarik luna berdiri.

"Eh, jangan pulang,. nginep dis----"

"Perjanjian kita masih sama, satu Minggu di rumah ini, satu Minggu di rumah kami berdua" gabriel langsung menarik luna keluar rumah. Mendorong luna masuk kedalam mobil.

"Kak, biar aku yang setir mobil" ucap luna khawatir melihat wajah Gabriel yang pucat.

Gabriel menggeleng. "Jangan. Bahaya, kita bisa celaka" tolak gabriel. Ia mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang m pening di kepalanya semakin menjadi-jadi. "Sial! Pusing banget" umpat gabriel kesal.

"Kak---"

"Sayang, jangan kakak mulu" koreksi gabriel.

Luna memutar bola matanya malas. "Sayang, mending aku yang setir. Aku bisa ko" ucap luna.

"Tidak.----"

CITTTTT

***

Obsession Gabriel [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang