- 20

2.5K 314 58
                                    

Bah. Amato bilang ia memposisikan lokasi penelitiannya Objek Petir bukan di pesanggrahan sentrum, tapi di gedung sekunder yang menjadi fasilitas akomodasi bagi para peneliti golongan pemimpin proyek. Aku perlu berjalan melalui sayap kanan pusat penelitian SCP Foundation.

Kami memenjarakan lebih dari lima puluh ribu spesies SCP dan dua puluh ribu diantaranya belum teridentifikasi peringkat taksonominya sama sekali. Aku melintasi hamparan gurun buatan dengan pasir-pasir sintetis yang dibatasi oleh kaca anti peluru. Didalamnya terkungkunglah makhluk reptil menyerupai Imperator Sarcosuchus—sejenis buaya purba peneror bumi paling ganas di bagian utara Afrika seberat delapan ton—berkemampuan regenerasi tanpa batas. Ada pun bilik penjara dari spesies mirip enderman di Minecraft, musang berwajah iguana, alien berbentuk robot bulldozer Power-Angle-Tilt, gargantuar pemakan daging manusia, manusia dengan infeksi virus zombie tipe Uroboros, monster creepypasta sewujud Kuntilanak, manusia telekinesis, dan ratusan jenis bakteri nitrifikasi yang tidak berasal dari senyawa amonia di tanah bumi ini; yah, para astronom menemukan mereka di berbagai planet berkomposisi mirip bumi seperti Gliese 667Cc, Kepler-452b, hingga Proxima b.

Mereka diteliti dan dipegang oleh para ahli. Ilmuwan-ilmuwan disini dilengkapi oleh persenjataan yang royal dalam penelitiannya; kami disediakan ruangan, teknologi, pendanaan, dan crew.

Aku capek jalan.

Andai kata aku tak dipekerjakan di bagian Objek Angin, aku tak akan semelarat ini. Aku muak dengan proyek utama SCP Foundation beserta orang-orang yang menangani proyek utama SCP Foundation.

Mereka tidak lelah mengatai aku terobsesi pada ilmu pengetahuan. Aku tahu itu fakta, tapi mereka memperjelasnya dengan dialog yang berintensi mengejekku. Mereka bilang aku jahat karena memanfaatkan objek elemental agar aku bisa memvalidasi teori matematikaku yang diberi penghargaan nobel oleh yayasan fisika di Swedia. Buatku, itu masih ada dalam batasan aspek etika peneliti. Ayolah, aku bukan Adolf Hitler. Aku bukan gubernur jendral VOC J.P Coen.

Bahkan si Amato Amato itu menyuruhku mencari kesibukan lain. Ikut kelas kebugaran untuk remaja putri contohnya. Atau mengidolakan personil boyband asal Korea Selatan. Aku tidak tahu apa yang ada di otaknya. Amato menjauhkan aku dari Objek Petir karena mengira aku anak tolol nan sinting yang gila ilmu pengetahuan dan akan mengambil alih Objek Petir dari asuhan ke-bapak-annya atau apa?

"Kamu telat tiga detik." Amato menyembur. Ia melirik arlojinya. Ini jam delapan lewat tiga detik.

"Apa salahnya." Aku menjawab ogah-ogahan.

"Apa salahnya, katamu?" Amato mempertajam tatapannya padaku.

"Waktu itu hanya persepsi." Aku mengutarakan makna perumusan matematikaku yang disupport oleh teorinya Albert Einstein dengan nada mengayun-ayun.

"Aku tidak suka anak yang tidak menghargai waktu." Ketus Amato. Aku tidak senang ketika aku telah berusaha menjadi saintifik, lawan bicaraku malah mempersenjatai lidahnya dengan nilai moril dan norma-norma sosial.

"Aku kan bukan anakmu, Pak." Aku menyelamatkan diri.

Aku rasa Amato kehilangan kata-katanya di ujung lidah. Ia lalu menarik topik lain, "Aku peringatkan padamu. Jangan mencoba campuri Objek Petir karena obsesimu pada teori matematika dan zaman lain itu."

Aku cemberut. Orang ini lebih menyusahkan daripada Yaya.

"Baik. Jadi dimana Objek Petir." Aku tidak mau bersilat lidah dengan Amato. Tidak sopan. Aku lebih muda. Akan terlihat begitu, bukan?

Amato dengan berat hati menyetel keamanan superkomputer di bilik eksperimen terpisah ini agar jangan berada dalam sistem gerhana lockdown. Tepat dari pilar berdiameter lima meter di depan mataku, terbukalah lapisan sengnya. Aku menyaksikan adanya vivarium—akuarium pemeliharaan untuk observasi dalam penelitian—di balik lapisan seng itu. Di dalam vivariumnya, ada sesosok manusia yang tengah tertidur pulas dengan napas buatan dari konsentrator oksigen berbentuk venturi mask sebagai respirator utamanya. Terdapat pula alat serupa elektrokardiografi di sekujur tubuhnya. Dibalik piyama si manusia, membran elektroda menempel di dadanya—berjumlah empat, ditempel pada masing-masing katup jantung, dua di tangan dan dua di kaki, menginput data berupa kurva gelombang irama jantung yang diterjemahkan pada kode P, Q, R, S dan T.

Boboiboy x Reader | SCP FoundationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang