Ini tahun 2050, kami telah menguniversalkan transaksi dengan mata uang bitcoin pada tiap sektor perbankan. Transportasi antar wilayah telah dikoneksikan memberdayakan fasilitas kereta turboshaft atau kendaraan serupa trem berbahan bakar avtur. Polusi udara semakin tak terkontrol, kian mempertipis lapisan ozon, mengakibatkan efek rumah kaca yang merusak ekosistem sejumlah besar lapisan bioma di pedosfer; Artik perlahan melebur, Amazon kebakaran hebat karena kiriman fosfor dari Sahara dihambat oleh persoalan emisi gas, Natuna dicemari limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir. Tinggal menunggu big bang 2.0 sebelum proses hancurnya bumi.
Cuaca berkabut adveksi meliputi keseharian distrik-distrik ibu kota karena radiator panas dari talang asap pabrik bawah tanah. Bahkan bintang-bintang tak lagi terlihat sebab awan stratocumulus beracun bersolek di langit malam.
Aku menatap ke atas, memandangi buntalan gulali warna kelabu—awan racun—berkuasa di langit, menyembunyikan peristiwa bulan sabit pada bulan Februari ini. Jendela apartemenku dibuat berkisi-kisi tebal karena konstruksi bangunan ini berdiri ditengah kota urban fringe dengan konsumsi listrik terbesar di Asia; polutan ada dimana-mana, makanya aku was-was.
Dan disinilah aku. Aku seorang ilmuwan paleontologi di ASPAC. Aku dipekerjakan sebagai pengembang genetika. Aku dan timku berupaya mencegah kepunahan tanaman anggrek terakhir di muka bumi.
Tubuhku bergetar, jantungku berdebar, kukira aku jatuh cinta, ternyata aku belum makan. Aku terlalu sibuk membudidayakan anggrek dendrobium terakhir di galaksi.
Aku mengalihkan pandang pada satu-satunya tanaman varian orchidaceae yang tersisa di bumi itu. Aku meletakkannya pada tabung berisikan oksigen dengan komponen kimia sempurna, diterangi oleh lampu filamen pemancar UV dari lampbond agar membantu fotosintesisnya. Tapi usahaku gagal. Tanaman itu mati. Sebagaimana pun teknologi dapat digunakan, oksigen tiruan, matahari tiruan, dan fotosintesis rekaan tak dapat menyaingi versi alaminya. Yah. Mau bagaimana lagi.
Peribahasa 'sedia payung sebelum hujan' dengan pola pikir proaktif dan pengertian antisipasinya telah ada di masyarakat, tapi kenapa kepunahan ratusan ribu spesies tumbuhan tetap terjadi?
Aku meyakini kepunahan manusia ada di pelupuk mata.
Ting!
Notifikasi laptop pribadiku berbunyi. Aku meletakkan secangkir espresso di meja, lalu duduk dan menjangkau laptop.
Surel asing masuk ke inbox dari pengirim anonim. Aneh. Padahal aku sedang log in di akun perusahaan, bukan akun pribadi. Kubuka isi e-mail itu dengan kursor yang bergerak lambat karena ragu.
Selamat sore.
Aku Kaizo, presiden direktur dari SCP Foundation. Aku butuh jasamu dalam penelitian kami yang mengalami kebuntuan total. Tugasmu tidak lebih dari mengobservasi objek penelitian kami; makhluk—entiti—pemanipulasi faktor. Aku sudah meminta persetujuan ASPAC dalam perekrutanmu. Namamu akan tetap terdaftar sebagai buruh harian lepas di ASPAC, tapi kamu bekerja dengan kami. Karena kami menjaga kerahasiaan unit ini.
Aku menawarkan gaji 100 juta bitcoin per bulan, dan pesangon sebesar-besarnya bila kamu berhasil menuntaskan penelitian ini. Bila kamu setuju, silahkan bersiap. Tim kami akan menjemputmu di penerbangan menuju Nevada. Tunjukkan saja kode QR terlampir pada petugas bandara.
Iya, begitulah awal ceritanya aku bisa bertemu tujuh orang bermuka kembar.
-
Buku ini merupakan perpanjangan Boboiboy x Reader dari buku author yg berjudul 'Boboiboy Oneshoot' chapter 'SCP Foundation - Taufan'
Mungkin, konflik disini akan jauh lebih kompleks & engga terfokus ke taufan aja. Melainkan ke ketujuh bbb elemental.m
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy x Reader | SCP Foundation
Fanfiction|Boboiboy x Reader| Aku seorang ilmuwan paleontologi yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bekerja sebagai petugas sipil di pusat sains Asia Pasifik. Tiba-tiba, ada surel email yang masuk ke inbox laptopku, menawarkan aku pekerjaan di SCP Found...