chapter 39

2.6K 353 11
                                    

Jilin diguyur hujan salju hari ini. Udara yang dingin, semakin dingin dengan turunnya salju di seluruh kota. Harusnya Renjun melihat berita sebelum berkeliaran agar ia tidak terjebak hujan salju di minimarket seperti sekarang. Tidak ada payung atau sarung tangan untuk menghangatkan kedua telapak tangannya yang mendingin akibat cuaca hampir badai seperti ini. Untungnya minimarket ini punya penghangat ruangan, setidaknya itu membantu Renjun sampai hujan salju reda dan bisa kembali bergelung di balik selimut kamarnya.

Renjun mendudukan diri di kursi pengunjung yang menghadap langsung ke jalanan di depan minimarket. Mobil-mobil berlalu lalang meski salju turun deras. Kaca minimarket berembun dan pandangan Renjun makin tidak jelas menandakan hujan salju makin parah. Hari itu ia habiskan untuk dirinya sendiri, bahkan Renjun tidak menerima panggilan dari Ningning atau siapapun karena butuh waktu sendiri, tapi malah terjebak di minimarket dan kedinginan.

Bibirnya yang hampir pucat menyesap kopi hangat yang ia beli bersamaan dengan sebungkus roti keju. Renjun asyik menikmati rotinya sampai suara sepatu pengunjung lain dan decitan kursi yang digeser membuatnya menoleh ke arah samping. Lelaki dengan jaket tebal dan topi juga masker duduk di sebelahnya— berjarak tiga kursi. Lelaki itu tidak membeli apapun, hanya duduk dan fokus dengan ponselnya. Renjun awalnya tidak peduli, tapi ia merasa tidak asing dengan postur tubuh itu.

"Hai?"

Entah keberanian darimana sampai mulutnya melontarkan sapaan kepada orang asing yang misterius. Lalu, cemberut sendiri saat tidak mendapat balasan apapun. Dia malu, juga kesal karena lelaki itu sama sekali tidak menoleh atau mungkin tidak menganggap Renjun ada di sana, lantas si aries itu memilih memandang kaca minimarket lagi dengan hati dongkol dan menahan malu.

Renjun mengeluarkan ponselnya, lalu berdecih sebal saat melihat ternyata baterai ponselnya habis. Sialan sekali, dia seperti ditimpa kesialan sehari ini.

"Mana nggak bawa charger lagi." Renjun menggerutu sendiri sembari menggosokan kedua telapak tangannya agar terasa agak hangat karena penghangat ruangan saja tidak cukup untuk dia yang sensitif dengan udara dingin. "Mana bisa pesen taksi kalo gini, naik bus bakal lama." Renjun terus menggerutu.

Lelaki itu membuang napas berat sebelum meletakkan kepalanya di atas meja dengan pipi menggembung sebab bibirnya cemberut. Lalu, pandangannya tertuju pada si lelaki jaket tebal yang masih berkutat dengan ponsel itu. Mata sipit dan tahi lalat di mata orang itu membuat Renjun teringat pada Jeno. Postur tubuh lelaki itu juga sangat mirip dengan Jeno. Tapi, mustahil jika itu Jeno sebab mana mungkin Jeno akan menyusulnya ke Jilin.

Renjun bangkit dari posisinya. Ia fokus pada jalanan yang makin tertutup oleh salju saat tiba-tiba ponsel bercasing hitam tergeser ke arahnya. Sontak Renjun menoleh ke sebelah dan mendapati lelaki berjaket tebal itu menyodorkan ponsel untuknya.

"Kamu minjemin aku?" Renjun bertanya hati-hati, lalu anggukan lelaki itu membuat Renjun terharu, ternyata orang baik masih ada di dunia ini. "Makasih banget! Aku pinjem sebentar ya buat pesen taksi biar bisa pulang!" Renjun meraih ponsel itu tanpa pikir panjang, dia cuma ingin pulang, tapi kali dia tidak akan bertindak bodoh alias alamatnya akan sedikit ia salahkan biar bagaimanapun lelaki itu tetap orang asing yang bisa saja melacak alamatnya lewat riwayat pemesanan taksi online ini.

Renjun sebenarnya merasa aneh karena lelaki itu tidak mengeluarkan suara sama sekali, tapi bodoh amat lah yang penting dia bisa pulang sekarang. Wajahnya penuh senyum saat pemesanan taksinya berhasil dan sudah dalam perjalanan menuju ke lokasinya sekarang, lelaki aries itu mengembalikan ponsel ke sang pemilik yang hanya dia memandang ke arah luar minimarket.

"Makasih ya! Kamu mau roti? Aku beli dua sebenarnya buat di rumah nanti, tapi buat kamu aja deh soalnya udah baik minjemin aku hp." Renjun menaruh rotinya ke depan lelaki berjaket tebal itu. "Jangan ditolak, please, anggap aja itu ucapan terima kasih aku," sambarnya setelah melihat lelaki itu hendak mengembalikan rotinya.

Lelaki itu nampak menghela napas sebelum akhirnya mengangguk dan fokus lagi pada ponselnya meninggalkan Renjun yang tersenyum canggung. Waktu bergulir lambat menurut Renjun, mungkin karena hujan salju, jadi taksinya butuh waktu lama untuk sampai di sana.

Saking fokusnya melamun, Renjun sampai terkejut saat lelaki berjaket misterius tadi mengetuk meja dan membuat Renjun menoleh ke arahnya. Nampak ada mobil taksi berhenti di depan minimarket, ternyata lelaki itu hendak menunjukkan pada Renjun bahwa taksi yang ia pesan sudah sampai.

"Yey! Sampai! Makasih banyak sekali lagi, aku perm—" Ucapan Renjun terpotong saat lelaki berjaket tebal itu mengeluarkan sarung tangan sepasang dan menyodorkan ke arah Renjun. Sarung tangan bulu tebal dengan bordiran bentuk hewan rubah berwarna kuning. Lucu. "Buat aku?" Lelaki itu mengangguk.

"Iya. Di luar dingin, kamu pakai, punya adikku, tapi buat kamu saja."

Renjun mengulas senyum. Lelaki itu bicara, setelah berjam-jam hanya diam. Dan suaranya... tidak asing. Tapi, sekali lagi Renjun hanya abai, dia tidak punya banyak waktu atau taksi akan pergi jika ia tidak kunjung muncul. Lantas, Renjun segera meraih sarung tangan itu.

"Terima kasih! Semoga nanti kita ketemu lagi! Kalo kita ketemu lagi, kamu sapa aku ya, biar aku bisa balas kebaikan kamu hari ini!"

Lelaki aries itu berlari keluar minimarket dengan terburu-buru, meninggalkan si pria jaket tebal yang tersenyum melihat tingkahnya dari kejauhan.

***

"Habis dari mana lo?" Jaemin menatap sinis Jeno yang sedang melepas topi dan masker, tubuh lelaki itu dipenuhi salju dan basah membuat lantai rumah sewa mereka jadi dipenuhi lelehan salju yang menempel di jaket juga topi si taurus itu. "Pel sendiri, anjir, gua capek!" Gerutunya sembari merebahkan diri di sofa.

Hujan salju masih mengguyur Jilin, tapi si Jeno itu malah keluyuran sejak matahari belum terbit, padahal Yangyang sudah memperingatkan mereka untuk tetap di rumah karena cuaca akan buruk hari ini.

Yang dimarahi bukannya merasa malah asyik tersenyum sambil membersihkan lantai yang basah.

"Abis darimana, Je?" Yangyang muncul dari dapur dengan cangkir yang isinya coklat hangat untuk dirinya sendiri. "Ditelfon gak diangkat terus."

"Ketemu Renjun." Jeno menaruh kain pel dan ikut duduk di sofa bersama Jaemin juga Yangyang. "Nggak sengaja sih sebenernya, tapi gua lagi neduh di minimarket waktu liat Renjun ternyata di sana juga, gua duduk dan dia nyapa gua..." Jeno tersenyum lebar sampai matanya menghilang.

"Serius? Dia nggak ngenalin lo kan tapi?" Jaemin bertanya was-was. Takut saja rencana mereka akan gagal karena Jeno bertindak impulsif.

"Nggak. Untungnya sih Nggak." Jeno menghela napas. "Kapan ya bisa deket sama Renjun tanpa takut ketauan kaya gini. Gua pengen banget peluk dia..." senyum yang tadinya menghiasi sekarang berganti dengan raut sedih yang membuat Yangyang menepuk bahu Jeno guna menguatkan.

"Bentar lagi, Je, kita bakal bawa Renjun ada di tengah-tengah kita lagi." Yangyang memberi kata penenang yang diaminkan Jeno dalam hati.

Jeno juga yakin bahwa sebentar lagi, ia akan bisa memeluk Renjun seperti dulu lagi. Sebentar lagi. Jeno pastikan itu tidak akan membutuhkan waktu yang lama.

[]

tbc

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang