ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.
ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨
ー Happy enjoy it!
◥◤◥◤◥◤
Saat ini, Naren tengah menunggu Pradipta di depan gerbang rumahnya. Pria setengah baya itu mengatakan akan mengantarkan Naren ke sekolah, hal itu tentu membuat Naren bahagia, sebab, jarang sekali Pradipta mau mengantarkannya ke sekolah, bahkan terakhir kali Pradipta mengantarkan Naren ke sekolah pada saat laki-laki itu duduk di bangku kelas 7 SMP.
Mobil Pradipta keluar dari gerbang, kaca mobilnya diturunkan. "Ayo masuk, jangan lupa tutup gerbangnya dulu," cetus Pradipta kepada Naren.
Naren mengangguk bersemangat, ia buru-buru menutup pintu gerbang, lalu setelahnya ia membuka pintu depan mobil, guna duduk di samping sang papa.
"Naren senang, akhirnya Naren bisa ngerasain diantar Papa ke sekolah lagi, makasih ya, Pa..." Naren menatap Pradipta dengan senyuman hangat.
Pradipta tak merespon ucapan Naren. "Pasang sabuk pengamannya!" Pria itu malah mengalihkan topik.
Naren langsung tersadar, ia kemudian memasang sabuk pengamannya. Mobilpun mulai melaju pergi dengan kecepatan sedang, meninggalkan pekarangan rumah menuju ke SHS. Starlight High School.
Beberapa saat kemudian, Naren sudah tiba di depan gerbang masuk SHS. Naren keluar dari dalam mobil, tak lupa ia melambaikan tangannya saat mobil Pradipta kembali melaju pergi.
Semoga hari ini lebih baik dari hari sebelumnya, Naren berharap seperti itu sembari memandangi mobil Pradipta yang perlahan-lahan menjauh.
Di dalam kelas XI MIPA 2, seorang laki-laki jakung berkulit putih dan bermata sipit sedang duduk di bangku dengan beberapa buku bacaan di tangan kanan dan kirinya. Sesekali dahinya berkerut saat ia tak paham maksud dari penjelasan buku yang ia baca tadi.
"Susah banget, padahal Idan udah belajar tadi malem, kenapa bisa sampe lupa?" Laki-laki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa Idan tanya sama Naren aja kali ya?Naren, kan, pinter matematika!" Ide cemerlang itu muncul begitu saja dalam otaknya.
"Mau minta diajarin sama aku?"
Mendengar suara yang tak asing itu, seseorang yang bernama Idan tersebut lantas menoleh ke samping. Rupanya, di sana sudah ada Naren yang sedang berdiri memperhatikan Idan.
"Naren udah dateng? Kebetulan banget! Idan tadi mau minta diajarin sama Naren, hehehe..." laki-laki itu tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi.
Naren merotasikan bola matanya. "Kalo senyum tuh matanya jangan sampe ilang, Idaaann..."
Ucapan Naren membuat wajah ceria Idan menjadi masam. Laki-laki itu cemberut. "Naren juga kalo senyum matanya ilang tuh," sidirnya balik, yang membuat Naren mendelik.
Naren menaruh tasnya di atas meja, kemudian ia duduk di bangku sebelah Idan.
"Naren, bantuin dooong... Idan nggak ngertiii, tau sendiri kalo Idan tuh benciiii banget sama matematika! Nih ya, kalo suatu saat Idan jadi guru, Idan mau ilangin pelajaran matematika!" katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? || Zhong Chenle
Teen FictionJika mendengar kata rumah, apa yang langsung terlintas dipikiran? Mungkin orang akan berkata; itu seperti sebuah bangunan hangat, yang setiap kita datang membuka pintu, akan selalu ada orang-orang yang menyambut kita dengan senyum lebar. Tempat yang...