Chapter 30

215 9 0
                                    

Pov aiza

Ndalem sudah sangat ramai karena lalu lalang para santri yang membawa berbagai macam makanan ke tempat acara. Acara akan segera di mulai tetapi aku masih betah berada di dalam kamar. Entahlah aku seperti malas untuk mengikuti acara ini.

Tok tok tok

Suara pintu terbuka dan Nina muncul di balik pintu.

"Assalamualaikum Ning, maaf ning, ning aiza sudah di tunggu di bawah" ucapnya

Aku pun menjawab salamnya dan mengatakan bahwa aku akan segera turun. Sepeninggalan Nina aku kembali membenarkan kerudung dan mempoles sedikit bedak dan liptin.

Aku pun turun dan menemukan sosok Malik dengan 2 orang yang salah satu aku kenali sebagai adik Malik.

"Za" panggil Malik setelah melihat diriku turun tangga.

"Kenalin za ini bang Boby abangku, dan ini Nana kamu udah pernah ketemu kan sama dia?" Tanyanya yang langsung aku angguki.

"Assalamualaikum ka ai" sapa Nana langsung menyalami tanganku. Aku pun menjawab salammya dan kemudian Abang Malik pun juga menyapaku dengan menakup tangannya.

Setelah sapa menyapa, ummi pun mengajak kami semua untuk langsung menuju ke tempat acara. Tempat duduk akhwat dan ikhwan pun dipisah. Aku duduk di sebelah Nana yang sejak tadi terus menerus mengajak ku mengobrol. Aku hanya merespon seadanya tapi tidak cuek.

Mataku juga terus menerus melihat ke arah Ikhwan duduk, terutama pada satu sosok yang hampir 5 bulan ini berbagi kamar denganku. Desiran aneh kembali muncul ketika melihat sosok nya yang menurutku hari ini sangat tampan dia mengunakan baju Koko berwarna abu abu muda beserta sarung warna senada dan juga peci hitam. Aku pun membuang muka ketika dia menoleh ke arahku.

Jantungku berdebar kencang, desiran itu pun juga belum hilang sepenuhnya mungkin saja pipiku sudah memerah. Aku tak berani menoleh lagi karena kuyakin matanya masih mengarah padaku.

Setelah pembukaan yang di awali dengan pembacaan surah Al-Qur'an, dilanjutkannya dengan penampilan Hadroh. Aku sedikit terkejut bahwa yang mendampingi ustadzah Azizah untuk membawakan sholawat ternyata ka rayyan. Aku terdiam ketika Dia menatapku. Senyumnya masih sama seperti dulu, tapi aku bisa lihat ada rasa sedih menumpuk di pelupuk matanya.

Aku merasa bersalah padanya dan aku belum sempat meminta maaf padanya juga. Tapi anehnya rasa suka yang pernah aku rasakan ketika bertemu dengannya dulu sudah tidak ada. Hanya ada rasa penyesalan dan bersalah ketika menatapnya tadi.

Aku kembali menengok ke arahnya melihat dia menatap ke arah panggung. Apakah dia juga sama terkejutnya denganku? Entahlah aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar dan mencoba menikmati acaranya.

*

Semua rangkaian acara pun selesai dengan di adakannya pawai obor. Semua santri lun membawa satu persatu obor dan mulai berjalan memutari lingkungan luar pondok. Ini adalah salah satu tradisi keluargaku bersama para santri untuk menyambut awal Ramadhan. Nana yang sedari tadi mengekoriku selalu berdecak kagum takkala melihat banyaknya obor yang menyala.

"Bang kalo ada kaya gini ajak Nana lagi ya" ucapnya yang kudengar. Dia mengatakan itu dengan wajah yang sumringah. Sebelum Malik menjawabnya ummi sudah yerkbih dahulu "Iya nanti ummi suruh Abang mu telpon kamu kalo ada acara disini" ucap ummi menanggapi keantusiasan Nana.

Aku tidak tau seberapa dekatnya dia dengan sang adik, tapi jika dilihat dia sangat dekat dengan adiknya. Terbukti dengan dia selalu menangappi ocehan Nana dengan sabar dan senyum yang tak oernah luntur di wajahnya.

Ummi juga menyuruh bang Boby dan Nana menginap karena hari sudah sangat malam. Karena kamar hanya tersisa satu, Malik memutuskan akan tidur bersama abangnya di kamar tamu.

Ketika Takdir Sedang Bercanda (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang