chapter 42

3K 370 21
                                    

Lelaki itu dengan kuat mencengkram setir mobilnya. Rahang tegas dan tatapan mata penuh kemarahan terlihat jelas dari wajahnya yang samar. Kemarahan memguasai dirinya tatkala melihat Renjun berjalan memasuki rumahnya dengan seseorang yang ia deklarasikan jadi musuh sejak lama itu. Tujuannya ke sana adalah untuk memberikan makanan kesukaan Renjun, tapi tidak jadi saat netranya menangkap figur Renjun bersama Jeno.

Sialan.

Harusnya hanya dia bisa mengetahui keberadaan Renjun. Apa gunanya mendekati Ningning si gadis cerewet yang selalu mengganggu hidupnya di kampus hanya demi mendekati Renjun. Apa gunanya menghabiskan hampir waktunya untuk tinggal di Jilin. Apa gunanya menurunkan harga diri memohon pada Chenle sepupu Chinanya yang sombong dan menyebalkan itu hanya demi membuat Renjun mau ikut dengannya nanti.

Donghyuck sudah mengupayakan segala cara untuk bisa berada di sisi Renjun, tapi Jeno selalu ada di sana untuk mengganggu semua rencananya. Padahal Renjun sudah mulai menerima kehadirannya, tapi kenapa Jeno harus datang dan semuanya jadi kacau. Donghyuck memukul setirnya — menyalurkan emosi — tinggal satu langkah saja dia bisa membuat Renjun jatuh ke pelukannya, tapi kini dia dipukul mundur secara paksa.

Tapi, Donghyuck bukan orang yang akan menyerah begitu saja. Masih ada banyak rencana dalam pikirannya. Menyingkirkan Jeno tidak sesulit itu. Senyum miring tercetak di wajahnya, kemudian ia memutar rute jalan agar tidak melewati rumah Renjun. Kali ini ia akan biarkan kedua orang itu. Hanya sekali ini saja.

***

"Kamu duduk dulu, sebentar ya." Renjun membawa Jeno untuk duduk di sofa ruang keluarga. Ia juga sudah membantu Jeno melepas mantel menyisakan baju turtle neck coklat milik Jeno. Mata mereka berdua masih sembab karena menangis di pinggir jalan tadi, juga Renjun merasa bersalah sebab secara tidak langsung dia yang membuat Jeno babak belur dipukuli preman seperti ini karena kan preman itu adalah suruhannya untuk memancing Jeno muncul langsung.

Jeno sendiri sibuk menikmati rasa sakit sekaligus bahagia karena Renjunnya sudah menerima dia lagi. Matanya mengedar melihat interior rumah Huang yang di Jilin ternyata tergolong sederhana untuk sekelas keluarga konglomerat lama alias old money atau mungkin ini hanya salah satu rumah yang mereka miliki di Jilin. Tidak banyak perabotan atau hiasan, bahkan tidak ada foto Renjun dan keluarganya, rumah itu benar-benar sepi serta menenangkan dalam satu waktu.

Jeno menoleh ke arah Renjun yang berjalan dengan membawa kotak p3k. Ia masih tidak menyangkah bisa mendekap tubuh kecil itu lagi, bisa menghirup aroma khas dari rambut dan tubuh Renjun yang wangi, bisa melihat raut khawatir Renjun lagi, semuanya seperti mimpi yang tidak ingin Jeno akhiri.

"Sini, aku obatin ya... kamu lukanya agak banyak. Di kaki ada ya kayanya?" Renjun bertanya sembari duduk di samping Jeno, lalu membuka kotak p3k.

"Enggak ada, cuma sakit aja soalnya tadi ditendang tulang keringku." Jeno menjelaskan sambil meringis ngilu saat lebam di wajahnya mulai dioles salep oleh Renjun. "Aduh, perih, pelan dikit, Ren..." Jeno biasanya bisa menahan rasa sakit apapun ditubuhnya, tapi melihat wajah khawatir Renjun melihatnya kesakitan adalah salah satu hal yang paling ia sukai, ia tahu jelas setelah meringis sakit seperti itu Renjun akan menatapnya dengan pandangan bersalah lalu meniup niup lebamnya dengan penuh sayang.

"Maaf..."

Tapi, senyum dalam hati Jeno runtuh saat Renjun malah menangis lagi sembari terus mengobati dirinya. Dengan cepat ia mengambil tangan Renjun yang sibuk mengoleskan salep untuk ia genggam.

"Kenapa nangis, Ren?" Jeno bertanya lembut, ia tatap teduh si aries yang masih menangis sambil menunduk kali ini.

"Sebenarnya aku tau kamu di sini."

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang