Chapter 17

611 37 0
                                    

Zulfa memijat pundaknya yang sedikit pegal karena perjalanan dari rumah mertuanya ke rumahnya cukup membuatnya L3 ( Lelah, letih, lesuh), ia juga memijat kaki tangannya karena leleh memangku mengendong anaknya di sepanjang perjalanan.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Zulfa membulatkan matanya ketika Gus Imam masuk begitu saja.

" Mas Imam kok bisa masuk?" pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Zulfa, dan Zulfa buru-buru menutup rambut kepalanya dengan hijab di atas kasur.

Gus imam tersenyum tipis lalu menutup pintu kamarnya " Ini kan kamar mas dek."

" Tapikan setidaknya ketuk pintu dulu."

" Emangnya kenapa?"

" Kan lagi ga pake hijab."

Gus Imam menghampiri Zulfa yang duduk di meja rias yang berusaha menata kembali hijabnya " Dek, mas ini suami kamu, kenapa adek menutupi rambut indah adek ini?" ucap Gus imam duduk di ranjang kasur tepat menghadap ke arah kaca.

Zulfa dapat melihat wajah Gus Imam dari pantulan kaca cermin, seketika rasa canggung kembali muncul saat mereka saling bertatap lewat cermin.

Lagian bukannya Zulfa tidak mau memamerkan rambut indahnya yang panjang walaupun tidak sepanjang mbak Kunti, tapi tetap saja ia masih merasa malu untuk terang-terangan membuka hijabnya.

Padahal Gus Imam sudah tau modelan rambut Zulfa, tapi tetap saja rasa malu itu belum hilang sampai sekarang.

" Maaf." kata Zulfa yang tidak berani menatap Gus imam dari pantulan cermin.

Gus Imam menghela nafasnya merasa bersalah, padahal ia tidak berniat menyinggung sang istri tapi jika sang istri udah minta maaf sudah pasti ucapan yang baru saja ia lontarkan itu menyakiti nya.

" Maaf? ngga usah minta maaf dek, mas yang seharusnya minta maaf udah masuk tanpa ijin." ujar Gus imam sembari berdiri, melangkahkan kakinya keluar.

" Mas." panggil Zulfa, dan membuat pergerakan langkah Gus imam terhenti saat memangil nya, Gus imam membalikan tubuhnya menatap sang istri yang sudah tidak pakai hijab.

Gus Imam menghampiri Zulfa, ia memeluknya sambil mengelus kepala Zulfa " Mas minta maaf untuk sekian kalinya dek, Ngga mas bermaksud kaya gitu kok."

Zulfa mengelangkan kepalanya di pelukan Gus Imam " Aku yang minta maaf mas, karena sampai sekarang belum bisa menghilangkan rasa malu dan ragu buat buka hijab di depan mas."

" Udah ngga papa, perempuan punya rasa malu itu bagus dek, jangan sampai rasa malu itu hilang walaupun di depan suami kamu sendiri."

" Iya mas, maaf iya."

" Udah ngga usah minta maaf mulu lebaran udah kelewatan, lagian mas ngerti kok kamu masih canggung walaupun mas udah lihat semuanya juga."

" Hah?" Zulfa melepaskan dekapan pelukan dari sang suami, perkataan yang keluar dari mulut sang suami membuatnya sedikit tercengang.

" Iya mas udah lihat semuanya model rambut kamu, warna rambut kamu, udah beberapa kali mas lihat kan."

" Oh iya." Zulfa terkekeh kecil, ia bersyukur memiliki suami seperti Gus imam yang pengertian tidak selalu menuntut nya untuk seperti ini ataupun itu.

Gus Imam membiarkan Zulfa sibuk menata hijabnya kembali, setelah selesai memakai hijab dengan benar Zulfa membereskan beberapa barang miliknya, sedangkan dirinya duduk di ranjang kasur memperhatikan setiap gerakan sang istri sesekali ia juga membantu sang istri.

Ia tersenyum kecil, saat mengingat pertama kalinya melamar Zulfa, pertama kalinya melamar di tolak dan pertama kalinya melamar kembali saat lamaran pertama di tolak.

Mencintai Imam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang