chapter 27

4.1K 486 23
                                    

Renjun tidak tau pasti apa yang terjadi sekarang. Tapi, saat mata indahnya itu terbuka sedikit demi sedikit, dingin di dahu dan nyeri di tangannya adalah apa yang ia rasakan. Renjun mengernyit kala melihat tiang infus yang ada di samping ranjang besar itu, lalu sadar bahwa infus itu sedang mengalir di dalam tubuhnya. Tapi, ruangan itu bukan seperti rumah sakit. Ada lemari besar, meja kerja yang cukup besar juga di sana. Warna spreinya memang putih, apalagi tidak ada bau obat-obatan di sana. Ini juga kamar hotelnya atau kamar apartment atau apapun itu yang berhubungan sama dia, bahkan Renjun yang sudah duduk di kasur itu pun melihat tidak ada kopernya di dalam ruangan itu.

Jadi... dia di mana?

Renjun melepas kain kompres yang entah sejak kapan tidak diganti, dia menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Walau dengan kepala berdenyut dan kaki rasanya seperti jelly, Renjun harus tetap keluar dari sana — guna mencari tau dia di mana dan apa yang terjadi. Renjun nggak lupa soal dia yang merasa tiba-tiba jatuh begitu akan mengambil air minum kemasan botol yang Doyoung taruh di kursi nakas.

Langkah Renjun pelan sambil menyeret tiang infus itu, dia tidak bodoh untuk tau bahwa infus ini dipasang karena keadaannya, jika dia nekat melepas infus itu mungkin akan memperparah keadaannya sendiri. Renjun berjalan ke arah pintu, tapi dia bisa mendengar derap langkah mendekat, membuat Renjun ragu untuk membuka pintu itu.

Maka karena itu Renjun memilih berbalik untuk kembali posisi awal yaitu tertidur di atas kasur, tapi langkahnya kurang cepat sebab pintu itu sudah terbuka.

"Renjun?"

Suaranya tidak asing. Dengan cepat Renjun berbalik badan lagi, menemukan figur Jeno berdiri — oh tidak, berjalan ke arahnya dan kini kedua tangan besar lelaki itu menangkup pipinya.

"Kenapa kamu berdiri di sini? Ada yang sakit badannya?" Jeno meraih tiang infus Renjun, ia juga menuntun Renjun yang keliatan linglung kembali ke kasurnya. "Rebahan lagi aja," ujar Jeno, sembari menata bantal dan memposisikan Renjun untuk tidur kembali.

Setelah selesai, Jeno tertawa kecil melihat raut kebingungan Renjun. Pipi gembil lelaki itu memerah karena suhu tubuhnya masih hangat, bibir yang biasanya terlihat segar, kini memucat, tapi mata bulat Renjun masih indah seperti biasa. Dokter bilang kalau Renjun kecapekan juga dehidrasi, ditambah suhu dingin ekstrem di sini membuat imunnya makin menurun, beliau juga bilang agar Renjun istirahat sampai lemas ditubuhnya hilang sepenuhnya.

"Kenapa? Bingung ya?" Renjun mengangguk pelan saat Jeno bertanya seperti itu, jika ada Jeno di sini pasti dia berada di tempat lelaki itu, tapi apartment Jeno tidak seperti ini.

"Rumah keluargamu?" Renjun bertanya pelan saat berhasil memproses setiap clue yang ia jadikan satu. Tentu saja dia pasti berada di rumah keluarga Lee, sudah jelas. Renjun jadi panik, apalagi saat Jeno senyum sambil mengangguk, dia berkunjung pertama kali ke rumah Jeno dalam keadaan sakit.

"Tadi kamu pingsan di hotel, Doyoung sampai telfon aku, dia dapat nomorku dari mana kira-kira?" Jeno duduk dipinggir kasur menghadap Renjun, tangannya meraih tangan Renjun untuk digenggam dan dielus pelan. "Renjun," panggil Jeno pelan. "Jangan gini lagi ya?"

"Apa?"

"Jangan sakit terus diem aja, nggak jujur kalo kamu sakit. Malem itu badan kamu hangat bukan karena kegiatan kita, kan? Tapi, karena kamu udah demam." Jeno baru paham saat tadi ditelfon Doyoung mengatakan Renjun sedikit demam sejak hari Sabtu, di mana Renjun menginap di tempatnya.

Sorot mata Renjun meredup, merasa bersalah karena niatnya untuk nggak buat semua khawatir atau panik malah berjalan tidak sesuai rencana. "Maaf," cicit Renjun, dia memang kalau sakit suka lebay, dalam artian tubuhnya memang jarang seperti ini, tapi sekalinya sakit bisa langsung sampai ambruk.

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang