Chapter 5

145 77 55
                                    

"Dibalik sikap yang berubah, ada setetes keinginan untuk kembali keperubahan semula."

Happy reading 🍇



Di meja makan ini, Hersan sedang makan malam dengan sang Ayah. Hersan menatap jengah Ayahnya yang terus saja mengecek fonselnya seperti sedang menunggu pesan dari seseorang.

Hersan merasa jengah, lantas beranjak dari duduknya dan berniat menyudahi makan malamnya.

"Hersan," Ayahnya Hersan—Harvin memanggil, membuat yang dipanggil menghentikan langkahnya.

"Nasi kamu belum habis, makan kembali!" perintah Harvin yang membuat Hersan berdecak.

"Hersan udah kenyang," ujarnya kembali duduk dikursi.

"Alasan. Kamu baru makan sedikit, habiskan makanan Kamu," Harvin mendekatkan piring milik Hersan yang masih tersisa banyak nasi beserta lauknya.

"Hersan udah gak selera. Lagian, lagi makan juga malah main fonsel, lagi chattingan sama siapa si?" tanya Hersan dengan sinis.

Harvin menegur air putih nya sebentar. "Kamu gak perlu tau," jawabnya yang membuat Hersan berdecih.

"Kamu diajarin sama siapa berbicara sinis seperti itu kepada Papah?" Harvin menyoroti wajah anak tunggalnya itu. "ibumu tidak pernah mengajarkan seperti itu sama kamu Hersan, tapi kenapa sikap kamu semakin hari semakin melewati jalur didikan ibumu."

Hersan mendengar itu lantas berdiri. "Sifat Hersan jadi gini juga karna Papah," ujarnya dengan keras. "Hersan benci sama Papah! Hersan benci kenapa Papah tiap hari selalu mengunjungi mamah, seolah-olah Papah suami yang setia dan paling mencintai Mamah! tapi kenapa Papah selalu chattingan, telfonan sama wanita lain!" mata Hersan mulai me-merah menahan tangis. "Papah pikir Hersan gak tau hah!"

Harvin menggeleng. "Kamu masih SMA Hersan! kamu masih kecil gak tau apa-apa," ucapnya dengan menyoroti wajah anaknya.

Harvin beranjak dan mendekati anaknya. "Cepat! habiskan makanannya, kamu gak ingat nasihat mamah kamu," Harvin menepuk-nepuk pundak anaknya. "Nasinya jangan disisakan Esan sayang, nanti nangis loh," katanya dengan mengikuti nada bicara mendiang istrinya.

Hersan mundudukan dirinya dengan kasar. Jujur, kalau membahas mendiang ibunya Hersan lemah, Hersan terlalu lemah.

Hersan yang berusia tujuh tahun sudah ditinggalkan oleh ibunya akibat kecelakaan mobil. Setelah kepergian ibunya, Hersan masih jadi pribadi yang ceria, karna Harvin selalu berada disisinya dengan menjadi dua pribadi. Yaitu menjadi seorang Ayah plus seorang ibu.

Harvin sangat hebat kan? Ayah panutan bukan? bahkan dulu ketika Hersan kecil ditanya 'Apa cita-cita Esan?' Hersan selalu menjawab dengan lantang 'ingin seperti Ayah'.

Tapi ketika Hersan sudah beranjak menjadi remaja, ia sering mendengar Ayahnya sedang berbicara ditelfon bersama seorang perempuan. Hersan benci ketika Ayahnya selalu berbicara kepada dirinya bahwa ia tidak akan menikah lagi atau hanya sekedar dekat dengan wanita lain.

Namun yang Hersan lihat dan dengar ternyata janji Ayahnya itu Bulshit! palsu! dan Hersan benci itu. Karena dulu ia sangat mempercayai Ayahnya itu.

STORY HERZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang