chapter 41

2.6K 358 38
                                    

Malam itu jalanan sekitar rumah Renjun sepi, tidak satu orang pun berjalan kecuali si aries yang baru saja kembali dari memberi camilan untuk menemaninya menonton film. Renjun sudah berusaha untuk lupa, tapi pikirannya masih berada pada kejadian dua hari lalu di mana ia yakin bahwa yang menyelamatkannya waktu itu adalah Jeno. Belum lagi kemarin sore saat badai salju tiba-tiba datang dan dia terjebak di halte dekat restoran hotpot ada taksi yang mengatakan bahwa ada nama pemesan atas nama dirinya padahal posisinya Renjun tidak memesan taksi karena lagi-lagi baterainya habis.

Hidupnya jadi seperti mudah, seolah ada malaikat pelindung yang Tuhan kirim agar setiap kesulitan tidak bisa menyulitkan Renjun. Tapi, semua hal tidak terjadi kebetulan. Dia yakin sekali hal seperti ini hanya orang yang benar-benar peduli padanya yang akan melakukan semua ini. Dan Jeno bisa saja dalang di balik semuanya, lelaki itu pengecut yang hanya ingin melindungi Renjun dari jauh.

Mendadak dada Renjun terasa sesak. Memikirkan jika benar Jeno berada di Jilin hanya untuk dirinya, lantas apakah lelaki itu benar-benar mencintai dia sampai mengejarnya sejauh ini? Apakah Jeno sama hancur dan rindu padanya sampai bisa berbuat seperti ini hanya untuk bisa memandangnya meski dari jauh? Dan satu pertanyaan yang mengusik relungnya yang lain adalah... apakah dia keterlaluan dengan menutup semua akses Jeno untuk menjelaskan semua hal padanya seperti ini?

Renjun meremat kantong belanjaannya dengan hati gundah. Sepinya jalanan tidak membuat dia takut atau bahkan merasa ciut. Lalu, entah ilham dari mana tiba-tiba Renjun punya satu ide gila yang bisa memancing soal keberadaan Jeno benar ada di sini atau tidak. Lelaki itu pasti tidak akan bisa melihat Renjun dalam kesulitan apalagi dalam bahaya, kan?

Senyum penuh arti muncul diranumnya yang merah muda. Renjun mengeluarkan ponsel dan mengetik nama Ningning di kontak wechatnya, sebelum mendial nomor sepupunya itu.

"Halo, ge, ada apa? Aku lagi masak nih." Suara minyak bertemu dengan sesuatu yang Ningning goreng menjadi backsound yang Renjun dengar.

Renjun menarik napas pelan sebelum memantapkan hati untuk menjalankan rencananya ini. "Kamu punya nomor gangstee atau preman bayaran gak?"

***

Malam itu seperti biasanya Jeno akan berjalan mengendap di sekitar kawasan rumah Renjun. Hari belum terlalu gelap, tapi memang suasana di sini sepi. Jeno menyesap kopi hangat yang ia beli sembari mengamati si mungil yang asyik bersenandung berjalan melewati taman dengan semringah, entah apa yang membuat suasana hati Renjun begitu bahagia hari ini, tapi Jeno suka melihatnya.

Empat hari lalu saat ia nekat menangkap tubuh Renjun yang hendak jatuh di danau yang sudah jadi es adalah hak terbaik karena setelah berminggu-minggu ia tidak bisa secara langsung mendekap tubuh kecil orang yang ia cintai itu. Walau setelahnya Jeno harus kena marah Yangyang sebab hampir saja Renjun melihat wajahnya, kalo itu terjadi mungkin sekarang mereka sudah diusir dan Renjun akan kabur lagi.

Langkah Jeno memberat, ia tidak tau akan sampai kapan seperti ini. Dia ingin sekali berlari ke arah Renjun, memeluk lelaki itu, dan menjelaskan semuanya perihal masalah mereka dari awal sampai akhir. Setidaknya meski nanti Renjun tetap tidak memaafkan dirinya, tapi dia sudah berusaha meluruskan masalah mereka. Kopi yang pahit pun jadi makin pahit mengingat hubungan Jeno dan Renjun tidak kunjung membaik, keluarganya masih mendiamkan, belum ada titik terang soal bagaimana Renjun bisa tahu semua kebenarannya. Semua benang masih kusut membuat Jeno terkadang frustasi sendiri. Jikalau tidak ada Jaemin juga Yangyang, mungkin Jeno sudah menyerah pada ini semua.

"Lepasin!"

Seolah ditarik menuju masa kini, Jeno spontan menoleh ke arah jalanan saat mendengar jeritan. Ia membuang kopinya begitu saja dan berlari saat tidak menemukan Renjun yang tadi berjalan agak jauh di depannya.

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang