Chapter 20

185 8 0
                                    


Malik pun mengalah dan keluar dari kamar. Seperginya Malik, aiza kembali menangis. Entahlah apa yang dia pikirkan sekarang, rasanya dia seperti bukan dirinya sendiri. Marah , kecewa kesal menjadi satu dalam dirinya. Dia tidak mau seperti ini. Tidak tidak mau.

"Aku harus secepatnya menyelesaikan ini" benaknya saat itu juga.

Happy Reading!!
Tandai typo!

"loh ai nya mana?" Tanya ummi Yangs edang menyiapkan makanan
"Tadi Malik suruh istirahat, badannya za lemes habis muntah mmi" ucap nya memberitahukan kondisi aiza.

Ummi pun mengangguk paham dan kembali menyiapkan sarapan bersama mbak Fiyya istri mas fiyyan.

Setelah semuanya siap, ummi memanggil Abi Zubair di teras depan untuk sarapan bersama. Keluarga Zubair pun sudah berkumpul di meja makan untuk melakukan sarapan bersama. Tidak ada obrolan apapun di meja apapun. Abi Zubair melarang semua orang berbicara ketika sedang makan dan baru di perbolehkan berbincang setelah semuanya menyelesaikan makanannya. Setelah semuanya selesai, Abi Zubair mengajak Malik untuk berbincang ringan di teras depan ndalem.

"Abi kopi atau teh?" Tanya mbak Fiyya
"Teh saja, nak Malik?
"Teh saja bi" ucap Malik

Mba Fiyya pun mengangguk dan langsung masuk untuk membuatkan teh untuk Abi Zubair dan adik iparnya itu. Tidak sampai 10 menit mba Fiyya pun sudah kembali dengan Napan berisi 2 teh.
"Terimakasih nak"
"Sama sama Bi"
"Ma-makasih mba" ucap Malik pelan yang hanya di angguki oleh sang empu.

Abi Zubair dan Malin pun menyeruput tehnya sebelum mulai berbincang.
"Hari ini kamu mulai kerja nak?"
"Iya bi, saya mulai kerja nanti jam 9 di cafe nya mas fayyas" ucapnya agak canggung. Entahlah di hatinya masih ada rasa bersalah dan tidak enak kepada keluarga aiza. Karena kejadian ini, keluarga aiza yang notabennya keluarga terpandang harus menutupi aib sebesar ini, terlebih lagi aiza yang harus batal menikahi laki laki paham agama dan menanggung kehamilan yang ia sendiri tidak terima.

"Sekali lagi saya minta maaf Bi" ucap Malik tiba tiba
"Saya sudah buat keluarga abi menanggung aib sebesar ini, menghancurkan impian za untuk menikahi lelaki baik dan paham agama" ucapnya sambil menunduk. Abi Zubair hanya tersenyum, laku menepuk pundak Malik. "Ini sudah takdir nak, Abi tidak apa apa. Mungkin memang jalannya seperti ini" ucap Abi mencoba menenangkan sang menantu.

"Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. Al Baqarah: 21)" ucap Abi Zubair mengutip ayat pada surah Al-Baqarah.

"Kita tidak tahu takdir apa yang akan kalian hadapi di depan sana, tapi Abi akan selalu berdoa kepada Allah agar pernikahan kalian menjadi pernikahan yang sakinah mawadah warahmah dan semoga Allah selalu melindungi keluarga kecil kalian" ucap Abi Zubair tulus. Malik tidak bisa berkata apa apa hatinya seperti ada rasa kelegaan takkala mendengar doa sang mertua. Meskipun dia juga ragu apakah pernikahannya akan berjalan lancara atau berjalan seperti kesepakatannya dengan aiza. Entahlah. Lamunan nya buyar ketika mendengar salam seseorang.

"Assalamualaikum"
Waalaikumsalam" ucap Abi Zubair menjawab salam tersebut yang ternyata sosok santri bernama Budi. Dia pun menghampiri Abi Zubair dan menyalami Abi Zubair dan tak lupa dia juga menyalami Malik.
"Ada apa Bud?
"Punten pak kiayi, ini ada ada paket atas nama Ning aiza, tadi saya kebetulan bertemu tukang paket di depan gerbang" ucapnya menyerahkan paket tersebut.
"Syukron ya" ucap Abi Zubair
"Kalo gitu saya pamit dulu pak kiayi, Gus" ucapnya sambil menyalami tangan Abi Zubair dan Malik.

Sepeninggalan santri tersebut, Malik pun izin untuk bersiap siap untuk bekerja dan tak lupa membawa paket atas nama istrinya untuk di bawa bersamanya. Sesampainya di kamar dia melihat aiza yang masih tertidur pulas. Dia tidak tega membangunkannya dan hanya menaruh paket yersebut di meja nakas sebelah kasur. Perlahan dia menyiapkan dirinya untuk bersiap siap berangkat. Di dekatkannya aiza dan mulai menunduk

"Gw berangkat dulu ya za" ucap Malik pelan seraya mengelus kepala aiza yang terbalut hijab instan. Tak lupa juga dia berpamitan kepada calon anaknya dengan manaruh tangannya di atas perut aiza seraya berkata "papa kerja dulu ya sayang, jangan rewel di perut umma" tangannya mengusap perut itu perlahan. Setelah berpamitan dengan calon anaknya malik pun bangkit dan keluar perlahan dari kamar.

*

Jarak antara pesantren dengan mini
Resto tempat kerja malik hanya membutuhkan waktu 30 menit saja. Sesampainnya dia langsung menghubungi mas fayyas ya g ternyata sudah menunggunya di depan pintu.
"Assalamualaikum mas" salam Malik
"Waalaikumsalam, gimana rutenya Deket kan sama pesantren?" Tanya mas fayyas to the point.
"Iya mas lumayan Deket"
"Yaudah ayo kita masuk, mas bakal ngenalin kamu sama semua pekerja disini" ucapnya.

Mereka berdua pun masuk ke dalam yang ternyata sudah ada para pegawai mas fayyas

"Assalamualaikum semuanya"
"Waalaikumsalam pak fayyas"
"Perkenalkan ini Malik, asisten koki yang baru yang bakal bantu mas Tio di dapur" ucap mas fayyas memperkenalkan Malik di depan para pegawai resto.
"Halo perkenalkan saya Malik , pegawai baru mohon untuk bantu ya" ucap Malik memperkenalkan dirinya dan di angguki oleh semua pegawai resto
Mas Tio, tolong bantu Malik ya"
"Siap pak bos" ucap koki bernama tio.
"Oke, karena resto udh waktunya buka marinkita siap siap menyambut para pelanggan, semangat semangat semangat semangat!!" Mas fayyas menyemangati para pegawainya yang di balas semangat juga oleh pegawainya.

Semua pegawai pun sudah bersedia ti tenpat masing masing tak terkecuali Malik yang sudah berada di dapur untuk belajar menyiapkan menu.

"Kata pak bos, sebelumnya lu kerja juga di resto kan?"
"Iya mas, resto jepang"
"Oke berarti skill motong, skill oseng oseng gak perlu gw ajarin lagi kan"
"Iya mas"
"Oke kalo gitu gw bakal kasih tau lu menu menu apa aja yg ada di resto ini dan cara buatnya" ucap mas Tio ramah.
"Oke mas".

Malik pun mulai memperhatikan apa yang di katakan oleh mas Tio sang koki. Seperti menu di resto ini, cara membuatnya dan juga bahan bahannya. Malik pun merupakan sosok pembelajar yang cepat jadi dia bisa langsung bisa membuat menu makanan dengan tetap masih di awasi oleh koki utama.

Sedangkan di ndalem aiza terbangun terburu buru karena perutnya bergejolak ingin muntah.

"Hueeek"
"Hueeek"
"Hueeek"

"Tok tok aii ?"
"Iyaa ummi sebentar" ucapnya dari dalam kamar mandi. dirasa tidak ingin muntah lagi, aiza pun membersihkan mulut dan bekas muntahannya. Dengan langkah gontai dia keluar kamar mandi untuk menemui sang ummi.

"Masih mual?" Tanya ummi membantu aiza berjalan
"Masih mmi, tapi gak kaya tadi pagi ini udah aga mendingan" ucapnya duduk di kasur
"Makan dulu ya ummi udh buatin bubur, abis itu minum obat sama vitaminnya" aiza hanya mengangguk saja. Perlahan dia memasukan sendok ke dalam mulutnya
"Gimana mual?"
"Gak mmi, enak"
"Alhamdulillah, yaudah habiskan ya ummi tinggal ngajar, kalo butuh apa apa panggil Shinta sama Farah ya dia ada dibawah lagi bantu mbakmu"
Aiza pun mengangguk paham. Dilanjutkan makanya dengan perlahan. Tanpa sengaja matanya tertuju pada sebuah paket di atas nakas.

"Itu pasti barangnya" benaknya setelah melihat paket tersebut. Entahlah apa yang dipikirkan aiza setelah melihat paket tersebut. Hanya dia dan Allah yang tahu apa isi paket tersebut.

Ketika Takdir Sedang Bercanda (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang