chapter 43

2.6K 348 19
                                    

"Udah bisa dihubungi belum si Jeno nya?"

Pagi sudah menyingsing, cuaca masih sama dinginnya meski salju sudah berkurang. Harusnya pagi ini Jaemin dan Yangyang menemukan Jeno seperti biasa tertidur di ruang tamu dengan keadaan kedinginan tanpa selimut. Tapi, pagi ini berbeda, tidak ada Jeno di sofa ruang tamu atau di manapun. Sudah puluhan kali Jaemin menghubungi Jeno, spam chat nya tidak ada yang terkirim, begitupula panggilan yang hanya dibalas suara operator.

Mereka tidak seharusnya lalai, meski si Jeno itu sudah berumur hampir tiga puluh tahun, tetap saja Jilin bukan tempat familiar untuk Jeno yang selama hidupnya hanya berada di balik punggung sang ayah. Walau kelihatan tidak peduli, Jaemin sebenarnya sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu. Maka, melihat ekspresi Jaemin yang tegang dan agaknya emosi— Yangyang berinisiatif untuk mengelus bahu Jaemin pelan, niatnya menenangkan.

"Nggak ada balesan ini," ujar Jaemin sambil melempar punggung ke sandaran sofa dan berdecak sebal.

Yangyang berdehem. Selama beberapa bulan bergaul dengan Na Jaemin, baru kali ini dia melihat sisi kekhawatiran yang lelaki itu keluarkan. Biasanya Jaemin itu sosok yang tenang, tidak mudah terpancing emosi, sekarang auranya benar-benar berbeda.

"Kita cari keluar aja Jeno nya?" Tanya Yangyang takut-takut. Lagipula memang tidak ada pilihan selain mencari. "Pasti Jeno masih ada di sekitar area rumah Renjun." Yangyang melanjutkan, nyalinya mendadak ciut saat Jaemin menatapnya dengan alis mengkerut seperti orang marah.

"Awas aja tuh orang kalo sampai ketemu terus ternyata lagi cosplay jadi gelandangan tidur di emperan toko." Jaemin berdiri, Yangyang ikut berdiri. Lalu, Jaemin menoleh ke Yangyang yang tampak kebingungan, "Lo mau pake baju kaya gitu buat keluar? Mau adu yang paling beku sama danau kemaren?" Si Liu langsung melihat ke arah dirinya sendiri, cuma pakai baju oblong dengan celana tidur, mana rambutnya juga masih acak-acakan.

"Haduh, gak sadar saking paniknya si Jeno ngilang."

"Yaudah buruan ganti," kata Jaemin sambil duduk lagi sementara Yangyang masuk ke dalam kamarnya untuk ganti baju. Jaemin hendak mencoba menghubungi nomor Jeno lagi saat langkah kaki dari area teras membuat dia reflek berdiri.

Sosok dengan mantel coklat dan senyum canggung menatapnya sambil melambaikan tangan kecil. Tubuh Jaemin membeku, bahkan niatnya memarahi Jeno saat lelaki itu muncul dari balik tembok sekat terpatahkan dengan senyum dari raut wajah bahagia Jeno. Jaemin melangkah pelan menghampiri Renjun yang masih melambai di tempat yang sama dengan Jeno di belakangnya.

"Ren..." Jaemin memanggil ragu, sebelum memeluk si mungil yang sudah ia anggap adik sendiri itu.

Jeno sebenarnya tidak suka 'miliknya' dipeluk orang lain. Tapi, mengingat Jaemin yang sebenarnya tidak terlibat dalam masalah memilih untuk melibatkan dirinya sampai sejauh ini membuat Jeno pasrah saja selagi tidak ada niatan buruk seperti menikung dirinya misal.

"Hai, Jaemin!" Renjun membalas pelukan Jaemin dengan riang. "Kamu apa kabar?" Tanyanya selepas pelukan mereka terurai sebab Jaemin mendengar deheman si sulung Lee.

"Gua hampir gila!" Jaemin tanpa ragu menjawab.

"Kenapa kok hampir gila?"

"Ya karena dia lah," ujar Jaemin sembari menunjuk si sulung Lee yang mendelik tidak terima, "Dia hampir gila, gua juga hampir gila, gak ada lo itu dia udah kaya orang gila, Ren! Lo liat itu dia makin kurus!" Cecar Jaemin menggebu membeberkan semua hal. "Perusahaannya hampir bangkrut dalam waktu sehari cuma karena dia milih diem di ruang kerja apartment nya tanpa makan!"

Jeno maju ke depan, "Udah diem." Lalu membekap mulut lancang Jaemin yang membuat dirinya seperti terlihat lemah sekali. Padahal apa yang Jaemin utarakan itu semua fakta. "Udah, Ren, gak usah dengerin ucapan hiperbola si Jaemin ini." Tapi, Jeno jelas tau Renjun akan merasa bersalah jika mengetahui bagaimana keadaannya setelah ditinggal Renjun.

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang